Raden Ajeng Kartini dan Emansipasi Wanita
Raden Ajeng Kartini menjadi seorang tokoh wanita Indonesia nan sangat dikenal dan disegani oleh banyak kalangan. Ia juga menjadi salah satu pahlawan wanita Indonesia. Perjuangannya membela kaum wanita dalam meraih kedudukan mulia menjadi alasan mengapa ia dianugerahi gelar pahlawan.
Adanya perkembangan zaman hingga saat ini menunjukkan perjuangan Kartini pada masa lampau semakin tampak jelas. Wanita Indonesia memiliki kedudukan di berbagai bidang mulai dari pendidikan hingga nonpendidikan.
Ia mempunyai gelar Raden Ajeng sebab termasuk putri bangsawan di tanah Jawa. Tanggal lahir Raden Ajeng Kartini menjadi tanggal nan memiliki arti bagi Indonesia terutama wanita Indonesia. Seluruh masyarakat Indonesia memperingatinya dengan mengadakan berbagai kegiatan berkaitan dengan wanita. Kegiatan tersebut antara lain peragaan busana dengan kebaya layaknya Kartini, merangkai bunga, memasak, jalan sehat, menari, dan kegiatan lainnya.
Hari Kartini menjadi hari krusial bagi wanita Indonesia. Hari kelahiran Raden Ajeng Kartini senantiasa menjadi salah satu hari buat berbenah diri menjadi lebih baik dalam berbagai bidang kehidupan. Artinya, wanita Indonesia mampu menjaga diri dan kemuliaannya dalam aktivitas kesehariannya. Peran wanita sebagai ibu rumah tangga, istri, anak, pelajar, karyawan, direktur, penulis, wartawan, editor dan lainnya menjadikan wanita Indonesia harus cerdik mengatur waktu antara kewajiban utamanya serta kewajiban lain.
Kisah Hayati Raden Ajeng Kartini
Raden Ajeng Kartini ialah seorang bayi wanita nan dilahirkan pada tanggal 21 April 1879 di Jepara, provinsi Jawa Tengah. Adapun nama ayahnya yaitu Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat seorang bangsawan Jepara dan ibunya bernama M.A. Ngasirah. Ibunya termasuk seorang putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono nan memiliki profesi sebagai seorang guru agama di Telukawur, daerah Jepara.
Kartini termasuk anak ke lima dan menjadi anak perempuan paling tua di keluarganya. Pangeran Ario Tjondronegoro IV ialah kakek Kartini nan menjabat bupati ketika berusia 25 tahun. Sedangkan kakaknya nan mempunyai nama Sosrokartono termasuk seorang nan pintar dalam bidang bahasa.
Kartini mulai mendapatkan pendidikan di ELS (Europese Lagere School). Ia mendapatkan ilmu belajar bahasa Belanda hingga berusia 12 tahun. Tetapi setelah usia 12 tahun, Norma di tanah Jawa menjadikan anak perempuan mulai dipingit (harus tinggal di dalam rumah).
Meski Kartini harus tinggal di dalam rumah dan tak melanjutkan sekolahnya, ia tetap otodidak bahasa Belanda dan menjalin interaksi dengan menulis surat kepada teman-teman korespondensinya dari Belanda. Rosa Abendanon merupakan salah satu nama teman Kartini nan sering berbalas surat.
Ia menjadi teman nan memberikan banyak dukungan kepada Kartini. Kartini mulai berkembang cara berpikirnya dengan membaca buku, surat kabar, majalah Eropa serta dukungan dari temannya (Rosa Abendanon). Kartini mulai memikirkan kondisi kaum wanita nan memiliki status sosial masih rendah sehingga pendidikan mereka rendah. Wajar jika para wanita pribumi saat itu cara pandang dan cara berpikirnya juga rendah.
Berikut ini beberapa bacaan Raden Ajeng Kartini.
- Surat kabar Semarang nan mempunyai nama De Locomotief. Surat kabar tersebut diasuh oleh Pieter Brooshooft.
- Leestrommel (paket majalah nan diedarkan toko buku kepada langganan). Di dalam paket majalah tersebut terdapat jenis majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan, adapula majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie dan jenis lainnya.
- Buku nan dibaca antara lain Max Havelaar, Surat-Surat Cinta karya Multatuli, De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus, sebuah roman anti perang karangan Berta Von Suttner.
Selanjutnya, Raden Ajeng Kartini ingin melanjutkan sekolahnya ke Belanda hingga sukses mendapat beasiswa nan sebelumnya ia minta ke pemerintah Belanda melalui saran temannya nan bernama Mr. J. H. Abendanon. Namun, keinginan bersekolah diurungkannya sebab orang tua beliau menginginkannya menikah.
Oleh sebab itu, ia menikah pada tanggal 12 November 1903 dengan bupati Rembang. Bersyukurlah seorang Kartini memiliki suami seperti beliau sebab bisa memahami keinginannya buat memuliakan kedudukan wanita pribumi agar meraih kemuliaan atas kedudukannya sebagai seorang wanita.
Ia diberi dukungan oleh suaminya melalui pendirian sekolah wanita atau sering dikenal dengan nama sekolah Kartini. Sekolah tersebut letaknya berada di bagian timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang atau kalau sekarang ini dikenal sebagai sebuah bangunan bernama Gedung Pramuka.
Kisah hayati Kartini berakhir hingga ia berusia 25 tahun. Kartini meninggal global di Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 17 September 1904. Makam Kartini terletak di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang. Meski ia telah meninggal global di usia masih muda, tapi keinginannya nan tertuang di dalam tulisan surat dikumpulkan dan dibukukan oleh Mr. J. H. Abendanon.
Selanjutnya, akan disampaikan ulasan tentang kumpulan surat Kartini kepada teman-temannya di Eropa (Belanda). Selain itu, penerbit Indonesia juga melakukan penerjemahan dan menerbitkannya sebagai sebuah buku nan menjadi inspirasi wanita Indonesia dalam memuliakan kedudukannya.
Kumpulan Surat Tulisan Raden Ajeng Kartini
Setelah Kartini meninggal global di usia 25 tahun, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat kiriman Kartini kepada teman-temannya di Eropa. Sebagai seorang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda, Abendanon memberikan judul kumpulan surat kiriman Kartini menjadi sebuah buku yaitu Door Duisternis tot Licht.
Arti dari judul buku tersebut yaitu dari kegelapan menuju cahaya. Buku tersebut telah diterbitkan pada tahun 1911 dan dicetak sebanyak lima kali.
Selanjutnya, pada tahun 1922 Balai Pustaka menerbitkan buku tersebut dalam bahasa Melayu. Adapun judul kumpulan surat Kartini telah diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran. Terjemahan tersebut merupakan hasil terjemahan oleh Empat Saudara. Pada tahun 1938, Armijn Pane juga mengeluarkan karya Habis Gelap Terbitlah Terang menurut versinya sendiri.
Sebagai seorang sastrawan pujangga baru, ia membagi buku tersebut dalam lima bab pembahasan. Hal tersebut bertujuan buat menunjukkan perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya.
Surat-surat tulisan Kartini berisi pemikiran-pemikiran tentang kondisi sosial, utamanya mengenai keadaan wanita Indonesia nan masih berstatus rendah sebab taraf pendidikan nan rendah. Kartini berharap agar kaum wanita memiliki hak dalam menuntut ilmu dan belajar terutama bidang nan memuliakan kedudukan wanita dan mengingatkan kewajiban utamanya.
Kartini tak hanya berharap wanita maju cara pandang dan cara berpikirnya, tapi ia berharap seluruh wanita Indonesia memiliki kemuliaan atas kedudukannya sebagai seorang wanita.
Perkembangan zaman mulai dari teknologi dan informasi seharusnya membuat wanita Indonesia semakin berkembang dan maju dalam segala bidang kehidupan. Cara pandang dan cara berpikir wanita Indonesia juga seimbang dengan perkembangan zaman tersebut.
Namun, hal krusial nan harus diperhatikan yaitu kedudukan mulianya sebagai seorang wanita tak boleh dilupakan begitu saja. Wanita sebagai tiang negara menjadi slogan buat instrospeksi setiap waktu bagi wanita Indonesia.
Kemajuan dan kehancuran suatu negara tergantung peran wanitanya. Wajar saja jika wanita Indonesia harus tetap instrospeksi mengenali potensi diri dalam memajukan negara ini. Kedudukannya sebagai wanita di zaman modern seperti sekarang tak menjadikannya termasuk ke dalam wanita nan menganggap rendah atau merendahkan kaum pria.
Sesuai asa Kartini kepada wanita Indonesia yaitu ilmu dan hasil belajar seorang wanita bukan buat merendahkan siapapun, tapi semuanya buat kemajuan dan kepentingan negara serta memuliakan kedudukannya dalam kehidupan.
Semoga ulasan dalam tulisan tentang Kartini ini bisa memberikan pengaruh positif dan semangat tersendiri terutama kaum wanita. Jika pembaca termasuk wanita, maka tulisan ini bisa dijadikan tambahan ilmu bagaimana sebenarnya asa Kartini dan bagaimana wanita harus bersikap dalam kehidupannya. Raden Ajeng Kartini termasuk tokoh wanita Indonesia nan bisa menjadi inspirasi wanita dalam memposisikan dirinya di era modern ini.
Raden Ajeng Kartini dan Emansipasi Wanita
Raden Ajeng Kartini sangat erat hubungannya dengan istilah emansipasi wanita. Lantas, apa sebenarnya interaksi Raden Ajeng Kartini dan emansipasi wanita itu? Sebelum lebih jauh membahas interaksi Raden Ajeng Kartini dengan emansipasi wanita, ada baiknya kita ketahui terlebih dulu pengertian dari emansipasi tersebut.
Raden Ajeng Kartini - Pengertian Emansipasi
Emansipasi memiliki arti sebagai usaha dalam memperjuangkan hak maupun kesetaraan derajat. Karl Marx memberikan definisi emansipasi politik dalam esainya nan berjudul "Zur Judenfrage", sebagai kecenderungan derajat warga negara perseorangan dalam hubungannya dengan negara, kecenderungan di depan hukum, tanpa memandang agama, harta benda, atau karakteristik orang perorang pribadi lainnya.
Berbeda dengan Karl Marx, Cora Vreede-de Stuers (2008) mengartikan emansipasi bagi masyarakat timur jauh sebagai upaya penaklukan dari segala determinasi. Sementara, sebagian besar orang mengartikan emansipasi sebagai perjuangan wanita buat mendapatkan kesempatan berprestasi di segala bidang.
Perjuangan emansipasi di Indonesia dimulai oleh seorang wanita keturunan bangsawan bernama Raden Ajeng Kartini. Ia lahir pada 21 April 1879 dari seorang ayah nan bernama Raden Mas Adipati Ario Sosrodiningrat, seorang Bupati Jepara dan Ibunya nan bernama M.A. Ngasirah.
Raden Ajeng Kartini telah membawa perubahan kepada kehidupan kaum wanita. Pada saat itu, hanya wanita keluarga bangsawan saja nan bisa mengenyam pendidikkan. Itupun hanya pada strata level tertentu, tak dapat ke jenjang nan lebih tinggi. Hal ini rupanya mengganggu pikiran Kartini saat itu.
Ia merasakan betapa tak bebasnya seorang wanita, dan betapa tak adilnya perlakuan nan diperoleh wanita. Kartini berpandangan bahwa kaum pribumi tanpa ada disparitas strata, berhak mendapatkan pendidikan, seperti kaum bangsawan.
Para wanita tak seharusnya mengalami keterkungkungan itu. Kartini banyak membaca kehidupan wanita Eropa, tentang kesetaraan, tentang hak akan pendidikan tentang ilmu sosial, dan ekonomi.
Melihat hal tersebut, Raden Ajeng Kartini mengambil konklusi bahwa dia harus dapat melakukan perubahan. Berbagai cara dicarinya menuju perubahan itu. Kartini pun melakukan korespondensi dengan teman-temannya nan berkebangsaan Eropa.
Pemikiran-pemikiran Kartini tentang perubahan dan kesetaraan telah membuat orang-orang Eropa tertarik dan ingin mengenalnya. Begitu pula dengan Kartini nan sangat tertarik dengan kehidupan kaum wanita Eropa.
Kondisi ini menjadikan Kartini bersahabat pena dengan teman-temannya nan berkebangsaan Eropa. Kumpulan surat-suratnya akhirnya dijadikan sebuah buku nan diberi judul Door Duisternis tot Licht.
Rahasia di Balik Perjuangan Raden Ajeng Kartini
Perjuangan Kartini nan sebenarnya perlu kita bahas dan kita ketahui agar kita dapat menyikapi makna emansipasi dengan bijak. Kartini menyampaikan permohonannya dalam surat nan ditujukannya kepada Prof. Anton tertanggal 4 Oktober 1902.
Bunyi surat itu, ”Kami di sini memohon diusahakan pedagogi dan pendidikan perempuan, bukan sekali-kali sebab kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi, sebab kami konfiden pengaruhnya nan besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban nan diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia nan pertama-tama.”
Artinya, kalau kita dapat menyimpulkan apa nan diperjuangkan Raden Ajeng Kartini semata hanya agar tercipta generasi nan lebih baik, sebab pendidikan anak berawal dari pendidikan dalam keluarga. Seorang ibu ialah manusia nan paling banyak berperan dalam membentuk karakter anak. Oleh sebab itu, seorang ibu harus dibekali dengan pengetahuan dan pendidikan nan baik.
Emansipasi nan diinginkan oleh Kartini bukanlah keinginan buat menyaingi kaum pria. Bukan pula emansipasi tanpa batas, melainkan hanya kesetaraan dalam mendapatkan hak pendidikan dan perlakuan nan sama, bukan keterkungkungan seperti nan terjadi saat itu.
Raden Ajeng Kartini - Emansipasi nan Diperjuangkan Wanita Kini
Banyak wanita saat ini menafsirkan perjuangan emansipasi ialah buat memperoleh kesetaraan gender. Emansipasi nan luas tanpa batas nan memberikan ruang kompetisi nan sama, tak hanya dengan mitra jenis melainkan juga kompetisi dengan versus jenis.
Doktor Marwah Daud Ibrahim (1994) menafsirkan bahwa emansipasi nan baik ialah melihat lelaki bukan seteru melainkan mitra seperjalanan. Emansipasi nan sinkron dengan konteks kekinian, artinya tidak sebatas perjuangan mencapai persamaan hak, tapi pada upaya keras buat unggul dalam proses selektifitas.
Seandainya kita lihat kaum wanita sekarang nan berlomba-lomba melakukan perjuangan atas nama emansipasi, rasanya kita akan melihat bukan lagi pendidikan dan perlakuan nan sama nan diperjuangkan. Bukan lagi visi misi Kartini nan tampak, melainkan hanya ego sektoral nan terkadang melampaui batas.
Banyak wanita muda nan memilih jalan nan salah demi mencapai kesetaraan, hingga tak sedikit dari mereka nan akhirnya harus jatuh ke lubang hitam. Ini bukanlah kondisi nan dicita-citakan Raden Ajeng Kartini, bukanlah emansipasi nan terarah, melainkan pemahaman nan salah kaprah akan arti emansipasi.
Dampak pemahaman emansipasi nan tidak terarah ialah munculnya ego-ego kaum wanita, sebab keberhasilan karirnya. Terkadang wanita nan memiliki karir nan lebih tinggi dari suaminya, menjadi bersikap semaunya. Tidak lagi menghargai sosok suami sebagai seorang kepala rumah tangga nan harus dihormati dan dihargai.
Coba kita lihat perkembangan kasus korupsi saat ini. Bukan saja kaum pria nan bisa melakukannya, tetapi tak sedikit kaum wanita nan terjebak di dalamnya. Seolah kaum wanita juga tak mau kalah, tanpa memandang apakah itu perbuatan nan pantas atau tidak.
Tak ada lagi rasa sungkan dan malu, tidak ada lagi keanggunan budaya timur nan tampak. Budaya berdasarkan asas kepantasan. Inikah emansipasi nan kita gembor-gemborkan?
Sungguh sangat disayangkan bila memang demikian. Itu artinya telah terjadi pergeseran nilai-nilai moral manusia, nilai-nilai adat ketimuran.
Raden Ajeng Kartini - Bagaimana Memaknai Emansipasi Masa Kini?
Emansipasi wanita bukanlah hal nan jelek bila kita mampu memaknainya dengan benar, seperti asa nan diperjuangkan Kartini. Raden Ajeng Kartini telah sukses melepaskan rantai nan membuat wanita berada dalam keterkungkungan.
Tugas kaum wanita sekarang hanya melanjutkan dan memanfaatkan apa nan telah diperjuangkan oleh Kartini, agar dapat berperan aktif dalam pembangunan, dalam menciptakan generasi madani nan unggul.
Generasi nan mampu melindungi dirinya dari pengaruh jelek lingkungan dan teknologi. Generasi nan mampu memilah dan memilih, dan generasi nan mampu menciptakan lapangan kerja.
Sudah saatnya kaum wanita tak lagi meributkan masalah emansipasi. Tidak lagi sibuk menuntut lahan-lahan nan bukan wilayahnya. Betapa sesungguhnya tugas wanita sudah sangat berat tanpa ditambah kesibukan-kesibukan tersebut.
Wanita saat ini telah diposisikan pada loka nan mulia dengan tugas-tugas nan mulia, dijaga sedemikian rupa kehormatannya, dilindungi keselamatannya dengan undang-undang, dan dihargai di hadapan publik. Sebuah kondisi nan patut kita syukuri dan kita nikmati.
Banyak hal nan sesungguhnya bisa dilakukan kaum wanita nan belum tentu bisa dilakukan kaum pria. Kodratnya sebagai seorang ibu nan tertempa melalui lika-liku hayati nan timbul dalam rumah tangganya, telah membuat wanita menjadi sosok nan kuat.
Sosok nan mampu memecahkan karang sekeras apapun dengan kelembutannya. Di manapun kita bisa berkarya tanpa melepaskan tanggungjawab kita sebagai seorang ibu, istri, guru, dan sahabat buat suami dan anak-anak.
Demikianlah citra tentang emansipasi wanita dulu dan kini. Emansipasi wanita di era Raden Ajeng Kartini dan era wanita-wanita modern saat ini. Semoga apa-apa nan diuraikan dalam artikel tadi dapat memberikan kegunaan bagi wanita-wanita Indonesia.