Sistem Pemerintahan dalam Kebudayaan Minahasa
Minahasa ialah salah suku di Sulawesi. Kebudayaan Minahasa cukup unik buat dipublikasikan ke global internasional. Sebuah kebudayaan nan kaya dengan kearifan rona lokal, nan masih bertahan sampai saat ini. Ternyata, kebudayaan Minahasa mempunyai corak nan sama dengan kebudayaan masyarakat nan ada di Filipina.
Sebagian dari Anda mungkin bingung, mengapa corak kebudayaan Minahasa dapat serupa dengan kebudayaan Filipina.Kesamaan dua budaya nan berasal dari dua negara itu niscaya tak terjadi secara kebetulan dan dalam waktu nan singkat.
Percampuran atau persinggungan antara kebudayaan Minahasa dan kebudayaan Filipina terjadi sebab proses nan cukup lama. Sebuah proses akulturasi budaya nan terjadi di antara keduanya.
Indonesia dan Filipina sama-sama merupakan negara nan memiliki nilai kearifan lokal nan cukup tinggi. Dua negara di kawasan tersebut hingga kini masih sama-sama menjaga kebudayaannya masing-masing. Begitupun dengan kebudayaan Minahasa nan memiliki kemiripan dengan kebudayaan Filipina.
Secara fisik, jika diperhatikan, kedua negara ini memang terlihat sama. Khas dengan bentuk muka nan bulat dan rona kulit nan sawo matang. Kecenderungan itupun ternyata dimiliki oleh kebudayaan dari dua belah negara, kebudayaan Indonesia nan diwakili oleh kebudayaan Minahasa dan kebudayaan Filipina itu sendiri.
Sebagai sebuah negara nan kaya akan berbagai etnis, kebudayaan Minahasa menyumbangkan satu lagi keunikan tersendiri bagi kebudayaan nusantara. Kekayaan nan dimiliki oleh kebudayaan Minahasa menambah nilai bagi kehidupan masyarakatnya, sebuah nilai tentang estetika nan berasal dari warisan leluhur.
Masyarakat pelaku kebudayaan Minahasa ialah mereka nan tinggal di kawasan semenanjung Sulawesi Utara. Wilayah ini memiliki empat daerah utama, yaitu Bolaang Mongondow, Gorontalo, Minahasa, dan kepulauan Sangihe dan Talaud.
Dalam kebudayaan Minahasa, penduduknya dibagi menjadi delapan kelompok masyarakat subetnis, terdiri dari masyarakat subetnis Tounsea, Toumbulu, Tountemboan, Toulour, Tounsawang, Pasan, Panosakan, dan Bantik. Masyarakat subetnis ini memiliki bahasa nan berbeda.
Secara umum, dalam kebudayan Minahasa, bahasa nan digunakan buat berkomunikasi dengan masyarakat nan berbeda subetnis ialah bahasa Malayu Manado. Bahasa Malayu Manado ini jugalah nan menghubungkan masyarakat Minahasa dengan masyarakat dari luar Minahasa.
Kebudayaan Minahasa dan Filipina
Kebudayaan Minahasa disinyalir memiliki corak nan sama dengan kebudayaan masyarakat Filipina. Menurut fakta penyelidikan kebudayaan para antropolog, penyebab terjadinya hal itu ialah sekitar abad ke-16 orang-orang Filipina hijrah ke pulau Sulawesi dan mengadakan perdagangan nan akhirnya membentuk koloni dan membaur dengan masyarakat setempat. Kaum pendatang sendiri di Minahasa disebut kaum Kuritis dan kaum Lawangirung nan memiliki ciri-ciri berambut keriting dan berhidung pesek.
Penduduk orisinil Minahasa sekaligus pelaku dari kebudayaan Minahasa disebut dengan kaum Malesung nan terdiri dari Tonsea, Tombolu, Tompakewa Tolour, Bantean, Tongsewang, dan Suku Bantik. Mereka mempunyai bahasa daerah masing-masing.
Bahasa daerah nan masih digunakan dalam kebudayaan Minahasa sampai sekarang ada sekitar enam bahasa, yaitu bahasa Tontemboan, bahasa Tombolu, bahasa Tonsea, bahasa Tondano, bahasa Bantik, dan Bahasa Tonsawang (yang lebih mirip bahasa Melayu) sebab suku Sawang merupakan suku Melayu.
Orang-orang Minahasa mempunyai ikatan darah nan cukup kuat dengan orang Filipina dan orang Jepang. Mereka sama-sama berkerabat dan keturunan bangsa Mongol nan tinggal di daratan Cina. Hal itu bisa kita liat dari mata mereka nan agak sipit, rambut mereka nan lurus lembut, tulang pasar mereka nan agak rata, dan berhidung pesek juga kulit mereka nan kuning cokelat. Takheran jika kebudayaan Minahasa kemudian memiliki sedikit kecenderungan dengan kebudayaan dua negara itu.
Kemiripan antara kebudayaan Minahasa dan kbudayaan Filipina terlihat dari berbagai segi kehidupan, terutama bahasa. Keenam bahasa nan masih digunakan sampai sekarang masih serumpun dengan bahasa Tagalog di Filipina. Oleh sebab itu, jangan heran jika ada beberapa kosakata dalam bahasa Tonnsawang nan notabene bahasa Melayu juga mengadaptasi bahasa Tagalog di Filipina.
Menurut mitos nan menyebar di sana dikatakan bahwa nenek moyang orang Minahasa ialah Opo Toar dan Opo Lumimuut nan mempunyai cerita dengan berbagai versi. Dan ternyata, versi-versi cerita tersebut juga menyebar di Filipina sebagai cerita rakyat. Kecenderungan kebudayaan Minahasa dan Filipina seperti sudah mengakar. Sebuah legenda masyarakat pun menjadi "pemersatu" kebudayaan nan dimiliki oleh mereka.
Kebudayaan Minahasa - Kepercayaan Suku Minahasa
Salah satu bentuk dari kebudayaan Minahasa ialah sistem kepercayaan masyarakat setempat. Bentuk dari kepercayaan dari suku Minahasa ialah warisan budaya nan luhur nan masih dipertahan sampai sekarang. Hal ini bisa kita lihat dari bentuk rumah mereka. Rumah adat Minahasa merupakan rumah kayu dalam bentuk anjung nan terdiri dari dua tangga di depan rumah.
Menurut kepercayaan mereka, peletakan tangga tersebut buat melinglungkan roh dursila nan akan masuk ke dalam rumah. Jika ada setan masuk dengan tangga nan satu maka dia akan turun kembali dengan tangga nan satunya lagi. Kebudayaan Minahasa tersebut masih terlihat hingga kini.
Dalam kepercayaan orang Minahasa, ada beberapa istilah nan digunakan buat menyebut para pembuka agama. Misalnya, dalam golongan Makasiow pembuka agama disebut Walian atau Tonnas. Sedangkan golongan Makatelu pitu disebut pengatur atau pemerintah desa. Mungkin kepala desa atau kepala suku buat lebih jelasnya. Kebudayaan Minahasa merangkum itu semua.
Dalam kebudayaan Minahasa, Walian atau Tonas terdiri dari sembilan orang nan merupakan pengatur ekuilibrium alam dan global spiritual. Sedangkan Tonas bertugas memerintah masyarakat nan mengatur interaksi sesama manusia.
Sistem Pemerintahan dalam Kebudayaan Minahasa
Dalam kebudayaan Minahasa nan sangat demokratis, tak pernah terbentuk kerajaan. Kepala pemerintah ialah kepala keluarga nan disebut Padean Tua atau patuan. Patuan atau panutan merupakan orang nan dituakan dan dianggap paling bijak dalam mengambil keputusan.
Mereka para pelaku kebudayaan Minahasa akan merundingkan segala sesuatu jika akan menyelesaikan sebuah urusan, baik masalah dalam perselisihan atau masalah dalam membuka huma baru buat pertanian.
Dalam kebudayaan Minahasa nan berkaitan dengan sisitem pemerintahan, seorang Patuan tak boleh memerintah sewenang-wenang terhadap anggota masyarakatnya sebab dia dipilih atas kebijakan masyarakat itu sendiri. Oleh sebab itu, budaya demokrasi sudah mengakar dalam kehidupan masayarakat minahasa selama berabad-abad.
Karena sistem pemerintahan dalam kebudayaan Minahasa berjalan dengan demokratis dan masyarakatnya nan multietnis maka rasa persaudaran antarpemeluk agama terjalin dengan baik, baik di Minahasa maupun di Kota Kawangkoan. Kawangkoan terkenal sebagai kumpulan pedagang atau saudagar. Bahkan, dikenal sampai sekarang. Mereka biasanya pencari besi tua.
Kebudayaan Minahasa - Budaya Brantang
Kebudayaan Minahasa nan paling terkenal ialah budaya Brantang, yaitu acara makan bersama dalam rangka silaturahmi antara keluarga nan dilakukan jika ada kematian dalam keluarga. Sehari setelah upacara penguburan, acara Brantang pun dimulai. Biasanya saudara-saudara jauh akan datang dan membayar sejumlah uang sebagai rasa bela sungkawa, lalu dipersilahkan buat makan sepuasnya.
Upacara Brantang akan diadakan sehari penuh dari pagi sampai malam bahkan kadang sampai pagi lagi jika memang tamu nan datang masih banyak. Upacara dalam kebudayaan Minahasa semacam ini masih diadakan sampai sekarang, terutama di desa-desa terpencil dan masih kuat dengan budaya lokal.