Filosofi Pantun Kahwin
Pantun ialah salah satu jenis puisi nan telah lama hayati di masyarakat. Jauh-jauh hari sebelum manusia mengenal budaya tulis menulis, pantun telah muncul sebagai tradisi lisan nan mampu menghidupkan suasana masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Melayu.
Meskipun pada perkembangannya, nama pantun dapat saja berubah sinkron dengan kondisi sosial masyarakat nan melakukan budaya atau tradisi bermain pantun tersebut. Misalnya saja, budaya Jawa Barat nan menyebut pantun sebagai paparikan dan budaya Jawa tengah atau Jawa Timur nan menyebut pantun sebagai parikan.
Beragam jenis pantun disajikan demi kepentingan hiburan dan upacara sakral. Misalnya saja, pantun hiburan biasanya berupa pantun romantis atau pantun percintaan, pantun nasihat. Dan pantun jenaka.
Sementara itu, pantun nan biasa digunakan buat upacara eksklusif berupa pantun agama, pantun nasihat, dan salah satu pantun nan menjadi cirikhas masyarakat Melayu, yakni pantun kahwin.
Namun, sebelum kita berbicara mengenai salah satu pantun nan menjadi karakteristik khas masyarakat Melayu tersebut, ada baiknya jika kita memahami terlebih dahulu apa nan dimaksud dengan pantun, serta apa saja nan membuat sebuah untaian bisa dikatakan sebagai pantun.
Pantun Sebagai Puisi Lisan Zaman Dahulu
Seperti nan sudah dijelaskan, pantun merupakan kebudayaan lisan nan telah lahir sejak zaman dahulu. Oleh sebab itu, penggunaannya pun disesuaikan dengan karakter orang zaman dahulu nan bahagia berkomunikasi dua arah.
Pada umumnya, pantun terdiri atas empat larik jika dituliskan, dengan setiap barisnya terdiri atas 8 sampai 12 suku kata nan berpola fonem akhir a-b-a-b atau a-a-a-a bergantung pada selera atau kepentingan si pembuat pantun itu sendiri.
Seperti nan sudah kita pelajari sejak bangku SD atau SMP, pantun terdiri atas dua bagian nan masing-masing merupakan sampiran dan isi. Dua baris pertama merupakan sampiran nan berfungsi sebagai pembuka atas percakapan sebenarnya (isi) nan terdapat pada dua baris terakhir.
Pada bagian pertama, penutur pantun diajak buat sedikit bermain main dengan kata-kata nan nantinya akan tertuju pada maksud isi pantun tersebut. Oleh karena itulah bunyi akhiran pantun selalu senada atau sama. Selain buat memudahkan penalaran, hal itu juga berfungsi buat mempermudah masyarakat pendengar dalam menyimak maksud dan tujuan disampaikannya pantun tersebut.
Pantun pada zaman dahulu merupakan sebuah ungkapan mengenai perasaan dan pemikiran seseorang sehingga tak heran jika pantun dianggap sebagai bagian dari puisi sebab sama-sama merupakan ungkapan hati dan pikiran seseorang.
Selain itu, pantun juga memiliki kelebihan lain dibandingkan dengan tradisi lisan lainnya. Dengan berpantun, seseorang atau penutur pantun diasah buat lebih cepat dalam berpikir dan menuangkan apa nan ada di dalam benaknya. Apalagi jika nan dilakukan ialah pantun berbalas seperti nan biasa dilakukan anak-anak pada zaman dahulu ketika mereka bermain di halaman sambil berbalas pantun.
Nah, jika Anda sudah memahami apa nan dimaksud dengan pantun serta bagaimana struktur nan membentuknya, kita langsung saja simak informasi mengenai pantun kahwin nan disinyalir sebagai karakteristik khas pantun orang Melayu.
Apa Itu Pantun Kahwin?
Pantun kahwin ialah gender dari pantun nusantara, kahwin artinya kawin dalam bahasa Melayu. Pantun-pantun semacam ini biasanya digunakan dalam upacara adat pernikahan. Biasanya mereka, pengiring pengantin pria dan penerima pengantin wanita akan saling berbalas pantun.
Tema-tema pantun nan diangkat seputaran tujuan si pengantin pria dan barang bawaan si pria terhadap si wanita. Biasanya dalam upacara adat pengantin betawi, niscaya ada acara berbalas pantun. Pantun-pantun tersebut dapat menjadi wahana hiburan dan juga memberikan nasihat.
Pola dan struktur pantun kahwin itu saja dengan pantun nan nan lain, yaitu terdiri atas sampiran dan isi dan berpola ab-ab.
Contoh Pantun Kahwin
Nak kata dah kahwin
Rasanya tidak katu lagi
Bila ditanya kapan kawin
Jawabannya tidak tau lagi
***
Pergi ke hulu membawa canal
Menambang timah penuh sarat
Kalau dahulu tak kenal
Sekarang pacaran semakin erat
***
Garam di bahari asam di darat
Dalam kuali dimasak jua
Hati terpaut janji diikat
Dalam pelaminan berjumpa jua
***
Tunduk segala rakyat jelata
Memberi takzim raja gahari
Raja rupawan di atas takta
Duduk memerintah barang sehari
***
Pergi ke gunung mencari kunang-kunang
Selalu terkenang pada nan satu
Mula berkenalan kemudian bertunang
Di atas pelaminan kita bersatu
***
Panas kering siapakan tahu
Hujan rintik di daun pandan
Berjalan seiring bersentuh bahu
Sama cantik sama padan
***
Bebek jawa dibuat gulai
Dibungkusnya pakai belacu
Riang gembira kedua mempelai
Semoga kekal sampai anak cucu
***
Tuan puteri tersenyum-senyum
Melihat laksamana bermain rodat
Senyum-senyum jangan tidak senyum
Sudah paripurna segala adat
***
Si anak dara memakai lokek
Lokek tersangkut di hujung julai
Untuk majlis membelah kek
Jemput bangun kedua mempelai
***
Pergi berjanji di pekan buyuh
Beli sekati ikan senohong
Sudah berjanji bersetia teguh
Jangan dimungkiri bercakap bohong
***
Bunga Melati di hujung dahan
Disunting dara dengan cermat
Suami isteri berkasih-kasihan
Seperti nabi kasihkan umat
***
Naik sampan cari ikan pari
Ikan parinya di dalam peti
Adapun adat bersuami isteri
Senang dan susah sampai mati
***
Masak mi kita berkumpul
berkumpulnya di hutan jati
Hari ini kita berkumpul
Menyampaikan hajat di dalam hati
***
Ke Seberang Takir membeli cermin
Beli ikan dimasak gulai
Cinta berakhir di jenjang pelamin
Berbahagia kedua mempelai
***
Dari Johor ke kuala Kedah
Sambil merantau beratus batu
Surat sudah, SMS pun sudah
Sudah kawin masih begitu
***
Kain sekayu itulah ukurannya
Kain songket berbenang emas
Berbaju Melayu sama lagaknya
Berdandan berlokek berselendang emas
***
Pokok pulai tak berduri
Di untuk pongpong nan melebar
Dua mempelai berseri-seri
Dua jantung berdebar-debar
***
Pargi merantau beramai-ramai
Masing-masing dengan gayanya
Jemput pengantin makan berdamai
Semoga senang selama-lamanya
***
Dalam gelap durian gugur
Dikumpul bisa berpikul-pikul
Kalau tersilap boleh ditegur
Jangan pula dipukul-pukul
***
Malam hari memasang damar
Menangkap ikan di tepi titi
Suami isteri mesti bersabar
Kekal rukun damai dihati
***
Pantun kahwin ini ialah karakteristik khas budaya Melayu nan merebak juga dalam budaya Betawi sehingga dalam ucapaca adat Betawi selalu ada acara berbalas pantun antara pengiring pengantin pria dengan penerima pengantin wanita.
Hal itu biasa dilakukan di halaman rumah pengantin wanita. Jadi, sebelum si pengantin pria masuk ke dalam rumah pengantin wanita, sine qua non seorang juru pantun nan dapat mengalahkan juru pantun si penerima. Hal ini dilakukan sebagai hiburan dan sebagai adat Norma orang Melayu dalam bercakap.
Filosofi Pantun Kahwin
Pantun kahwin bukan semata-mata pantun nan dibuat hanya sekadar buat menyemarakkan suasana pesta perkawinan. Pantun tersebut juga memiliki nilai filosofi nan dapat diambil hikmahnya, terutama bagi kedua mempelai nan nantinya akan mengarungi perahu rumah tangga.
Dalam pantun tersebut, ada banyak hal positif nan dapat diambil oleh pengantin pria dan wanita sebagai pelajaran buat menghadapi berbagai situasi rumah tangga. Dari mulai kesabaran, kasih sayang, dan hal lain nan mampu menjadikan rumah tangga menjadi sebuah perbedaan makna nan nyaman, utuh, dan menyenangkan bagi kedua belah pihak.
Dengan kata lain, pantun kahwin merupakan jenis puisi nasihat nan secara tak langsung diberikan kepada calon pengantin pria dan wanita agar senantiasa menjaga diri mereka dari hal-hal nan dapat merusak tatanan kehidupan rumah tangga mereka nantinya.