Efek dari Flashcard
Flashcard merupakan alat permainan berupa kartu bergambar nan mudah dipahami, tetapi memiliki kegunaan nan banyak sekali bagi anak. Salah satu kegunaan bermain flashcard ialah sebagai alat bantu berupa kartu dengan gambar anak buat belajar dan mengenal angka, hewan dan benda-benda lain di sekitarnya.
Belajar dengan Flashcard
Banyak nan berpandangan metode pembelajaran menggunakan media flaschcard sangat efektif, umumnya flashcard dibuat dalam bentuk gambar warna-warni nan mencolok dilengkapi dengan keterangan gambar, sehingga menarik perhatian anak buat mengenalnya lebih dalam.
Selain itu belajar sambil bermain flashcard mempunyai efektifitas merangsang perkembangan otak bagian kanan sehingga anak di latih buat mengingat sejak dini, ini sangat baik bagi anak. Selain itu konsentrasi anak juga akan terbiasa dan kegunaan nan tak kalah pentingnya yaitu penambahan perbendahaan kata, sehingga stimulasi kemampuan anak buat berkomunikasi lebih cepat.
Usia dibawah tiga tahun merupakan masa nan krusial buat perkembangan otak anak, masa ini di sebut masa keemasan (Golden age), pada usia tersebut otak bagian kanan akan mengalami perkembangan nan optimal. tak perkembangan otak kiri nan di anggap penting, otak kanan pun juga sangat baik jika di optimalkan, sehingga pertumbuhan anak akan berbarengan dengan kecerdasan anak.
Metode nan ada pada flashcard ialah melatih kemampuan anak buat menghafal interaksi antara gambar dengan kata-katanya, jika nanti si anak melihat kata-kata ini terulang lagi di lain waktu maka anak bisa mengingat dan dapat mengucapkannya.
Demikianlah proses nan disebut “membaca”. Permasalahannya ialah jika anak nantinya melihat kata-kata baru, ia akan kesulitan atau tak bisa mengucapkannya dikarenakan belum terekam di memori otaknya atau belum diperkenalkan sebelumnya.
Daripada mendebatkan hal nan tak ada gunanya seperti ini, metode pembelajaran buat anak dengan flashcard tetap ada khasiatnya paling tak sebagai sebuah metode sosialisasi huruf dan kata-kata dalam bentuk permainan. Bentuk gambar nan berwarna warni nan mencolok serta lucu banyak di sukai anak-anak, sehingga anak dapat bergembira bermain bersama ibu atau pengasuhnya, bermain sambil belajar dengan cara nan fun, kreatif tapi bermanfaat.
Anda tak perlu mengharapkan ekspektasi nan hiperbola pada anak buat hasil nan di dapat, anak jangan di targetkan atau di paksa menghafal sebanyak-banyaknya kata dalam beberapa jam. Terlebih Norma jelek suka membanding-bandingkan kemampuan anak orang lain nan seusianya nan barangkali lebih dulu maju cara belajarnya. Biarkan anak belajar dan berkembang dengan caranya sendiri secara alami dan mengikuti perkembangan kematangan fungsi-fungsi kemampuan otaknya masing-masing, sesungguhnya setiap anak itu diciptakan berbeda.
Hal nan perlu di sadari juga bahwa anak-anak juga sering merasa bosan. Sehingga, janganlah suka memaksakan kehendak agar anak terus belajar atau bermain maianan nan satu jenis itu saja. Berikanlah permainan lain nan juga bagus buat perkembangan dan kesukaan anak, atau berilah dia keleluasaan buat memilih mainan nan ia sukai sendiri tapi tetap diperlukan pendampingan dari orang tuanya.
Misalnya saja anak menyukai buku, bacakanlah cerita-cerita lucu dengan intonasi suara nan menarik perhatiannya, buatlah dia tersenyum dengan paras ceria dan penuh sayang anda. Buatlah suasana di rumah nyaman dan menyenangkan buat belajar, dengan sendirinya nanti anak akan bahagia belajar.
Metode pembelajaran tak hanya kartu bergambar, anda juga dapat menambahkan koleksi poster mengenal angka, hewan atau benda-benda di sekitarnya, tempelkan poster tersebut di dinding kamarnya.
Efek dari Flashcard
Seperti nan di jelaskan diatas. Dikalangan peneliti perkembangan anak dan pakar psikologi terjadi disparitas pendapat tentang pemberian metode flashcard ini. Ada nan berpendapat bahwa metode pembelajaran jenis ini baik selama tak ada unsur memaksa anak dan disesuaikan dengan tahapan usia anak. Tetapi ada juga nan menentang, mereka beranggapan bahwa metode pembelajaran dengan pemberian kartu bergambar bukanlah stimulasi nan secara alami di pelajari anak berbeda dengan aktivitas bermain anak.
Diantara para psikolog nan menentang ialah Dra. Mayke S. Tedjasaputra, M.Si seorang psikolog dan juga Playtherapist dari Forum Psikologi Terapan Univesitas Indonesia. Ia berpendapat bahwa mengajarkan anak dengan metode flashcard dapat di golongkan overstimulation atau stimulasi nan berlebihan.
Mayke berpandangan, ketika orang tua memberikan flashcard berarti orangtua mengharuskan anaknya buat diam dan diharuskan buat memperhatikan secara serius sehingga anak sudah dituntut buat belajar. Menurutnya penekanannya ada factor kognitif.
Padahal kenyataanya di usia awal pertumbuhan nan seharusnya ke optimalkan perkembangannya ialah senses-nya (sensomotorik), bukan pada memori. Sehingga bukan memori nan di latih dengan menggunakan flashcard. Sehingga nantinya ada aktivitas belajar nan ingin di capai oleh orangtuanya. Sehingga sudah bukan aktivitas bermain lahi.
Tapi Mayke juga tak sepenuhnya menganggap metode pemberian flashcard salah, pemberian metode flashcard nan singkat, sederhana, disampaikan dengan ceria barangkali anak akan mampu menangkap dan mengingat-ngingat. Banyak penelitian nan sudah di kembangkan buat meneliti ini, hasilnya ada nan menentang tapi tak sedikit pula nan mendukung
Masih menurut Mayke, pemberian metode flashcard merupakan stimulan akselerasi nan bersifat sementara, imbas jelek nan di khawatirkan anak nantinya akan merasa bosan dan jenuh sebelum ia benar-benar memasuki global pembelajaran nan sesungguhnya.
Menurutnya dari hasil penelitian nan simpulkan bahwa ketika rangsangan dilakukan terlalu dini nan bersifat overstimulation, nantinya ketika anak tersebut sudah dapat membaca hanya merupakan akselerasi nan bersifat sementara. Akan tetapi tatkala mereka menginjak di bangku kelas 4 SD akan terlihat prestasinya tak ada nan signifikan terlihat.
Yang mengkhawatirkan juga apabila orangtuanya terlalu hiperbola ekpektasinya kepada anaknya sehingga cenderung ambisius, mereka menargetkan tertentu, ketika anaknya di ajarkan dan targetnya tak tercapai lalu orang tuanya frustasi, nah ini nan bahayanya menurut Mayke. Metode ini juga nantinya jika dibenarkan khawatirnya akan memancing orang tua membenarkan bahwa sejak bayi anak harus sudah belajar.
Sebaiknya anak diberikan metode dengan nan mereka alami sendiri (faktual) bukan berupa gambar, karena nan terpenting pada termin ini bagaimana indra sensomotor terlatih dan anak juga akan lebih tertarik bermain daripada belajar dengan gambar-gambar nan tak nyata.
Sesungguhnya pada masa balita nan perlu mendapatkan perhatian buat perkembangan ialah sensomotoriknya karena kemampuan berpikirnya masih pra-operasional akibatnya perlu diberikan sesuatu nan nyata, nan faktual dan dapat ia rasakan sendiri. Akan lebih baik jika anak-anak balita terjun langsung menemukan pengalaman pertamanya.
Jikapun ingin mengenalkan gambar kepada anak , orangtua dapat melakukannya dengan metode mendampingkannya langsung dengan benda kenyataannya. Misalnya ketika anak di perlihatkan gambar kucing, perlihatkan juga seperti apa kucing nan sebenarnya nan kebetulan lagi ada di sekitar rumah.
Ketika melihat gambar sepotong wortel perlihatkan pula wortel nan sesungguhnya. Jadi anak tak hanya belajar konsep dan gambar dari buku saja, tapi ia dapat langsung menghubungkan pengetahuan nan ia dapatkan dengan fenomena disekitarnya. Sehingga proses pembelajaran menjadi lebih konkret dan menyenangkan.