Wayang Golek Merambah Televisi
Pertunjukan wayang golek biasanya baru dimulai sejak tengah malam. Pertunjukan wayang golek sering dikatakan sebagai acara puncak dalam sebuah pergelaran. Wayang golek merupakan salah satu bentuk kesenian nan sangat akrab di kalangan masyarakat Sunda. Keberadaan wayang golek semakin memperkaya kebudayaan masyarakat dan Indonesia.
Acara Puncak Hajatan Akbar
Anda niscaya pernah mendengar acara hajatan pernikahan nan berlangsung hingga 7 hari 7 malam. Perhelatan syukuran akbar ini biasanya dilakukan oleh seorang nan memiliki dana lebih. Dapat juga sebab salah satu atau kedua orangtua mempelai merupakan orang nan cukup berpengaruh. Misalnya, pejabat atau kalangan atas lain.
Biasanya, hajatan tersebut dibagi menjadi beberapa sesi hiburan. Misalnya, malam pertama pengajian, malam kedua pertunjukan nan mengundang beberapa penyanyi ternama, dan seterusnya. Nah, pada malam terakhir atau malam ketujuh, wayang golek dihadirkan sebagai pertunjukan pamungkas. Biasanya, wayang golek dipentaskan hingga semalam suntuk.
Wayang Golek di Era Layar Tancap
Dahulu, saat layar tancap masih dijadikan wahana hiburan luar biasa, kesenian wayang golek menjadi salah satu pertunjukan maha agung nan tidak boleh dilewatkan. Pertunjukan wayang golek hampir secara rutin diadakan setiap minggu di sebuah lapangan. Masyarakat pun berbondong-bondong menyaksikan pertunjukan nan diperankan boneka kayu ini. Terutama, masyarakat pedesaan.
Sayangnya, perkembangan teknologi tak seiring dengan perkembangan wayang golek. Perkembangan teknologi malah boleh dikatakan menghilangkan jejak kesenian nan sarat nasihat dan nilai spiritual ini. Semakin banyaknya tontonan nan dianggap lebih mengasyikan membuat orang lebih bahagia menonton film dan teater orang, bukan kayu seperti wayang golek.
Wayang Golek Merambah Televisi
Kemunduran wayang golek sebagai tradisi dan kesenian merakyat telah membuat sebagian orang berpikir kreatif buat menghidupkan kembali seni wayang golek. Wayang golek nan tadinya dipentaskan pada sebuah anjung dan ditonton puluhan, bahkan ratusan, warga dialihmediakan pada layar pertunjukan kaca nan lebih sempit, televisi.
Wayang golek di televisi biasanya tak secara utuh menampilkan tokoh wayang kayu. Pengadegannya dikolaborasikan dengan orang. Hal ini bertujuan buat menghidupkan cerita benda nan tadinya tak hidup. Tokoh kayu nan dimainkan dalang dikomunkasikan dengan manusia. Salah satu acara televisi nan menghadirkan wayang ialah "Pojok Si Cepot" di stasiun TV lokal, STV.
Wayang Orang Era Modern
Jika wayang golek menampilkan tokoh-tokoh dari kayu, wayang orang merupakan seni pertunjukan nan diperankan oleh orang. Sebenarnya, wayang orang lebih mirip dengan seni teater. Namun, isi dan jalan ceritanya sedikit berbeda. Teater mayoritas menampilkan cerita-cerita serius. Sementara itu, wayang orang berisi lelucon sebagai wahana hiburan nan mampu mengundang tawa.
Belakangan ini, sebuah stasiun TV partikelir menampilkan pertunjukan wayang orang nan sangat fenomenal. Hampir setiap orang nan memiliki televisi niscaya tak melewatkan acara tersebut. Acara nan digawangi Parto sebagai dalang tersebut sontak mendapat apresiasi berlebih dari penonton. Ya, "Opera van Java" memang menjadi kenyataan baru perwayangan Indonesia.
Kehadiran tokoh-tokoh unik dan mampu menciptakan lelucon impulsif membuat acara ini semakin diminati. Sule (SOS) bisa dikatakan sebagai ujung tombak OVJ. Ia selalu menghadirkan kelucuan-kelucuan nan diciptakannya secara impulsif dan segar. Tingkah menggelitiknya menjadi semakin komplit dengan kehadiran tokoh lain, yaitu Azis Gagap, Nunung, dan Andre Taulany.
Pesan Dalam Wayang Golek
Dalam penelitian Rizalullah, (2003) Pesan nan berbentuk ceritera nan sering ditampilkan para dalang pertunjukan wayang golek, dan nan disenangi masyarakat penontonnya ialah cerita nan bersumberkan cerita Parwa, Kanda, Babak, meliputi cerita Ramayana dan Mahabarata. Perkembangan cerita nan tak termasuk dalam Parwa disebut Sempalan. Cerita nan dipersiapkan buat pertunjukan di Alun-alun Kota Cimahi ialah "Tiwasna Bangbang Suteja", merupakan sempalan dari Mahabarata.
Ceritera ini menurut seorang dalang prominen Asep Sunandar Sunarya dipersiapkan satu hari menjelang pertunjukan berlangsung, nan syahdan inspirasi dialog, sempal guyon, dagelan, dan permainan wayang, selalu hadir di kala pertunjukan sedang berlangsung secara spontan.
Dilihat dari penyajiannya, "Tiwasna Bangbang Suteja" menyuguhkan sajian nan penuh dengan petuah-petuah nan diselipkan melalui tokoh-tokoh wayang dengan obrolan bahasa nan komunikatif, bahasa masyarakat umumnya disertai banyolan-banyolan dari awal hingga akhir cerita. Inti ceritera ini, menceritakan Bangbang Suteja anak Kresna bertanding melawan Gatotkaca.
Semula Gatotkaca kalah, otot serta tulang-tulangnya hancur tidak berdaya dampak ajian dari Suteja atas donasi Kresna. Namun atas pertolongan para dewa nan disampaikan melalui tangan Semar, akhirnya Gatotkaca bisa hayati kembali dan bertanding buat kedua kalinya melawan Suteja, nan pada akhir cerita Bangbang Suteja tewas dikalahkan oleh Gatotkaca.
Pesan-pesan pada pertunjukan seni wayang golek bukan hanya merupakan susunan ceritera nan benar, namun mempunyai arti-arti nan simbolis nan sangat dalam. Misalnya dalam pola Avatar Wisnu seakan-akan mengajar kepada kita, bahwa pada saat-saat kejahatan merajalela dan telah melampaui batas-batas kemanusiaan, dewata dan kekuatan-kekuatan kebaikan akhirnya akan melawan dan memperoleh kemenangan, sehingga ketenangan tiba.
Tiwasna Bangbang Suteja agaknya mengambil pola cerita Minteraga, yaitu suatu pola ceritera nan memberi citra kepada kita bahwa manusia akan mendapat anugerah dewata setelah ia bisa membuktikan keteguhan hatinya dalam mengabdi kepada kebaikan.
Dalam hal ini, di gambarkan oleh tokoh Gatotkaca. Tiwasna Bangbang Suteja seolah-olah menggambarkan seorang ayah nan tak bisa membendung emosi akan pengaduan dari anaknya sendiri. Dia tak bijaksana, dia lupa akan peradilan dan kebenaran, sehingga tanpa disaring duduk persoalannya langsung percaya dan bahkan membantu anaknya buat bertanding melawan saudaranya sendiri.
Sedangkan Gatotkaca ialah figur satria nan mempunyai keteguhan hati dalam mengabdi kebaikan, sehingga mendapat anugerah dewata berupa pusaka nan diberikan lewat tangan Semar. Pola cerita ini hasil garapan atau fitnah dari dalang Asep S. Sunarya hasil dari perkembangan pola ceritera nan ada.
Apabila dikaitkan dengan isi dari ceritera, bisa dipastikan bahwa tema nan terkandung dalam garapan ceritera ini menunjuk kepada tema kepahlawanan. Sifat kepahlawanan nan dimaksud ialah perwujudan sikap baik/ kebaikan nan diperankan oleh Gatotkaca, dipertentangkan dengan sifat jahat/ kejahatan nan diperankan oleh Bangbang Suteja anak dari Kresna. Ada pesan-pesan nan ditonjolkan disini, yaitu sifat dari Kresna nan cepat terbakar emosinya sehingga berakibat fatal, kehilangan anak kandung serta pasukannya.
Sifat kebaikan dan kejahatan dalam cerita ini diuraikan pula lewat obrolan Semar nan ditujukan kepada anak-anaknya, bahwa kejelekan selalu tumbuh fertile walaupun tak ditanam. Ibarat rumput nan tumbuh di sekitar padi. Rumput ialah sifat buruk nan ada dalam pribadi manusia, iri, dengki, serakah, nafsu jahat, penipuan, dendam, dan lain sebagainya.
Rumput selalu mengganggu pertumbuhan padi, apabila tak disiangi akan tumbuh semakin subur. Sedangkan sifat baik diibaratkan seperti padi nan harus telaten ditanam, dipelihara, dijaga dari segala gangguan hama, sehingga bisa dipetik hasilnya dan berguna bagi kehidupan manusia. Sifat dari padi harus ditanam di dalam jiwa sanubari manusia.
Dalam ceritera pertunjukan wayang golek ini, tema kejahatan terkalahkan oleh kebaikan, selain dimainkan oleh tokoh sentral Gatotkaca dan Bangbang Suteja, dihidangkan pula lewat sajian bentrokan-bentrokan, peperangan antara panakawan Cepot, Udel, Dawala melawan para Balad Buta berupa adu-mulut, baku-hantam, sindiran-sindiran pedas, banyolan-banyolan/ dagelan, serta gerakan-gerakan lucu, porno, dan sedikit jorok.