Wafatnya Sang Jenderal
Pahlawan itu sangat istimewa. Mereka itu bahkan mungkin ikhlas tidak didiberi predikat pahlawan. Ini sebab mereka melakukan pembelaan terhadap negerinya dengan ikhlas. Pahlawan nasional Indonesia ialah gelar nan diberikan kepada mereka nan memiliki jasa kepada negara Indonesia. Jasa ini khususnya dilakukan dalam rangka merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah. Gelar ini disematkan bagi mereka nan gugur pada saat berlangsungnya perang kemerdekaan, maupun mereka nan gugur pasca kemerdekaan namun memiliki peran besar dalam proses perjuangan bangsa.
Jasa Pahlawan
Salah satu pahlawan nasional Indonesia nan sangat terkenal dan dikenang masyarakat ialah Panglima Besar Soedirman. Beliau ialah salah satu tokoh pejuang nan memiliki dedikasi tinggi dan patut menjadi teladan setiap generasi bangsa Indonesia. Diusianya nan tergolong muda, Jenderal Soedirman teguh dalam pendirian dan terus berjuang dalam keadaan apapun. Sakit nan dideritanya bukan halangan melanjutkan perjuangan. Jiwanya jauh lebih hebat daripada raganya nan terus digerogoti oleh penyakit.
Soedirman ialah sosok pahlawan nasional nan memiliki dedikasi tinggi pada negara. Kecintaannya pada tanah air, mengalahkan rasa cinta pada diri sendiri. Hal tersebut dibuktikannya dengan sikapnya buat tetap memimpin pasukan berperang gerilya selama tujuh bulan dalam kondisi sakit parah. Keyakinan bahwa kemenangan itu tak mudah tapi niscaya didapatkan ialah satu meotivasi nan luar biasa memecut setiap jiwa nan ada di dekat sang Jenderal pertama ini. Ia nan tak mempunyai tubuh gagah perkasa ternyata mempunyai energi raksasa nan membuat anak buahnya rela melakukan apapun nan diperintahkan oleh sang Jenderal.
Inilah satu satu kekuatan nan dicontohkan oleh seorang Soedirman. Ia tidak perlu memerintahkan anak buahnya dengan suara nan lantang dan menggelegar. Ia tidak harus ditakuti oleh anak buahnya. Ia nan mempunyai pandangan dan pemikiran nan jauh ke depan itu memang mempunyai kharisma nan luar biasa. Tubuhnya nan kurus niscaya akan terjatuh bila ditendang sedikit saja. Berdiri dengan tegap pun beliau tidak mampu. Tetapi lihatlah sikap sigap nan ditunjukkan oleh anak buahnya saat ia memeriksa barisan pasukannya. Semua menaruh hormat dan rela berkorban buat pimpinannya. Sang Jenderal Soedirman ialah satu contoh bahwa pemimpin itu hanya harus higienis hatinya. Selanjutnya ia harus rela melakukan banyak hal nan menurut orang lain tidak mungkin dapat dilakukan oleh seseorang nan tidak berdaya secara fisik.
Penyakit paru-paru nan menggerogoti tubuhnya menjadikan salah satu paru-parunya tak berfungsi. Hal itu diperparah dengan tak adanya perawatan nan memadai, sebab selama sakit dirinya harus berpindah-pindah dari satu hutan ke hutan lain. Juga dari satu gunung dan gunung nan lain. Pada saat itu, tak ada obat-obatan nan dapat mengurangi penderitaan akan sakitnya tersebut.
Namun itu tak menghentikan semangatnya buat memberikan dukungan atas perjuangan anak buahnya. Meski pun harus berada di atas tandu, Soedirman selalu berusaha buat dekat dengan pasukannya. Itulah mengapa Soedirman dianggap sebagai salah satu panutan nan layak diteladani sebab lebih mengedepankan dedikasi pada negara daripada memikirkan kesehatan dirinya.
Jasa nan diberikan oleh Jenderal Soedirman ini tak hanya tentang bagaimana seorang prajurit harus bertindak. Ia juga memberikan contoh bahwa keyakinan dan taktik nan canggih itu tetap juga harus dilakukan. Bagaimana ia berjalan dalam barisan berpindah loka melewati hutan dan sungai nan masih begitu lebat pada saat itu. Mereka lebih memilih perang gerilya nan memang sangat cocok dengan kondisi dan situasi saat itu. Taktik perang ini sangat jitu. Terbukti, beberapa kali pihak panjajah Belanda tidak sukses memukul mundur prajurir Republik Indonesia.
Berbagai agresi mengejutkan khas perang gerilya bahkan sering kali membuat para prajurit Belanda kocar-kacir. Jenderal Soedirman nan tahu medan pertempuran dengan baik itu juga mengirimkan mata-mata nan cerdas nan dapat mengetahui kapan dan di mana harus menyerang dan menambah amunisi. Perjuangan nan tulus itu ternyata dirasakan oelh seluruh rakyat Indonesia. Itulah mengapa mereka dengan rela dan ikhlas menampung para prajurit nan kelelahan dan kelaparan. Walaupun mereka menyediakan makanan apa adanya seperti singkongm ternyata makanan itu sangat bermanfaat dan mampu memberikan suntikan energi dan semangat kepada para penjuang bangsa.
Biografi Soedirman
Soedirman dilahirkan di Bodas Karangjati, Purbalingga pada tanggal 24 Januari 1916. Usai menamatkan pendidikannya di Taman Siswa Yogyakarta, Soedirman melanjutkan ke HIK Muhammadiyah, Solo meski tak sampai tamat. Dan ketika Jepang masuk ke Indonesia, Soedirman turut bergabung dengan PETA di Bogor. Selama menjadi anggota PETA, Soedirman dipercaya sebagai Komandan Batalyon di Kroya. Saat itu, dirinya benar-benar memperhatikan dan melindungi anak buahnya saat mereka dianiaya oleh tentara Jepang. Akibatnya, dirinya pernah nyaris dibunuh oleh pasukan Jepang.
Soedirman mempunyai sikap nan sangat perhatian dan jiwa pemimpinnya sangat tampak. Teman-temannya sangat menghormati laki-laki berperawakan kurus ini. Ia sangat cerdas dan mampu membuat taktik perang nan jitu. Jiwanya nan sangat kuat juga membuat anak buah dan para sahabatnya konfiden dengan kepemimpinannya. Rasa percaya ini membuat banyak orang mengikuti Soedirman berperang dalam menghadapi kaum penjajah.
Pasca terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat, Soedirman dipercaya menjadi Panglima Divisi V/ Banyumas dengan pangkat kolonel.Jabatan panglima besar diperolehnya dalam konferensi TKR pada tanggal 2 November 1945. Pangkat Jenderal digenggamnya pada usia 31 tahun dan merupakan jenderal termuda Indonesia pada saat ini. posisi tersebut diperoleh tanggal 18 November 1945 melalui pelantikan presiden. Hal ini merupakan sebuah keistimewaan, sebab pangkat tersebut diperolehnya tanpa harus melalui jenjang kepangkatan sebagaimana lazimnya.
Masa perjuangan memang tak seperti masa tenang dan damai. Kehebatan seorang prajurit dilihat dari bukti konkret di lapangan dan tak melalui apa nan dilakukan melalui jenjang kepangkatan nan normal. Melihat apa nan telah dilakukan oleh seorang Soedirman dalam membela negara, tak mengherankan kalau ia diberi pangkat jenderal. Pada zaman sekarang niscaya akan sangat sulit mendapatkan pangkat jenderal. Pendidikan dan prestasi kerja dan karya harus sangat luar biasa buat dapat mendapatkan pangkat paling tinggi dalam karier seorang prajurit militer itu.
Perjuangannya memimpin pasukan dalam taktik perang gerilya dalam kondisi sakit parah, ialah keputusannya sendiri. Meski pada saat itu, presiden Soekarno sudah memberikan kesempatan kepada panglima Besar Soedirman buat beristirahat di ibu kota saat itu, Yogyakarta. Namun, kesempatan tersebut tak dimanfaatkannya. Soedirman berpikir lebih baik wafat dalam medan pertempuran daripada wafat di atas kasur dan tak melakukan apa-apa. Bukankah setiap nan hayati niscaya mati. Ia ingin menjemput kematiannya dalam syahid. Ia ingin terus berkarya hingga napas terakhirnya keluar dari raganya. Ia ingin wafat dalam perjuangan membela negaranya. Satu sikap nan sangat patriotik. Tidak mudah menemukan orang muda dengan tekad nan begitu membaja seperti nan dimiliki seorang Soedirman.
Hal ini sebab pada saat itu, pemikiran Soedirman sangat dibutuhkan oleh pasukannya. Selain menyumbangkan pemikiran dalam masalah ketentaraan, Soedirman memiliki peran dalam pendirian koperasi. Koperasi ini didirikan agar rakyat tak mengalami bahaya kelaparan. Kecerdasan nan dimiliki oleh Soedirman memang di atas rata-rata. Tidak mengherankan kalau banyak orang nan menaruh hormat kepadanya. Lakukan nan terbaik buat orang lain dan jangan mengharapkan apa-apa dari manusia. Yakinlah bahwa siapa nan memperhatikan mahluk nan ada di bumi, maka ia akan diperhatikan oleh nan ada di langit. Itulah nan tertanam di hati seorang Soedirman.
Wafatnya Sang Jenderal
Kehidupan itu milik Tuhan. Tuhanlah nan menentukan segalanya. Soedirman diberi kesempatan menghirup udara kemerdekaan nan sedikit segar. Ia sempat menikmati penyerahan diri nan seutuhnya dalam balutan sakit nan dideritanya. Ia sempat mendapatkan perawatan walaupun tak sempurna. Ia sempat berjumpa lagi dengan anak dan istrinya. Ia sempat bersama dengan keluarganya beberapa saat sebelum hembusan napasnya nan terakhir keluar. Dalam sakitnya itu, Soedirman tetap memikirkan negerinya. Ia tetap awas dan merasakan perkembangan negeri nan baru merdeka itu.
Meski pun sudah berusaha melawan penyakitnya, Soedirman akhirnya menyerah juga. Soedirman meninggal global tanggal 29 Januari 1950 pada saat berusia 34 tahun. Makam Jendral Besar Soedirman dapat dijumpai di Taman Makam Pahlawan Semaki di kawasan Jalan Taman Siswa, Yogyakarta. Dan sebab dedikasinya inilah gelar Pahlawan Nasional Indonesia pun layak disematkan pada Soedirman.