Tianshi dan Kedok "Penipuan"

Tianshi dan Kedok "Penipuan"

Ketika disebut kata Tianshi , apa nan terbayang di benak Anda? Sebuah nama brand dari bisnis multi level marketing (MLM) dengan ribuan anggota? Bisnis nan menjual produk berbagai suplemen kesehatan? Atau nama dari bisnis nan memberi limpahan insentif dan karir menapaki kesuksesan berupa kebebasan finansial? Semuanya benar.

Karena Tianshi memang merupakan salah satu jenis MLM nan bergerak di pengadaan suplemen kesehatan. Dijalankan dengan taktik MLM, sehingga Tianshi memiliki banyak anggota (member) hingga mencapai ribuan jumlahnya. Tersebar merata di seluruh Indonesia, para member Tianshi punya satu semangat serupa yaitu meraih kebebasan finansial.

Suatu bentuk kesuksesan nan bisa dicapai dalam waktu singkat.
“Change your life, let’s collect money with us. And make your dreams come true.” Demikian slogan nan digadang-gadang oleh Tianshi. Sebentuk impian latif dan bisa menjadi konkret jika bergabung dengan Tianshi.



Tianshi dan Kebebasan Finansial

Kebebasan finansial memang merupakan impian primer dan jadi daya tarik kuat Tianshi. Seperti lazimnya bisnis MLM, kebebasan finansial jadi hal nan selalu didengung-dengungkan. Hanya bedanya, di bisnis Tianshi kebebasan finansial merupakan semangat nan senantiasa disampaikan.
Lalu, kebebasan finansial di Tianshi itu apa? Kebebasan finansial merupakan suatu konsep nan menggambarkan bagaimana seseorang tanpa harus bekerja secara konvensional, ia tetap bisa memiliki pendapatan (uang).

Logikanya seperti ini. Jika seseorang ingin memiliki uang, maka ia harus bekerja. Entah itu sebagai karyawan atau berwirausaha (entrepreneur). Tapi ada suatu kondisi ketika tanpa bekerja pun, orang tersebut tetap bisa menerima uang. Kondisi seperti ini sederhananya disebut sebagai kebebasan finansial oleh Tianshi.

Kebebasan finansial dapat diperoleh dengan jalan berinvestasi. Yakni menanamkan kapital pada suatu jenis usaha tanpa harus terlibat mengurusi usaha tersebut. Seorang investor ialah pemilik modal, dan mendapat laba dari perputaran modalnya. Tapi, bagaimana jika orang itu tidak punya uang banyak nan dapat dijadikan sebagai kapital berinvetasi?

Nah, bisnis Tianshi menawarkan hal ini. Bahwa kebebasan finansial dapat didapatkan dengan jalan lain selain investasi. Apa itu? Yaitu dengan cara membangun jaringan pemasaran atau network marketing . Kebebasan finansial bisa diraih dalam waktu singkat.

Hanya beberapa tahun dengan kapital awal tidak sebesar ketika hendak berinvestasi. Ada pun Tianshi mengunakan pola network marketing dalam pemasaran produknya. Sehingga kalimat nan sering diucapkan kepada para member Tianshi bahwa kita tak lagi bekerja buat uang, tapi uanglah nan bekerja kepada kita, menjadi kenyataan.

Sejatinya, teori meraih kebebasan finansial dengan cara network marketing bukanlah hal baru. Semenjak Robert Kiyosaki memopulerkannya di buku ‘trilogi cash flow’-nya, sejak itu pula konsep kebebasan finansial dengan cara network marketing telah dikenal luas.

Namun, konsep tersebut baru dipahami sebatas wacana atau teori. Masyarakat belum mengerti bagaimana praktik sebenarnya dari network marketing . Di sinilah, Tianshi sebagai bisnis MLM memberikan contoh nyata pelaksanaannya, termasuk bukti kebenaran dari teori nan dipopulerkan oleh Kiyosaki tersebut.



Tianshi dan Kedok "Penipuan"

Tianshi (Tianshi Group) merupakan sebuah perusahaan multinasional dari Cina. Disebut-sebut sebagai salah satu perusahan global nan berkembang sangat pesat. Hanya dalam kurun waktu 10 tahun sejak didirikan (tahun 1993), Tianshi telah memiliki cabang dan jaringan di lebih dari 100 negara. Dan Indonesia termasuk salah satunya.

Awalnya Tianshi bukanlah perusahaan MLM. Tianshi seperti perusahaan pada umumnya yaitu menjual produknya dengan sistem konvensional melalui toko obat. Barulah dua tahun setelah berdiri (1995), Li Jinyuan nan merupakan pendiri Tianshi mengubah sistem penjualannya menjadi network marketing (MLM).

Perubahan ini berdampak positif. Laba nan didapat naik secara signifikan. Dalam tempo singkat, omset penjualan Tianshi mencapai nilai luar biasa. Pada tahun 1996, omset Tianshi sebesar 60 juta Yuan (mata uang Cina). Setahun kemudian, omsetnya membengkak menjadi 2,12 miliar Yuan.

Sungguh suatu prestasi menakjubkan. Tak heran pada tahun 2000, bisnis suplemen kesehatan ini masuk ke dalam 10 besar perusahaan MLM taraf dunia. Tahun nan sama (2000), Tianshi mulai memasuki Indonesia dan membangun jaringannya. Semenjak itu hingga sekarang (2012) dan entah sampai kapan, Tianshi telah memiliki ribuan member nan tersebar di seluruh Indonesia. Omsetnya pun bukan main-main, mencapai angka trilyunan rupiah.

Khusus di Indonesia, keberadaan Tianshi sempat booming pada tahun 2005 dan 2006. Saat itu, di setiap kota besar di Indonesia dipastikan memiliki member Tianshi nan aktif sedang meluaskan jaringan marketingnya. Mereka merekrut sebanyak mungkin orang di sekitarnya buat aktif di bisnis ini. Baik itu keluarga, kerabat, teman sekolah, teman kantor, bahkan orang nan baru dikenal pun, diajak bergabung atau istilahnya diprospek.

Kegigihan dan semangat meluap-luap itu, dalam praktiknya bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, prospek ialah cara efektif dan efisien dalam meluaskan jaringan sekaligus memperbesar nilai omset. Ini sebab prospek merupakan upaya mengajak sebanyak mungkin orang agar menjadi member Tianshi.

Seperti pada umumnya bisnis nan berbasis MLM, semakin banyak orang nan sukses diajak masuk ke dalam jaringan, maka orang yag mengajak tersebut akan mendapat laba makin besar pula. Dihitung dari banyaknya orang nan sukses ia ajak menjadi member. Sehingga banyak dari member Tianshi nan begitu terobsesi hingga hiperbola dalam melakukan prospek.

Di sinilah mulai timbul sisi lain dari bisnis Tianshi, yakni sisi negatifnya. Ketika mulai banyak para member Tianshi nan jadi fanatik dalam mencari calon member (dowline) sebanyak-banyaknya, mereka cenderung melakukan segala hal walaupun itu bertentangan dengan etika dalam global marketing.

Mulai dari mengaburkan fakta atau melebih-lebihkan sesuatu tentang Tianshi, menghina profesi selain di Tianshi, memaksa seseorang secara halus buat bergabung, hingga berbagai tindakan tak simpatik lainnya.
Hal ini kemudian menuai respon negatif dari masyarakat.

Bisnis Tianshi nan awalnya mendapat sambutan gemilang, perlahan tapi niscaya dijauhi sebab image jelek nan dilekatkan kepadanya. Tianshi disebut-sebut menyerupai bisnis MLM lain nan ternyata hanya kedok dari suatu bentuk penipuan. Lebih jauh lagi, gambaran MLM sebagai satu bentuk marketing modern, diragukan kebenarannya.

Lalu, benarkah Tianshi merupakan MLM berkedok penipuan? Bisnis nan berisikan kebohongan sebagaimana nan dituduhkan oleh sebagian masyarakat? Tidak mudah buat menjawab kedua pertanyaan ini. Mengapa? Karena jika melihat dari sejarah Tianshi dan legalitas keberadaannya di Indonesia, tentu saja Tianshi bukanlah MLM bohongan. Karena kalau Tianshi terbukti melakukan penipuan, pastilah keberadaan Tianshi saat ini sudah dilarang.

Namun, jika mencermati bagaimana praktik dari MLM ini, maka ada benarnya asumsi bahwa bisnis Tianshi telah mengarah kepada memberikan janji-janji atau asa palsu. Untuk memikat calon member, banyak hal hiperbola nan diumbar dan tak dapat dinalar oleh akal sehat.

Seperti cerita mengenai mantan pemulung nan semenjak bergabung di Tianshi menjadi punya penghasilan puluhan juta per bulan, memiliki mobil pribadi, rumah mewah dan sebagainya. Cerita-cerita fantastis seperti ini jika dinalar oleh akal sehat, akan sulit buat diterima. Kalau pun ada, pastilah hanya satu dua nan mengalaminya. Tidak ada nan dapat menjamin kesuksesan seperti itu akan dialami oleh semua member sebab bergabung di Tianshi.

Karenanya, keberadaan Tianshi hendaknya disikapi secara proporsional. Bisnis berbasis MLM ini harus dipahami memiliki sisi positif maupun negatif. Mengetahui kedua hal tersebut (sisi positif negatif) akan membuat seseorang bersikap objektif ketika memandang Tianshi.

Ketika bergabung di Tianshi, ia paham betul bahwa tindakannya itu bukan hanya sebab tertarik pada iming-iming janji menggiurkan, tapi murni buat mengembangkan potensi dalam dirinya.

Begitu pula ketika menolak bergabung, ia melakukannya tak disebabkan pengaruh pandangan negatif sebagian masyarakat nan menyebut Tianshi merupakan bisnis MLM berkedok penipuan. Tetapi, ia menolak sebab telah memilih cara lain buat memperoleh kebebasan finansial nan sinkron dengan talenta dan minat dirinya.