Jenis Baju Bali

Jenis Baju Bali

Sebagai salah satu pusat tujuan wisata, masyarakat di Pulau Bali masih menjunjung tinggi adat istiadat mereka. Mulai dari adat nan sederhana, hingga adat nan membutuhkan prosesi rumit. Salah satu adat sederhana ialah masih banyak ditemukannya penduduk di pulau dewata tersebut nan menggunakan pakaian Bali dalam aktivitas keseharian mereka.

Penggunaan pakaian Bali tersebut, merupakan salah satu bentuk dan perwujudan dari masyarakat disana, dalam menjunjung tinggi kebudayaan nan didapat dari nenek moyang mereka. Selain itu, dengan mengenakan pakaian Bali dalam beraktivitas, akan menunjukkan disparitas antara masyarakat setempat dan masyarakat pendatang atau wisatawan.

Dengan demikian, penggunaan pakaian Bali tersebut bukan hanya digunakan sebagai epilog tubuh semata. Namun lebih jauh, p[akaian tersebut sudah menjadi sebuah bukti diri nan secara otomatis akan menunjukkan jati diri seseorang. hal ini terkait dengan asal usul, kepercayaan dan juga pola budaya nan mereka anut.

Kondisi ini selaras dengan fenomena bahwa masyarakat nan berdiam di pulau Bali bukan hanya berasal dari penduduk orisinil pulau tersebut. Banyak penduduk nan tinggal di Bali merupakan masyarakat pendatang. Baik nan berasal dari Indonesia sendiri atau juga nan berasal dari luar negeri.



Jenis Baju Bali

Salah satu jenis dari pakaian ialah kain nan disebut dengan kemben. Penyebutan kemben ini, sama dengan kemben nan ada pada masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hanya saja, kemben nan ada pada masyarakat bali ini merupakan jenis baju nan digunakan oleh kaum pria maupun wanita. Sementara kemben buat baju tradisional Jawa, identik dengan jenis baju nan diperuntukkan bagi kaum perempuan saja.

Pada pakaian Bali, kemben ialah homogen kain nan digunakan buat membalut tubuh. Kain ini menjadi bentuk serta model dasar busana tradisional Bali, buat digunakan oleh semua usia. Semua penduduk dari setiap kasta, akan menggunakan kemben tersebut.

Bagi kaum perempuan Bali, penggunaan kemben bukan sekedar sebagai epilog dada. Namun, kemben juga memiliki fungsi lain buat menyangga bagian payudara mereka, dengan tujuan agar estetika bentuknya tetap terjaga. Di masa lalu, perempuan Bali nan bepergian dan beraktivitas tanpa menggunakan epilog dada, merupakan hal nan dianggap wajar. Walaupun buat kondisi tertentu, mereka tetap menggunakan epilog dada nan disebut dengan kancrik atau tengkuluk sebagai pengganti kemben.

Kancrik sendiri merupakan sehelai selendang nan memiliki fungsi buat menutupi tubuh atau saput. Seringkali pula, kancrik digunakan buat mengangkat beban dan sekaligus buat menutupi paras dari terpaan sinar matahari. Kancrik sering pula digunakan sebagagi tengkuluk. Tengkuluk ialah epilog kepala perempuan Bali nan memiliki fungsi ganda sebagai alas ketika mereka mengangkat beban. Dengan menggunakan kancrik pada bagian kepala, akan melindungi bagian rambut agar tetap rapi walaupun digunakan sebagai alas beban.

Selain kancrik dan tengkuluk, perempuan Bali juga mengenakan selembar kain nan disebut dengan anteng. Fungsi anteng sendiri digunakan buat menutupi bagian buah dada mereka. Dengan demikian, antara kemben, sabuk, saput, anteng dan tengkuluk merupakan jenis baju nan digunakan oleh perempuan Bali dalam aktivitas sehari-hari mereka.

Untuk kalangan pria, sering menggunakan beberapa jenis pakaian Bali dalam keseharian mereka. Beberapa bagian dari baju buat kaum pria di Bali antara lain destar, saput dan kemben. Inilah jenis baju nan sering digunakan kaum pria Bali.

Di sisi lain, masyarakat Bali memiliki sebuah Norma bertelanjang dada nan sudah berlangsung secara turun menurun dalam kurun waktu nan sangat panjang. Uniknya, meski Norma bertelanjang dada ini sudah dipegang teguh oleh masyarakat Bali secara turun menurun, namun masayarakat di pulau Dewata ini sangat mengenal baik Norma menggunakan pakaian nan baik.

Hal ini ditunjukkan salah satunya oleh kaum perempuan di Bali. Dimana mereka sering menggunakan kebaya lengan panjang sampai pergelangan tangan. Jenis baju ini, oleh kaum perempuan di Bali disebut dengan potongan Jawa. Sedangkan kebaya nan potongan lengannya longgar sampai bawah siku, dikenal dengan potongan Bali. Biasanya, perempuan di Bali membuat kebaya ini dengan bahan dasar kain nan mereka beli di pasar. Meski seringkali pula ada perempuan Bali nan memilih buat menenun sendiri kain nan akan digunakan sebagai bahan kebaya tersebut.

Budaya menggunakan pakaian ini biasanya tumbuh serta hayati umumnya terjadi pada lingkungan masyarakat nan sudah memperoleh pengaruh dari luar. Berdasar sejarah, pemerintah Belanda merupakan aktor krusial nan mengawali pengaruh tersebut pada masyarakat Bali.

Hal ini terjadi pula pada kalangan pria. Dimana awal mula penggunaan pakaian ini berawal dari para pegawai nan bekerja pada pemerintahan Belanda. Jas tutup serta kemeja batik, merupakan setelah resmi para ambtenaar tersebut. sedangkan kain batik, digunakan sebagia kemben serta destar digunakan buat melengkapinya.

Jenis kain nan digunakan sebagai bahan dasar pakaian Bali ini sangat beragam. Mulai dari songket, perada, endek, batik serta sutra merupakan beberapa jenis nan paling banyak digunakan. Sedengkan kain geringsing ialah salah satu jenis kain nan sangat dikenal. Sebab kain ini dikenal latif serta memiliki keunikan tersendiri.

Keunikan kain geringsing ini sangatlah kompleks. Sebab, buat menenun dan memintal benang kain geringsing ini, dibutuhkan kesabaran dan ketelitian nan tinggi. Selain itu, proses mewarnai kain geringsing ini akan menjadi penentu mengenai kualitas serta estetika dari kain geringsing tersebut.

Kain geringsing sendiri biasanya mempunyai tiga rona dasar, yakni putih susu atau kuning muda, hitam serta merah. Dan berdasar dari rona ini, kain geringsing dapat diklasifikasikan menjadi kain geringsing selem (geringsing hitam) serta geringsing barak buat geringsing merah. Pada kain geringsing salem, rona merah akan nampak pada bagian ujung geringsing saja. sementara rona hitam dan putih saja nan tampak pada bagian geringsing ini, sedangkan rona merah tak terlihat.

Sementara pada geringsing barak atau geringsing merah, nampak tiga warnah nan dominan yakni kuning muda, merah serta hitam. Warna-warna ini juga akan nampak pada pinggiran kain. Selain warna, kain geringsing nan mempunyai karakteristik keistimewaan pada teknik tenun dobel ikatnya tersebut, dapat juga dibedakan berdasar ukurannya.

Kain geringsing nan memiliki ukuran paling besar disebut geringsingan perangdasa. Pola ragam hiasnya puna nampak lebih lebar, karena proses mengikatnya nan berjarak lebih longgar. Sedangkan kain geringsing nan ukurannya menengah, dikenal dengan sebutan geringsing wayang. Sednagkan kain geringsing nan ukurannya lebih kecil disebut dengan geringsing patlikur. Sedangkan geringsing sabuk, anteng serta cawat merupakan geringsing nan memiliki ukuran paling kecil.

Motif kain geringsing sendiri cukup banyak macamnya. Sebagian besar motif kain geringsing ini, diinspirasi oleh global flora serta fauna. Sementara beberapa motif lain menggunakan motif wayang, wayang putri, lubeng, cecepakan, kebo, patlikur, cemplong serta lain sebagainya.

Motif ragam hias kain geringsing dari Tenganan Pageringsingan sangat kental dengan pengaruh unsur ragam dari kebudayaan asing. Beberapa kebudayaan asing nan sangat kuat mempengaruhi, antara lain kebudayaan India, Cina serta Mesir nan kemudian berasimilasi dengan pengaruh Hindu dan berpadu dengan nilai budaya Indonesia dan Bali. Secara keseluruhan, kain geringsing ialah sebuah wujud dari budaya Bali nan mempunyai unsur estetika seni nan tinggi dan mengesankan kemewahan.