Kumpulan Puisi Romantis Chairil Anwar
Dalam perjalanannya sebagai sastrawan, ada banyak karya nan dihasilkan oleh Chairil Anwar. Dan, puisi romantis Chairil Anwar merupakan salah satu kelompok karya tulis nan sangat mengagumkan. Dengan begitu piawainya, Chairil Anwar mampu merangkai kata nan begitu memikat dan menjadikan pembacanya terpikat.
Puisi romantis Chairil Anwar memang salah satu jenis karyanya nan memikat jiwa pembacanya. Hal ini sebab kalimat nan digunakan sangat tepat dan mampu mewakili setiap rasa dan suasana hati pembacanya. Kita bisa mengambil salah satu contoh nan begitu dahsyat, yaitu pada puisi aku. Dengan lugasnya, Chairil Anwar bahwa dia ingin hayati seribu tahun lagi.
Seorang Chairil Anwar nan mengatakan bahwa dirinya ialah binatang jalang, ternyata mampu memikat hati dan jiwa pembaca puisinya. Bahkan banyak penggemarnya nan menggunakan kata-kata perumpamaan tersebut sebagai kondisi dirinya saat harus memberikan kata-kata buat sang kekasih.
Romantisme dalam puisi Penerimaan
Chairil Anwar dilahirkan 26 Juli 1922 di Medan dan meninggal global di Jakarta pada usia 27 tahun, pada 23 April 1949 di Jakarta. Kumpulan puisi Chairil Anwar berjudul Kerikil Tajam dan nan Terhempas , dan Yang Putus (1949), Deru Campur Debu (1949) dan Tiga Menguak Takdir (1950), kumpulan puisi nan terakhir merupakan antologi bersama Asrul Sani dan Rivai Apin.
Sajak-sajak Chairil Anwar juga banyak diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Burton Raffel diantaranya dalam Selected Poems of Chairil Anwar (New York, 1962) dan The Complete Poerty and Prose of Cairil Anwar (New York, 1970). Puisi Chairil Anwar juga diterjemahkan ke dalam bahasa Jerma oleh Walter Karwath dengan judul Feur und Asche (Wina, 1978)
Penerimaan ialah salah satu puisi romantis Chairil Anwar pada bulan Maret tahun 1943. Dalam puisi ini, Chairil Anwar mencoba buat menggambarkan betapa romantis dan sayangnya dia pada sang mantan kekasihnya. Dengan penuh rasa, Chairil Anwar mengungkapkan kepada sang mantan nan ingin kembali padanya, walaupun telah meninggalkannya sebelumnya.
Chairil Anwar secara tegas mengatakan bahwa dia mau menerima jika mantannya mau kembali kepadanya. Sepenuh hati, Chairil Anwar menyatakan hal tersebut kepada sang mantan.
Hal itu sebab Chairil Anwar-pun masih sendiri. Dia belum menggantikan keberadaan sang kekasih dengan kekasih baru. Chairil Anwar ingin menunjukkan betapa dia masih begitu sayang dan cinta serta mau menerima kehadiran nan kekasihnya lagi.
Dalam puisi tersebut dengan tegas Chairil Anwar menyatakan bahwa dia mau menerima sang kekasih walaupun dia sangat tahu bahwa sang kekasih sudah tak seperti dahulu lagi.
Chairil menyadari bahwa sang kekasih telah berbagi hati dan perasaan dengan nan lainnya, seperti kembang nan sarinya sudah terbagi. Tetapi dengan penuh ketegaan hati, Chairil Anwar bersedia menerima sang kekasih apa adanya.
Simbol Romantisme nan Tegas
Bahwa sebenarnya, Chairil Anwar ialah sosok nan sangat romantis. Hal ini bisa kita lihat dari beberapa puisinya nan jelas-jelas mengumbar perasaan buat sang kekasih dan orang-orang nan dicintainya.
Dia tak berusaha buat menutup-nutupi segala hal nan dirasakan dalam dirinya. Dia selalu berusaha blak-blakan dalam setiap pembicaraan terkait dengan rasa dan hati.
Jangan tunduk! Tentang saya dengan berani . Ini merupakan bentuk romantisme seorang Chairil Anwar buat sang kekasih nan diharapkan bisa bersikap tegas terhadap rasa dan hatinya. Tentangan mata nan mengandung rasa dan hati jelas menggambarkan betapa hati mereka sahih benar siap buat tertaut sepenuhnya.
Dan, pada akhirnya, seorang Chairil Anwar bersiap menerima sang kekasih dengan sepenuh hati. Dia berharap menerima sang kekasih secara utuh tanpa memperdulikan segala hal nan sudah pernah dilakukan oleh sang kekasih.
Tetapi, satu hal nan ingin diutarakan oleh seorang Chairil Anwar dalam puisi Penerimaan ini, bahwa dia mau menerima sang kekasih kembali, tetapi hanya buat dirinya sendiri karena seorang Cahiril Anwar itu enggan berbagi buat semua nan terkait dengan rasa, bahkan termasuk kepada cermin.
Puisi romantis Chairil Anwarmemang cukup banyak dalam rentangan produktivitas kepenulisannya. Dan, setiap puisi romantis Chairil Anwar merupakan pengejahwantahan hati sang Chairil Anwar. Coba Anda pahami betapa romantisnya sang Chairil Anwar dalam setiap puisinya. Duh.. indahnya cinta terasa sekali.
Kumpulan Puisi Romantis Chairil Anwar
Aku
Kalau sampai Waktuku
Kumau tidak seorang pun kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya nan terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bias kubawa berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan saya akan lebih tak perduli
Aku mau hayati seribu tahun lagi
Maret, 1943
Puisi di atas menggambarkan semangat dan pemberontakan terhadap sesuatu di luar dirinya dan dia ingin hayati bebas tanpa terikat anggaran layaknya binatang jalang nan bias mengekspresikan dirinya seluas mungkin.
Doa
Tuhanku dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
Memngikat kau penuh seluruh
Cahyamu panas suci
Tinggal kerdip lilin di kelas sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di pintumu saya mengetuk
Aku tidak bias berpaling
Puisi tersebut termasuk dalam genre realisme nan mengungkapkan curahan hati kepada Tuhan dengan mengunakan ungkapan-ungkapan apa adanya tak hiperbola atau lebay . Metafora nan digunakan pun selalu ada kaitannya dengan kelogisan maksud penyair. Misalnya, "Kerdip lilin di kelas sunyi," hal itu melambangan sesuatu nan sangat berarti.
Hampa
Kepada Sri
Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
***
Doa
K epada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
saya hilang bentuk
remuk
Tuhanku
saya mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu saya mengetuk
aku tak dapat berpaling
***
Sajak Putih
Bersandar pada tari rona pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu bunga mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tak membelah...
***
Senja Di Pelabuhan Kecil
Ini kali tak ada nan mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, bahtera tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan dapat terdekap
1946
***
Cintaku Jauh Di Pulau
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole untuk si pacar.
angin membantu, bahari terang, tapi terasa
aku tak 'kan sampai padanya.
Di air nan tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan bahtera ke pangkuanku saja,"
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu nan bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia wafat iseng sendiri.
1946
***
Malam Di Pegunungan
Aku berpikir: Bulan inikah nan membikin dingin,
Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?
Sekali ini saya terlalu sangat bisa jawab kepingin:
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!
1947
***
Yang Terampas Dan Yang Putus
kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia nan kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan saya dapat lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan nan bergerak lantang
tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
***