Karir Politik Megawati
Siapa nan tak mengenal wanita satu ini. Jika Inggris pernah memiliki Ratu Elizabeth 1, India sangat mengagungkan Indira Gandhi, dan rakyat Pakistan masih terkenang dengan sosok Benazir Bhutto, maka Indonesia memiliki Megawati Sukarnoputri. Selain merupakan anak pertama dari Presiden pertama RI, Sukarno ia ialah sosok presiden wanita pertama di Indonesia.
Sebagai seorang politikus, Megawati menuruti jejak Ayahnya. Dimana sejak kecil kehidupan Megawati tak jauh dari intrik politik dan kekuasaan. Ia bahkan menyaksikan bagaimana Ayahnya diculik dalam peristiwa rengasdengklok, dan didesak buat memproklamasikan kemerdekaan RI.
Kehidupannya menjadi seorang anak Presiden juga tak lantas membuat dia menikmati hayati layaknya seorang putri. Ia harus hayati dengan penuh ketakutan dan pergaulannya dibatasi. Megawati juga menyaksikan bagaimana ayahnya digulaingkan oleh versus politiknya dan dihujat oleh masyarakat.
Sebagai anak mantan Presiden nan saat itu mendapat pandangan tak mengenakan dari masyarakat, harus ia terima dengan tabah. Di mana hal itu kemudian menumbuhkan ambisinya buat terjun dalam global Politik.
Kehidupan Megawati
Dyah Permata Megawati Sukarnoputri lahir dari istri ketiga Presiden Soekarno, Fatmawati nan dahulu berjumpa dengan Sukarno ketika berada dalam pembuangan. kelahiran Bengkulu di mana Sukarno dahulu diasingkan pada masa penjajahan belanda.
Megawati dibesarkan dalam suasana kemewahan di Istana Merdeka. Megawati menjajaki pendidikan SD hingga SMAnya di Perguruan Cikini, Jakarta. Pada tahun 1965 hingga 1967 ia pernah menjadi mahasiswa di Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Karena pendidikan tersebut tak ditempuh hingga selesai, maka pada tahun 1070 hingga 1972, Megawati kembali mencoba buat kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Sejak masih kanak-kanak Megawati tumbuh menjadi gadi nan lincah dan suka bermain bola.
Ia juga memiliki hobi menari nan sering ditunjukkan di hadapan tamu-tamu negara dalam kunjungan ke Istana.Walaupun berada dalam istana nan mewah, tapi masa kecil Megawati sangat terkekang. Sebagai anak presiden maka telatah serta pergaulannya sangat dibatasi.
Walaupun berusaha berteman dengan masyarakat kelas bawah, ia selalu mendapat larangan. Megawati sangat dekat dengan ibunya, ibu Fatmawati. Pukulan pertamanya ialah ketika sang Ibu pergi dari Istana buat berpisah dari Soekarno. Walaupun banyak memberikan kesedihan, tapi kehidupan istana membuat dirinya tumbuh menjadi gadis nan tegar dan terbiasa dengan intrik politik.
Di mana Megawati telah memiliki kepekaan terhadap seluk-beluk politik, dari percakapan dengan sang ayah. Pada saat Sukarno lengser ketika masa Orde Baru, kehidupan Megawati sekeluarga memasuki masa kelam. Di mana hak-hak keluarganya turut dipangkas. Dalam keadaan Sakit, Bung Karno dikucilkan.
Saat itulah Megawati meninggalkan kuliah buat mendampingi ayah nan sedang sakit dan terguncang jiwanya. Megawati pernah menikah muda dengan seorang pilot AURI. Sayangnya, sang suami meninggal dampak kecelakaan pesawat di bahari sekitar Biak, Irian Jaya. Padahal usia megawati masih sangat mudah, bahkan masih dua puluhan dan dalam keadaan hamil.
Ia pun menjadi orangtua tunggal dengan dua orang anak nan masih kecil. Sesaat Megawati pernah menjalin cinta dengan seorang pria asal Mesir. Tiga tahun kemudian, Megawati berjumpa dengan Taufik Kemas nan juga menjadi salah satu penggerak (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan). Pernikahan mereka dilengkapi dengan kelahiran seorang putri bernama Puan Maharani.
Karir Politik Megawati
Ketertarikan Megawati telah ditunjukannya pada saat ia kuliah di Universitas Pajajaran. Di mana ia menjadi salah satu anggota dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Setelah kejadian nan menimpa Sukarno, maka keluarga Sukarno sepakat buat tak ikut masuk dalam kancah politik.
Pada akhirnya kesepakan itu dilanggarnya.
Pada tahun 1986 Megawati mengawali karir politiknya menjadi wakil ketua PDI Cabang Jakarta Pusat. Meskipun terbiasa dalam kehidupan politik, dan merupakan anak manta Presiden RI, Megawati dianggap tak piawai dalam global politik. Banyak versus politik dan rekan nan menganggapnya sebelah mata.
Pada tahun 1987 Megawati ditempatkan oleh PDI sebagai salah satu calon legislatif dari daerah pemilihan Jawa Tengah. Di mana hal itu dilakukan buat mendongkrak suara.Pada akhirnya, Megawati sukses menjadi primadona dalam kampanye PDI dan membuat suarau PDI naik. Di mana ia terpilih menjadi anggota DPR/MPR.
Sifat pendiam Megawati membuat kehadirannya di gedung DPR/MPR tampak tak terasa. Merasa dengan keadaannya nan berada di bawah tekanan, serta kondisi politik saat itu membuat Megawati tak ingin terlihat menonjol. Walaupun di dalam kurang vokal, Meagawati memiliki strategi lain. Ia lebih sering melakukan lobi-lobi politik di luar gedung wakil rakyat tersebut.
Lobi politik nan dilakukannya bersifat silent operation. Dengan strategi politiknya ini, Megawati mulai bersinar di global perpolitikan. Di kondusif oa menjadi Ketua Generik DPP PDI pada tahun 1993. Melejitnya karir politik Megawati membuat pemerintah menjadi terkejut dan merasa tak puas. Dengan ketidakpuasan tersebut, pada tahuin 1996, Megawati didongkel dalam Kongres PDI di Medan.
Di mana Soerjadi terpilih sebagai Ketua Generik PDI. Tidak terima dengan pendongkelan dirinya, Mega pun tak mengakui Kongres Medan. Merasa sebagai Ketua Generik PDI nan sah, Pihak Megawati tetap berusaha mempertahankan kantor DPP PDI. Sayangnya, dengan dukungan pemerintah, Soerjadi mengancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI nan berada di Jalan Diponegoro.
Akhirnya pada Tanggal 27 Juli 1996 orang-orang Soerjadi melakukan tindakan anarkis buat merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Aksi kekerasan nan terkenal sebagai peristiwa 27 Juli ini menewaskan puluhan pendukung Mega. Kejadian itu akhirnya menyebabkan kerusuhan massal di Jakarta, dan membuat banyak aktivis mendekam di penjara.
Akan tetapi, Peristiwa tersebut tak membuat Megawati surut langkah. Ia mengibarkan perlawanan, bahkan memilih jalur hukum walaupun kalah di pengadilan. Hal ini membuat PDI terbagi menjadi dua: PDI pimpinan Mega dan PDI di bawah Soerjadi. Walaupuin pemerintah lebih mengakui Soerjadi menjadi Ketua Generik PDI nan sah.
Akan tetapi massa PDI lebih memihak Megawati.Insiden 27 Juli menjadikan Megawati sebagai menjadi tokoh kuat nan menjadi asa para pendukungnya buat bisa memberikan pembaruan kepada Indonesia. Ketika masa pemerintakan Suharto akan berakhir Megawati bersama Amin Rais, KH Abdurrahman Wahid dan Sultan Hamengku Buwono X, membentuk kelompok Ciganjur.
Di mana mereka mendorong upaya demokratisasi pada penyelenggaraan Pemilu 1999. Walaupun dimenangi oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), sayangnya Megawati gagal menjadi Presiden, dan hanya dapat menjadi wakil Presiden. Pemerintahan Gus Dur membuat banyak ketidakpuasan dari anggota MPR, Mega pun didaulat menjadi presiden.
Gusdur nan baru menjabat selama 2 tahun pun dipaksa buat turun, dan digantikan posisinya oleh Megawati. Kehidupan Megawati penuh lika-liku nan bergulir. Kehidupan masa kecilnya sangat tak menyenangkan. Baik dari rumah tangga keluarga hingga rumah tangga negara. Sebagai wanita, ia harus menyaksikan bagaimana sang ayah memiliki banyak istri, dan sang ibu memilih buat berpisah.
Belum lagi keadaan politik nan membuat jiwanya terancam sebagai putri Sukarno. Akan tetapi hal itu justru membuat Megawati semakin kuat. Megawati seakan membuktikan bahwa seorang wanita juga dapat tumbuh dengan kokoh dan berjuang buat kehidupannya.