Alat Musik Karo: Gung

Alat Musik Karo: Gung

Setiap daerah di nusantara memiliki karakteristik khas kesenian tradisional; termasuk alat-alat musiknya nan khas. Karo pun memiliki jenis kesenian dan alat musik nan khas. Kesenian khas Karo mengenal jenis ansambel musik Gendang Lima Sedalanen, nan memainkan secara perkusi lima alat musik Karo .

Alat musik dalam musik gendang lima sedalanen tersebut ialah sarune (aerofon), gendang singanaki (membranofon), gendang singindungi (mebranofon), gung, dan gung penganak. Nama "gendang lima" merujuk pada jumlah instrumen nan digunakan. Sebab, ada juga kesenian lain bernama Gendang Telu Sedalanen nan terdiri dari tiga insrumen musik, yakni kulcapi (melodi), keteng-keteng (ritmis), dan mangkuk mbentar (harmonis, tempo).

Gendang Lima Sedalanen dimainkan buat mengiringi upacara-upacara adat semisal pernikahan,pesta panen, dan sebagainya. Pada saat semacam itu, Gendang Lima Sedalanen dimainkan oleh pemain-pemain musik nan berpakaian adat khusus. Dalam tradisi Karo, mereka disebut Sierjabaten atau penggual .

Sierjabaten memiliki posisi sosial eksklusif sebab fungsi mereka nan sangat vital bagi kesempurnaan upacara adat. Posisi sosial tersebut dipengaruhi oleh keahlian mereka dalam memainkan alat musik. Semakin tinggi keahliannya, semakin tinggi pula posisinya. Uniknya, sierjabaten memiliki nama-nama sendiri semacam julukan, sinkron dengan keahlian mereka dalam memainkan alat musik tertentu. Misalnya, pemain sarune dijuluki pasarune , pemain gendang disebut penggual , dan pemain gung disebut simalu .

Kesenian gendang lima sedalanen dilengkapi oleh tiga jenis alat musik tradisional Karo nan dimainkan secara bersamaan sehingga menghasilkan nada latif nan khas. Ketiga alat musik tersebut ialah sarune, gendang, dan gung.



Alat Musik Karo: Sarune

Fungsi sarune ialah membawakan melodi lagu dalam ensambel gendang lima sedalanen. Sarune termasuk dalam jenis alat musik aerofon. Bentuknya seperti konis dan biasanya terbuat dari kayu mahoni. Alat musik ini terlihat unik, terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut:

  1. Anak sarune; terbuat dari daun kelapa dan pipa-pipa kecil diameter 1 milimeter dan panjangnya 3 - 4 milimeter. Untuk membuat anak sarune, dipilih daun kelapa nan tua dan kering. Daun tersebut kemudian dibentuk menjadi 2 lembar segitiga. Salah satu sudutnya diikatkan ke pipa-pipa kecil.

  2. Tongkeh sarune; terbuat dari timah nan berfungsi menghubungkan anak-anak sarune. Panjang tongkeh sarune sama dengan jeda satu lubang nada dengan lubang nada lainnya di lubang sarune.

  3. Ampang-ampang sarune; terbuat dari tulang, tempurung, atau perak, dengan bentuk melingkar berdiameter 3 cm dan ketebalan 2 milimeter, ditempatkan pada embulu sarune. Ampang-ampang berfungsi sebagai loka meletakkan bibir saat sarune ditiup.

  4. Batang sarune, ialah bagian berbentuk konis nan terbuat dari kayu dan memuat lubang nada. Terdapat delapan lubang nada pada batang sarune; tujuh di depan dan satu di belakang. Jeda antar lubang ialah 2 cm. Jeda lubang harus diperhatikan agar nada nan dihasilkan enak didengar.

  5. Gundal sarune, terbuat dari bahan nan sama dengan batang sarune. Bentuknya barel di bagian dalam dan konis di bagian luar, diletakkan di bagian bawah batang sarune. Panjang gundal sarune tergantung panjang batang sarune, biasanya perbandingannya ialah 5: 9.



Alat Musik Karo: Gendang

Fungsi gendang buat membawakan ritme lagu nan dinyanyikan, atau alat musik ritmis. Gendang pada alat musik Karo tak dipukul menggunakan tangan telanjang melainkan menggunakan tongkat (stik) pemukul. Alat musik ini termasuk alat musik membranofon konis ganda dengan 2 buah tongkat (stik) sebagai pemukul. Gendang nan digunakan dalam gendang lima sedalanen terdiri dari dua gendang, yakni gendang singanaki (anak) dan gendang singindung (induk). Kedua gendang ini tampak sama. Perbedaannya terletak pada ukurannya serta tambahan bagian gerantung pada gendang singanaki. Disparitas tersebut menciptakan gambaran estetis musikal nan berbeda.

Sebuah gendang terdiri dari badan gendang, tutup gendang, tali gendang, dan alat pukul. Badan gendang terbuat dari bambu dan diberi epilog dari kulit napuh (kancil) nan dipasang ke bingkai bambu penampang gendang. Kulit itu diikat dengan tali dari serat kayu pohon nangka. Alat pemukulnya berupa stik (tongkat) nan terbuat dari kayu jeruk purut. Ukuran panjang sebuah stik atau pemukul gendang ialah 14 cm.



Alat Musik Karo: Gung

Gung termasuk dalam kelompok musik idiofon, dan berfungsi memberi sentuhan harmoni pada pergelaran gendang lima sedalanen. Alat musik ini terbuat dari logam, digantung seperti gong pada gamelan, dan dimainkan dengan cara dipukul. Logam nan digunakan buat membuat gung biasanya tembaga. Bentuknya bundar dan memiliki pencu di bagian tengahnya. Pemukul gong terbuat dari kayu nan dilapisi karet.

Ada dua gung nan digunakan dalam pertunjukan gendang lima sedalanen, yaitu gung dan penganak gung. Penganak gung bentuknya lebih kecil dari gung. Sebuah gung penganak berukuran diameter 15,6 cm dengan pencu sebesar 4 cm; adapun sisi lingkarannya memiliki ketebalan 2,8 cm. Sementara itu gung ialah alat musik nan lebih besar. Diameternya 65 cm dan diameter pencunya 15 cm; sisi lingkarannya setebal 10 cm. Pemukul gung dan penganak gung sama-sama terbuat dari kayu berlapis karet.



Pudarnya Pesona Alat Musik Karo Gendang Lima Sedalanen

Gendang lima sedalanen dikenal juga dengan julukan gendang kematian. Ritual gendang kematian menggunakan seperangkat alat musik gendang lima sedalanen sudah dilakukan secara turun temurun sejak dahulu. Pertunjukan gendang lima sedalanen bagi masyarakat Karo bukan sekadar pertunjukan musik tradisional, melainkan sebuah bentuk spiritualitas nan memiliki makna filosofis mendalam.

Sayangnya, kini pesona gendang lima sedalanen mulai pudar. Masyarakat tradisional perlahan-lahan mulai meninggalkan ketradisionalannya; termasuk dalam hal spriritualitas dan bermusik. Gendang lima sedalanen nan dahulu begitu bersahaja dan bermakna dalam kini mulai ditinggalkan. Karena alasan kepraktisan dan alasan ekonomi, sebagian masyarakat Karo menggantikan keberadaan seperangkat gendang lima sedalanen dengan alat musik keyboard dalam melaksanakan ritual gendang kematian. Ini ialah sebentuk persinggungan antara nilai-nilai tradisional dan kehidupan sehari-hari nan erat dengan modernitas.

Idealnya, seni tradisional seperti alat musik tradisional Karo ialah cerminan pendalaman dan pengalaman kehidupan sehari-hari masyarakat Karo. Dengan meninggalkan ritual dan alat musiknya, dapat diartikan bahwa suatu suku bangsa mulai menanggalkan bukti diri lamanya sebagai masyarakat tradisional dan mulai mengenakan bukti diri baru sebagai masyarakat modern nan homogen.

Terkikisnya budaya tradisional bukan hanya menimpa gendang lima sedalanen. Di beberapa wilayah lain di Indonesia, kesenian tradisional dan alat musik tradisional dianggap terlalu kuno, tak relevan, bahkan merepotkan bagi sebagian masyarakatnya. Pergumulan dengan arus globalisasi-dan westernisasi-meluluhlantakkan karisma kesenian tradisional. Pergumulan tersebut hanya memberi dua pilihan terhadap seni tradisional: mengalah dan mundur atau beradaptasi dan berakulturasi. Beberapa kesenian tradisional mampu beradaptasi dengan seni pada masa ini sehingga masih bertahan dan diminati. Bagaimana dengan gendang lima sedalanen?

Setidaknya itulah nan akan terjadi sampai masyarakat dengan kebudayaan berbeda mulai merasa tertarik dengan kesenian tradisional kita dan 'merebutnya' dari 'gudang' kesenian kita nan berdebu sebab lama tidak disentuh. Itulah nan terjadi pada beberapa kesenian dan alat musik tradisional tanah air. Akankah alat musik Karo mengalami hal nan serupa?