Dukungan Keluarga dan Para Garda Depan
Moral nan Menurun
Perasaan dan afeksi orangtua ke anak itu memang unik. Ada nan mengatakan bahwa afeksi orangtua kepada anaknya luar biasa. Kenyataannya banyak juga orangtua nan mencampakan anaknya. Apalagi ketika sanga anak dianggap mengecewakan. Anak-anak dibiarkan hayati sendiri dan orangtua juga tak terlalu peduli. Bahkan ada ayah nan memperkosa anak kandungnya hingga dua kali. Sang anak terkena penyakit raja singa selama beberapa bulan sebelum akhirnya menghembuskan napasnya nan terakhir.
Orangtua nan meminta hadiah dari anaknya juga banyak. Ketika anak tidak mampu memberikan hadiah itu, orangtua sangat kecewa sehingga tak mau menegurkan anaknya lagi. Orangtua nan mengancam anaknya juga ada. Kalau sang anak tak mua mengikuti kehendak orangtuanya, si anak tak akan diberi makan. Tingkah pola orangtua terhadap anak ini sangat beragam. Kalau dikatakan orangtua banting tulang, peras keringat demi anaknya, juga tak salah.
Banyak orangtua nan berkorban segalanya demi sang anak. Bahkan ada anak nan dimanja sedemikian rupa sehingga hingga menikah dan punya anak, ia tetap di bawah ketiak orangtuanya dan orangtua tak dapat berbuat apa-apa. Anak tersebut tetap dibiayai sebab memang menjadi anak kesayangan. Sedangkan anaknya nan lain hanya dapat gigit jari. Mau minta donasi selalu ditolak. Anak nan di bawah ketiak itu dengan leluasa mengambil harta orangtuanya dan akan mengamuk kalau tak diberi.
Orangtua nan tidak berdaya dalam ketidakadilan terhadap anak-anaknya juga tak sedikit. Kenyataan ini bukannya akhirnya menapikan tak ada lagi cinta sejati orangtua kepada anak-anaknya. Romansa nan begitu tulus itu banyak ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak sporadis terlihat anak tiri atau anak angkat nan tak pernah menaydari kalau ia tak tinggal dengan orangtua kandungnya. Ia merasa nyaman dan merasa mendapatkan cinta nan sesungguhnya dari orangtua nan selama ini menjaga dan memberinya perlindungan.
Ia tak merasa mendapatkan perbedaan. Cinta nan dirasakannya benar-benar cinta nan sesungguhnya. Cinta kepada kehidupan manusia nan tak membedakan apapun termasuk fisik dan rupa. Mereka disambut dengan cinta, dibesarkan dengan cinat, diajak berkomunikasi dengan cinta. Cinta seolah menjadi bahasa hati nan tak akan mampu membuat hati menjadi membenti. Bagi orangtua nan mau belajar menerima dan bersabar dengan amanah nan dianugerahkan Tuhan kepadanya, cinta ini akan membukakan hati.
Kisah Cinta Sesungguhnya
Beruntunglah Tuhan masih membuka hati orang-orang buat bergerak dan menyelamatkan anak-anak teraniaya seperti nan dilakukan keluarga Badawi di Bandung. Dengan puluhan anak asuh pernah pasangan Ahmad dan Yuli Badawi ini lakukan, ditambah anak-anak nan diasuh sejak bayi dan dibesarkan di rumahnya sendiri. Sungguh perlu hati besar buat menebar cinta sejati kepada anak-anak malang itu, terlebih sebab Ahmad dan Yuli juga memiliki beberapa anak kandung.
Lalu bagaimanakah kita bisa memberikan cinta sesungguhnya pada anak-anak terlantar nan mungkin hendak kita asuh namun ragu akan kemampuan diri secara psikologis. Ada baiknya kita tiru cara Yuli Badawi seperti nan ditulis di buku Rumah Seribu Malaikat dalam global pengasuhan anak angkat. Kisah ini ialah kisah kepasrahan umat kepada Tuhannya. Ia konfiden ada nan memberi rezeki dan ia konfiden bahwa tuntunan itu sahih sehingga ia terus menjalankan apa nan telah ditetapkan sebagai hukum.
Keteguhan Hati dan Kepasrahan Pada nan Kuasa
Tidak boleh mengeluh, tak boleh minta sumbangan, dan memberikan fasilitas nan sama dengan anak kandung. Itulah prinsip primer Yuli Badawi dalam membesarkan anak-anaknya. Betapa tidak, Yuli dan suaminya tak hanya mengasuh empat anak kandung, mereka bahkan pernah mengasuh tiga bayi sekaligus. Sedangkan umur mereka pun juga tak bisa dikatakan masih muda. Tenaga nan mereka miliki seolah tersiran air afeksi dari Tuhan sehingga mereka tidak pernah merasa menyesal dengan keputusannya.
Apalagi kondisi terakhir Yuli Badawi saat melahirkan anak terakhir mereka, Salsa, nyawanya hampir melayang. Namun apa mau dikata, sempat menolak empat bayi berturut-turut, mereka tidak mampu menolak bayi nan kelima. “Mungkin Allah swt. Memang menakdirkan kita buat mengurus bayi ini,” begitu kata Yuli saat meminta izin suaminya. Suami nan baik itupun tidak kuasa menolak ketika menatap mata bayi nan begitu pasrah kepada keadaan.
Semulia apa pun sebuah perbuatan, tetapi jika suami tak mengizinkan maka tidak akan secuil cinta sejati nan bisa menjadi berkah bagi anak-anak asuh mereka. Oleh karena itu, walau hati Yuli amat tak tega melihat bayi-bayi nan ditinggalkan begitu saja apalagi dalam kondisi memprihatinkan, beliau tetap bertanya pada suaminya. Istri nan baik ini memang mengharapkan restu suami. Tanpa adanya restu suami, pekerjaan itu tak akan berjalan dengan baik dan menenangkan. Adanya hati nan tenang ialah juga sumbangan dari hati suami nan rela.
Pasangan Ahmad dan Yuli Badawi bukanlah keluarga kaya. Yuli menjadi guru pada sebuah SMU di Bandung dan Ahmad Badawi memberi pelatihan haji pada para calon jamaan haji. Jika dihitung-hitung nyaris tak mungkin mereka bisa membesarkan keluarga nan begitu besar. Namun, kepasrahan hati pada Allah swt, rezeki pun tak salah sasaran. Baik besar maupun kecil, apa pun nan mereka dapatkan selalu disyukuri.
Perjanjian Dengan Orangtua Kandung
Sering sekali terjadi perubahan emosional pada seseorang nan hamil di luar nikah lalu melahirkan seorang bayi nan kemudian ditinggalkan begitu saja. Begitu kondisinya sudah dirasa aman, orang itu akan meminta bayi nan telah diasuh oleh Yuli sebab merasa bersalah.
Hal seperti ini sangat dihindari oleh Yuli. Yuli berprinsip bahwa anak-anak nan mereka asuh baru boleh kembali pada orangtuanya ketika berumur di atas 9 tahun. Hal ini dikarenakan faktor psikologis sang anak. Periode 0—9 tahun ini ialah periode krusial dalam memberikan pendidikan dasar pada seorang anak.
Ahmad dan Yuli berusaha keras mendidik anak-anak mereka sebaik mungkin, sehingga risi jika anak asuh mereka berpindah tangan di usia nan belum cukup akan terjadi kebingungan pola asuh. Apalagi cenderung orangtua mereka merasa bersalah dan malah memanjakan dan bukannya memberikan cinta sesungguhnya pada anak-anak mereka.
Oleh karenanya dirasa perlu bagi Yuli Badawi buat membuat surat perjanjian di atas materai dengan orangtua nan bersangkutan jika memang ada nan bertanggungjawab terhadap bayi tersebut. Salah satu isinya, anak-anak asuh berhak dikunjungi oleh orangtua kandungnya namun baru boleh kembali pada orangtua kandungnya ketika sudah berusia sembilan tahun. Jika perjanjian dilanggar, Yuli berhak memperkarakannya di ranah hukum.
Dukungan Keluarga dan Para Garda Depan
Salah satu nan luar biasa dari keluarga ini adalah, selain Ahmad dan Yuli Badawi, anak-anak kandung mereka pun sangat antusias menerima malaikat-malaikat kecil di rumah mereka. Anak pertamanya bahkan sengaja tak melanjutkan kuliah sebab ingin segera bekerja buat membantu finansial kedua orangtuanya dalam mengurus anak-anak asuh.
Mereka juga tak pilih kasih. Bahkan cinta Salsa sudah terlihat sejak balita sebab menyayangi dan merindukan setiap bayi baru nan datang ke rumahnya seperti adiknya sendiri. Karena Ahmad dan Yuli sama-sama bekerja, para pengasuh alias garda depan sangat dibutuhkan dalam mengasuh anak-anak mereka. Para pengasuh ini bukan sembarang pengasuh, mereka sudah dianggap keluarga sendiri. Yuli telaten mendidik para pengasuh agar mampu mengayomi anak-anak menjadi berdikari bukan sebaliknya.
Dan usahanya berhasil, mereka semua betah tinggal di sana walau harus mengurus banyak anak. Yuli sukses membuktikan bahwa cinta sejati pun bisa dipupuk. Ada banyak sekali nan bisa diambil dari cara Yuli Badawi menebar cinta tulus bagi anak-anak asuhnya. Jika Anda sempat berjumpa dengannya, Anda bisa merasakan kacamata Yuli Badawi nan memandang segala sesuatu dengan positif. Semoga kita semua bisa tertular.