Menonton Kuda Lumping
Kesenian kuda lumping ialah tarian dengan menggunakan alat atau properti berupa kuda-kudaan. Sang penarinya biasanya akan menari dengan sangat lincah. Dalam kuda lumping ditampilkan atraksi nan cukup ekstrem, seperti memakan pecahan kaca, membuka sabut kelapa dengan gigi, tahan ditembus benda tajam seperti golok.
Tak heran jika kemudian pertunjukan kesenian kuda lumping sering dikaitkan dengan hal-hal nan magis. Bagaimana tidak? Selain mempertunjukkan hal nan ektrem, penarinya pun harus melakukan ritual sebelum tampil.
Hal tersebut membuat penonton kadang berpikir bahwa sang penari bisa menari dengan sangat lincah dan bisa memakan pecahan kaca, disebabkan sebab ritual tersebut. Bahwa sang penari sebenarnya dimasukkan roh, sehingga dia menjadi seperti tidak sadarkan diri ketika menari kuda lumping (kesurupan). Diiringi musik gamelan jawa nan agak menghentak dan sangat khas, semakin memberi unsur magis. Namun, itulah daya tarik dari kesenian kuda lumping.
Sejarah dan Asal Usul Kuda Lumping
Penulis belum menemukan sumber nan tahu persis kapan tarian kuda lumping ada. Beberapa sumber mengatakan, tarian nan bercerita tentang prajurit berkuda ini dimulai pada zaman Pangeran Diponegoro. Tarian ini berupa dukungan para rakyat jelata terhadap Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah Belanda.
Tarian nan atraktif ini tak memerlukan ilmu tari khusus. Namun, para penarinya bisa bergerak kompak. Sang penari bisa menari dengan bebas mengikuti alunan irama musik gamelan. Walaupun sering kali dikaitkan dengan hal-hal nan berbau magis, dan selalu menampilkan hal nan ekstrem, namun pada intinya tarian ini memberi pesan nan sangat baik, yaitu biasanya berisikan imbauan kepada manusia agar senantiasa melakukan kebaikan dan ingat dengan Sang pencipta.
Sedangkan, kelincahannya simbol semangat para pejuang dulu dan atraksi ekstremnya itu simbol kekuatan para nenek moyang kita terdahulu. Bukan hanya semangat saja nan diperlukan buat melawan penjajah, namun kekuatan juga diperlukan.
Tarian kuda lumping ini biasanya ditarikan oleh empat sampai enam orang penari laki-laki nan menunggangi kuda nan terbuat dari anyaman bambu. Mereka menari dengan energik. Tarian ini biasanya terdiri dari empat fragmen, yaitu dua kali tarian buto lawas, tari senterewe, dan tarian begon putri. Terlepas dari hal mistis nan selalu dikaitkan dengan kesenian ini, kuda lumping merupakan kesenian dari budaya Indonesia nan harus senantiasa dijaga dan dilestarikan keberadaannya.
Kesenian nan sering disebut jaran kepang ini merupakan tarian tradisional nan berasal dari tanah Jawa. Tarian ini merupakan representasi sekelompok prajurit nan sedang menunggang kuda dengan media kuda nan terbuat dari anyaman bambu sehingga mudah buat dibawa dan digerakkan.
Berbagai atraksi ekstrem ditampilkan dalam tarian ini, mulai dari gerakan lincah si penari nan memerankan prajurit, kesurupan, kekebalan tubuh, hingga kekuatan magis lain nan sepertinya sulit buat diterima akal logis.
Tarian kuda lumping ini sebetulnya merupakan bagian dari pagelaran tari reog. Tarian nan berasal dari Jawa ini kemudian diwariskan oleh keturunan mereka kepada masyarakat nan tinggal di wilayah luar Jawa, bahkan sampai ke luar negeri.
Tarian nan menggunakan media kuda tiruan ini tak memiliki sejarah nan kuat buat dijelaskan sehingga asal-usulnya masih menjadi perdebatan di kalangan pecinta seni. Ada nan menyebutkan bahwa tarian kuda lumping ini merupakan apresiasi masyarakat atau rakyat jelata terhadap pasukan berkuda nan dipimpin oleh Pangeran Diponegoro saat menghadapi penjajah Belanda, ada juga nan menyebutkan bahwa tarian kuda lumping merupakan refleksi perjuangan para prajurit nan dipimpin oleh Raden Patah dan Sunan Kalijaga saat menghadapi para penjajah Belanda.
Versi lainnya lagi menganggap bahwa tarian kuda lumping merupakan representasi latihan perang nan dilakukan oleh pasukan Mataram buat menghadapi penjajah Belanda, dengan dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono I sebagai Raja Mataram pada saat itu.
Akan tetapi, apa pun nan menjadi asal usul munculnya tari kuda lumping ini, seni tari tersebut merupakan seni nan bukan hanya sebatas hiburan belaka. Ada berbagai nilai filosofis nan dibawanya, dari mulai kesakralan perjuangan para tokoh pahlawan, semangat nasionalisme para rakyat jelata nan mendukung para pejuang, sampai interaksi nan erat antara kuda dengan penunggangnya.
Nilai-Nilai Spiritual dalam Tarian Kuda Lumping
Seperti nan sudah disebutkan di atas, tarian kuda lumping merupakan tarian nan memiliki banyak nilai filosofis sehingga tak heran jika seni tari tersebut dipercaya mampu menimbulkan kekuatan magis di luar kekuatan nalar manusia.
Gerakan tarian nan militan dan bergerak maju dalam tari kuda lumping merupakan refleksi adanya interaksi komunikasi antara manusia dengan alam lain nan dipercaya mampu menggerakkan kuda tiruan tersebut seperti kuda konkret nan digunakan oleh para pejuang pada zaman dahulu saat menghadapi penjajah Belanda.
Beragam atraksi ekstrem diperlihatkan dalam tarian ini sebagai bukti adanya kekuatan supranatural nan mampu menggerakkan manusia pada tataran nan lebih tinggi terhadap nilai-nilai keilahian.
Menonton Kuda Lumping
Walaupun saat menontonnya kadang ada perasaan takut, deg-degan, dan seram, namun hal tersebut tak menyurutkan antusiasme menyaksikan pertunjukan ini secara langsung. Oleh sebab itu, tarian kuda lumping selalu ditampilkan di lapangan terbuka mengingat tariannya nan memang atraktif, membutuhkan ruang nan cukup luas agar si penari bisa menari dan bergerak dengan bebas, dan kadang gerakannya nan di luar dugaan. Kadang mendekati penonton, atau tampak seperti mengamuk-ngamuk.
Yang menariki lainnya, tidak sporadis penonton pun terbawa dengan atraksi tersebut. Secara tak sadar, beberapa penonton akan mengikuti gerakan si penari kuda lumping, ikut menari bersama penari kuda lumping lainnya. Katanya sih, hal tersebut sebab mereka telah terkena roh penari kuda lumping. Oleh sebab itu, hati-hati jika Anda menonton kuda lumping secar langsung. Kecuali, Anda memang ingin merasakan menjadi kuda lumping.
Variasi Tari Kuda Lumping
Sama seperti tarian tradisional lainnya, tari kuda lumping juga memiliki berbagai variasi bergantung pada kultur masyarakat nan menggunakan tarian tersebut sebagai media seni, hiburan, dan ritual.
Di Jawa Timur, seni tari kuda lumping terkenal di beberapa wilayah seperti Nganjuk, Malang, Tulungagung, dan lain sebagainya. Tarian tersebut biasanya dipertunjukkan buat menyambut tamu kehormatan atau dipagelarkan sebagai bentuk rasa syukur sebab telah emndapatkan berkah dari Allah.
Tarian ini pun tak memerlukan ilmu tari spesifik sehingga tak memerlukan peralatan gamelan komplit. Peralatan nan dibutuhkan cukup sederhana, yakni terdiri atas kendang, gong, kenong, dan seruling nan biasa disebut slompret.
Selain itu, ada pula sajak nan dibacakan sebagai pengiring tarian. Sajak-sajak nan dibawakan biasanya berisi imbauan, ajakan, dan peringatan bagi manusia agar senantiasa berbuat baik dan mengingat Tuhan sebagai pencipta makhluk seluruh alam.
Dengan adanya sajak-sajak tersebut, tentu bukan nilai hiburan semata nan didapatkan dari tarian ini. Ada nilai religiusitas nan ditampilkan secara tak langsung sebagai bentuk tingginya taraf spiritualitas masyarakat pada zaman dahulu sehingga mereka percaya pada kekuatan nan ada di luar diri manusia.