Kata-kata Perpisahan dalam Berbagai Kondisi
Berpisah identik dengan pengucapan kata-kata perpisahan . Dalam setiap perpisahan, kata-kata perpisahan selalu menjadi kata terakhir bahkan menjadi kenangan nan tidak terlupakan. Perpisahan memang selalu menyisakan duka. Kesedihan selalu menggelayuti seseorang nan berpisah dengan orang nan dicintai, nan disayanginya.
Perpisahan tak selalu selamanya dalam kapasitas dengan kekasih atau dengan pasangan hidup. Orang nan kita cintai dan sayangi tentu banyak jumlahnya dan majemuk konteksnya. Perpisahan biasanya identik dengan putusnya sebuah ikatan tertentu. Namun lazimnya, selalu diidentikkan dengan perpisahan dalam ikatan percintaan. Meskipun sesungguhnya, perpisahan dalam pertemanan sebab adanya permasalahan nan tidak terselesaikan atau dapat juga sebab perpisahan nan disebabkan perpindahan loka tinggal.
Apa pun konteksnya, pepisahan memang selalu diwarnai dengan kata kenangan, kata terakhir sebelum benar-benar berpisah, yakni kata-kata perpisahan. Dalam banyak konteks, perpisahan selalu dihubungkan dalam konteks berpacaran. Perpisahan hanya dari segi status, dari segi interaksi kemanusiaan. Perpisahan merujuk pula pada keterpisahan secara abadi, yakni maut. Perpisahan sebab maut seringkali menyisakan kisah lain menjelang kematian.
Ada banyak kata, ucapan, pesan selama hidupnya atau menjelang kematiannya nan tak disadari itulah kata terakhirnya. Acapkali kata terakhir tersebut disebut sebagai sebuah amanat nan mesti dijalankan oleh orang terdekat atau pakar warisnya. Dalam kehidupan nyata, agak sporadis kita mendengar seseorang mengucapkan kata-kata terakhir nan dikategorikan sebagai kata-kata perpisahan sesaat menjelang kematiannya. Namun dalam film atau sinetron, kerap kita saksikan pengucapan kata-kata perpisahan oleh seseorang nan hendak meninggal sebelum akhirnya nyawanya dicabut.
Kata-kata perpisahan nan diucapkan seseorang sesaat sebelum ia benar-benar pergi selalu membuat kita teringat padanya. Selalu membuat kita merasakan kehilangan. Selalu membuat kita bersedih atas kepergiannya, atas keterpisahan nan terjadi. Namun, dapat pula kata-kata perpisahan malah membuat kita bersemangat buat kembali melanjutkan hidup. Untuk melakukan banyak hal nan menyenangkan dan membanggakan.
Memang, kata-kata perpisahan dapat menjadi pemicu dapat juga membuat kita larut dalam kesedihan dan keterpurukan. Sesedih apa pun kata-kata perpisahan nan diucapkan semestinya tak dimaknai hanya buat diratapi, namun dijadikan momentum buat memperbaiki diri.
Berpisah disebabkan maut seringkali memberikan kesedihan nan sangat mendalam. Terlebih jika seseorang wafat tersebut mengucapkan pesan nan kita anggap sebagai kata-kata perpisahan. Keterpisahan sebab maut dapat membuat kita berduka buat beberapa waktu nan agak lama, dapat seminggu, satu bulan bahkan dua atau tiga bulan setelah kematiannya. Terlebih jika seseorang nan wafat itu ialah pasangan hayati kita atau orangtua kita.
Perasaan kehilangan akan menghinggapi setiap saat. Kerinduan nan tidak terobati sebab tidak dapat bertemu buat meluapkan kerinduan dan kegelisahan tak dapat dilakukan. Perasaan kosong dan rancu mungkin saja mendera diri kita. Ada pula nan merasa kehilangan arah sebab tidak ada lagi nan mengembalikan kita ke jalan nan sahih jika kita salah. Tak ada lagi seseorang nan tanpa ragu akan mengungkapkan pendapatnya dan menentang kecongkakan kita.
Namun, semua kesedihan itu akan terobati, akan menurun kadarnya seiring berjalannya waktu karena kita telah terbiasa dengan ketidakhadirannya. Kita benar-benar telah merelakan kematiannya, dan kita sadar betul kelak kita pun akan sama: menghadapi kematian.
Lain halnya jika perpisahan tersebut disebabkan keterpisahan ikatan cinta. Bagi sebagian orang, biasanya perpisahan sebab cinta membutuhkan waktu nan lebih lama dibandingkan dengan perpisahan sebab maut. Dalam perpisahan maut, kita tahu bahwa tak mungkin buat berjumpa lagi dan kita sadar betul mengenai kematian. Namun dalam perpisahan sebab percintaan, selalu ada kemungkinan kita berjumpa lagi dengan mantan kekasih dan perasaan nan dahulu kembali datang dan menyiksa kita.
Terlebih jika pada saat perpisahan disertai dengan kata-kata perpisahan nan seolah bijak atau bahkan menyalahkan salah satu pihak. Perasaan cinta dapat kembali datang, rasa deg-degan dapat dirasakan lagi. Rasa marah, benci, atau dendam pun dapat muncul kembali sebab ada hal nan belum terselesaikan dengan tuntas sesungguhnya. Perasaan-perasaan itu kembali menyerang diri kita disertai ingatan akan kata-kata perpisahaan nan mengiang-ngiang di telinga.
Perasaan seperti itu muncul jika kita benar-benar sangat menyayangi dan mencintai, tapi kita tak menyadari bahwa segalanya tidaklah kekal. Perasaan nan kita miliki belum tentu dimiliki pasangan kita. Juga kita belum benar-benar merelakan keterpisahan tersebut. Egoisme nan tinggi dari diri kita masih membelenggu sehingga rasa memiliki berlebihanlah nan mendominasi. Itulah sebabnya perasaan tak rela melepaskan selalu menjadi bayang-bayang dalam keseharian kita.
Belum siap menerima kondisi perpisahan dan tak memaknai kata-kata perpisahan secara bijak menyebabkan kita masih terbelenggu dengan rasa nan ambigu. Kata-kata perpisahan diucapkan sebagai bentuk kenangan, sebagai bentuk spirit, juga sebagi bentuk tanda/wujud afeksi atau wujud perasaan sejujurnya nan sudah tak memiliki rasa cinta lagi.
Kata-kata perpisahan dapat saja begitu puitis, dapat pula terkesan sarkastis. Kata-kata perpisahan sangat bergantung pada situasi dan sifat seseorang. Ada orang nan suka berbasa-basi dalam berkata-kata agar tampak bijak dan memahami perasaan pasangan, ada pula nan bersikap lugas dalam berkata-kata sebab tak ingin menimbulkan makna ganda dan memberikan pengharapan.
Kata-kata Perpisahan dalam Berbagai Kondisi
Dalam perpisahan, serela apa pun, pastilah menyisakan kesakitan, kesedihan, dan air mata. Tidak apa-apa kalau menunjukkan rasa sakit, bukan buat memperlihatkan kelemahan diri kita, bukan buat memohon belas kasihan, tapi buat sekadar melepaskan perasaan nan masih mengganjal. Kata-kata perpisahan dapat saja berbalas dengan kata-kata perpisahan lagi. Dapat dengan kata-kata nan menyikapi dengan bijak, dapat pula dengan kata-kata nan menyimpan kesakitan, dapat pula dengan kata-kata bernada kekesalan.
Seperti kata-kata perpisahan berikut nan menunjukkan sikap bijak bernada lugas:
Lupakan aku, jalani saja hidupmu, saya konfiden pada saat itu kau dapat memaafkan dirimu sendiri.
Kau harus berhenti hayati di masa lalu.
Di global ini tak ada cinta nan mudah.
Aku mohon, pulanglah, cuci kakimu kemudian tidur. Biarkan mimpi tetap menjadi mimpi tidak perlu kau berusaha mewujudkannya sebab semua itu tak mungkin.
Kata-kata perpisahan nan menunjukkan kesakitan dalam menanggapi kondisi perpisahan, misalnya:
Aku mohon padamu, menghilanglah, menghilanglah seperti buih.
Bagi mereka nan merasakan sakit teramat dalam sebab percintaan, kata-kata perpisahan tersebut dapat menjadi perwakilan perasaan nan tepat. Menghilang seperti buih karena buih akan tak terlihat pada akhirnya. Buih benar-benar menghilang dan berganti menjadi buih nan lain lagi. Kesakitan sebab percintaan memang kadang menyebabkan kita tak menghendaki dipertemukan lagi buat selamanya.
Ada pula kata-kata perpisahan nan biasa diucapkan buat menyatakan cinta. mislanya kata-kata: I love you , nan diucapkan pada saat perpisahan. Kata tersebut diucapkan buat menunjukkan perasaan nan sesungguhnya nan masih mencintai. Hanya sebab kondisi lah nan tak memungkinkan buat melanjutkan dalam ikatan percintaan.
Air mata nan acapkali menjadi saksi dalam setiap perpisahan. Air mata seakan tak dapat dibendung ketika seseorang mengucapkan kata-kata perpisahan, misalnya saja: Selamat tinggal . Tangis nan menderas dan tiada henti selama perjumpaan terakhir bukan hanya membuat keadaan semakin berat melainkan terkadang membuat kesal.
Bukan hal nan tak mungkin jika kemudian seseorang nan awalnya berbicara dengan santun dan hati-hati menjadi bersikap lugas dan terkesan ketus. Seperti halnya kata-kata perpisahan:
Kalau air mata itu untukku lebih baik hentikan saja.
Pengucapan kata-kata tersebut dimaksudkan buat menguatkan, tak perlu meratapi dengan derasan air mata karena hal itu membuat keadaan semakin sulit. Siapa pun niscaya menginginkan perpisahan nan indah. Perpisahan nan dapat disikapi dengan bijak. Air mata hanyalah pengiring kepergian. Namun, bukan berarti air mata mesti ada dalam setiap perpisahan. Bukan pula air mata membuat keadaan perpisahan nan mestinya latif menjadi terasa berat dan sulit.