Khotbah Kristen: Tiga Keistimewaan Elia
Setiap umat membutuhkan renungan spiritual, khotbah Kristen bagi umat Kristiani. Kesadaran nan membuat kita menyadari bahwa hayati di global ini serba fana dan Hari Akhir itu konkret adanya. Demikian pula bagi umat Kristiani, nan dosanya telah 'ditebus' oleh pengorbanan Yesus, nan harus kita lakukan sehari-hari ialah melayani manusia dan melayani Tuhan.
Ada demikian banyak contoh bagi kita buat mendalami peran sebagai manusia nan senantiasa membagikan cinta kasih ke muka bumi. Dari sekian contoh tersebut, tidak ada salahnya kita memperhatikan apa nan sudah dilakukan para Nabi, keistimewaan nan membuat mereka mendapatkan berbagai kemudahan dalam hidup. Kita dapat mencoba belajar kekuatan doa dari kisah-kisah seputar Nabi Elia.
Khotbah Kristen: Elia nan Doanya nan Senantiasa Dikabulkan
Ada kalanya ketika kita tengah berada dalam keterpurukan, kegalauan menyergap. Teman-teman sudah sukses mendapatkan ini dan itu, sementara kita diam saja. Hayati berjalan statis. Teman-teman memiliki kelebihan dalam bidang pelajaran tertentu, sementara kita hanya pas-pasan.
Olahraga bukan nan terbaik, matematika selalu tiga terbawah, bahasa Indonesia, gugup dalam berbicara. Masa depan seakan begitu gelap. Padahal, usaha sudah dilakukan. Belajar giat setiap hari. Doa pun tidak lupa dihaturkan. Tapi, ujung-ujungnya hasil tetap buruk.
Apakah Tuhan tengah menghukum kita? Apakah ujian ini tidak berbatas? Masihkah ada setitik cahaya terang di ujung cerita nan mampu membangkitkan jiwa? Mengapa doa nan kita ucapkan sepanjang waktu seperti membentur dinding tebal?
Jawabannya ada pada diri sendiri, yaitu seberapa dekatkah kita pada Tuhan. Tengoklah apa nan sudah diperbuat oleh Nabi Elia sehingga ucapan dan asa beliau mendapatkan jawaban latif dari Tuhan.
Siapa pun nan mengenal Nabi Elia, niscaya menyadari bahwa misi beliau pada sekitar abad 9 Sebelum Masehi bukanlah misi nan mudah. Beliau harus menghadapi Raja Ahab nan bebal.
Disebutkan, Ahab bin Omri "melakukan apa nan dursila di mata Tuhan melebihi daripada semua orang nan pernah mendahuluinya." (Raja-raja, 16:29). Kekejiannya tak tertandingi, termasuk memberikan persembahan kepada Baal.
"Kemudian ia membuat mezbah buat Baal itu di kuil Baal nan didirikannya di Samaria. Sesudah itu, Ahab membuat patung Asyera dan Ahab melanjutkan bertindak demikian, sehingga ia menimbulkan sakit hati Tuhan, Allah Israel, lebih dari semua raja-raja Israel nan mendahuluinya." (Raja-raja, 16:32-33).
Di sinilah peranan Elia demikian penting. Ia ditugaskan Tuhan buat mengajak bangsa Israel kembali menyembah Yahweh. Tuhan mengutus Elia buat membuktikan keberadaan-Nya nan nyata, dan Dialah nan merupakan Tuhan, bukan apa-apa nan disembah oleh Ahab dan para pengikutnya.
Pada satu kesempatan, Elia bersumpah bahwa hujan tak akan jatuh ke bumi, kecuali jika ia berkata hujan itu akan jatuh. "Lalu berkatalah Elia, orang Tisbe, dari Tisbe-Gilead, kepada Ahab, 'Demi Tuhan nan hidup, Allah Israel, nan kulayani, sesungguhnya tak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan'." (Raja-raja, 17:1)
Sumpah Elia itu bukanlah sebuah sumpah biasa. Demikian dekatnya ia dengan Tuhan, sehingga apa nan terucap dari bibirnya ialah perkataan nan berasal dari ilham Tuhan. Dan, terbuktilah Tuhan sedang membuktikan kepada bangsa Israel siapa nan dipilih-Nya.
Dengan kekuasaan Ahab, tidak pernah sedikit pun hujan turun ke bumi. Setelah sekian lama, Tuhan kemudian bersabda kepada Elia buat datang ke hadapan Raja Ahab memberitahukan bahwa hujan atas perintah-Nya akan segera datang.
"Dan, sesudah beberapa lama, datanglah firman Tuhan kepada Elia dalam tahun nan ketiga: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada Ahab, karena Aku hendak memberi hujan ke atas muka bumi." (Raja-raja, 18:1)
Sumpah Elia itu bukanlah sebuah sumpah biasa. Demikian dekatnya ia dengan Tuhan, sehingga apa nan terucap dari bibirnya ialah perkataan nan berasal dari ilham Tuhan. Dan, terbuktilah Tuhan sedang membuktikan kepada bangsa Israel siapa nan dipilih-Nya.
Dengan kekuasaan Ahab, tidak pernah sedikit pun hujan turun ke bumi . Setelah sekian lama, Tuhan kemudian bersabda kepada Elia buat datang ke hadapan Raja Ahab memberitahukan bahwa hujan atas perintah-Nya akan segera datang.
"Dan sesudah beberapa lama, datanglah firman Tuhan kepada Elia dalam tahun nan ketiga: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada Ahab, karena Aku hendak memberi hujan ke atas muka bumi." (Raja-raja, 18:1)
Peristiwa turunnya hujan itu begitu istimewa. Nabi Elia hanya bersendiri menghadapi Ahab dengan 450 Nabi Baal dan 400 Nabi Asyera, serta orang-orang Israel di Gunung Karmel.
Beliau bertaruh dengan Ahab, korban bakaran siapa nan diterima. Apakah Ahab, ataukah Elia. Dengan ajaib, korban bakaran Elialah nan dijilat barah meski sekelilingnya penuh air.
Terjawablah sudah, siapa nan sahih dan siapa nan salah. Setelah itu, hujan nan tidak pernah datang kepada Bangsa Israel seketika tumpah, sebagai bukti Elia sebagai pilihan Tuhan. (Raja-raja, 18:45)
Khotbah Kristen: Elia Yang Berputus Asa
Khotbah Kristen selanjutnya ialah kisah Elia. Elia demikian dekat dengan Tuhan. Doanya, dalam sekejap mata, dikabulkan-Nya dalam keterdesakan. Lalu, bisakah kita menjadi 'seorang Elia' dalam artian sosok nan senantiasa diberi kemudahan dalam berdoa oleh Tuhan?
Mengapa tidak? Jangan terlebih dahulu mengira, sebab ia seorang Nabi, ia mendapatkan keistimewaan itu. Elia memang memiliki strata nan berbeda dari kebanyakan orang.
Namun, bagaimana pun dia ialah manusia. Elia dikisahkan pernah putus harapan dan gentar. Semisal, ia pernah berdoa agar wafat saja seperti nan dijelaskan dalam Raja-raja, 19:4, "Tetapi ia sendiri (Elia) masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia ingin mati, katanya, "Cukuplah itu! Sekarang, ya Tuhan, ambillah nyawaku, karena saya ini tak lebih baik dari pada nenek moyangku." Bukankah kegalauan serupa juga sering menyergap dalam hayati ini?
Khotbah Kristen: Tiga Keistimewaan Elia
Bukan berarti kita tengah merendahkan Nabi Elia. Melainkan, tengah membuktikan bahwa siapa pun bisa mencapai secuil posisi beliau, ketika doa senantiasa dikabulkan.
Lalu, apa nan harus dilakukan? Jawabannya, kita tak hanya melihat sisi lemah Elia nan berputus asa. Melainkan sisi hebat beliau. Yang pertama, Elia ialah seorang nan sangat taat kepada Tuhan. Hendak ditimpa cobaan apa pun beliau senantiasa menomorsatukan Tuhan dan patuh atas segala perintah-Nya.
Daripada harus berkompromi dengan manusia nan mempersekutukan-Nya beliau lebih suka tinggal di gua dan bertahan sebisa mungkin, seperti nan tercantum dalam Raja-Raja, 19:10, "Aku bekerja segiat-giatnya bagi Tuhan, Allah semesta alam sebab orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu, meruntuhkan mezbah-mezbah-Mu dan membunuh Nabi-NabiMu dengan pedang; hanya saya seorang dirilah nan masih hayati dan mereka ingin mencabut nyawaku."
Yang kedua, meskipun Elia sempat berputus asa, nan membedakannya dengan kita ialah cara mengatur perasaan putus harapan tersebut. Nabi Elia tetap mampu melaksanakan perintah-Nya daripada terbawa perasaan.
Buktinya, dalam kegamangan, beliau tetap mau diperintahkan Allah buat berdiri di atas gunung . Kemudian melakukan perjalanan ke Damsyik buat mengurapi Hazael sebagai raja Aram (Raja-raja, 19:15). Yang paling penting, Elia ialah sosok nan mau berkorban demi umat.
Ia mempersembahkan hidupnya demi memperbaiki konduite bangsa Israel nan menyimpang. Ketiga elemen ini, (1) ketaatan pada Tuhan, (2) tak menyingkir ketika diberi ujian, dan (3) kepedulian terhadap masyarakat banyak, nan membuat doa Elia senantiasa terkabul.
Maka, jika doa kita sering tertahan, kita merasa galau dalam menjalani hidup, patutlah kita bertanya, sudahkah kita melakukan tiga hal nan demikian sederhana seperti nan dicontohkan oleh Nabi Elia? Semoga Khotbah Kristen tersebut bermanfaat.