Ragam Motif Batik Kawung
Batik kawung mungkin sudah tak asing bagi telinga kita, karena motif batik ini termasuk salah satu motif batik tertua. Jika diperhatikan, motif batik ini memiliki irama dalam repetisi pola lingkaran geometris nan saling beririsan. Dalam falsafah Jawa loka berkembangnya tradisi batik, motif kawung memiliki nilai filosofis tersendiri berikut etika-etika penggunaannya. Motif ini juga muncul dalam seni sungging wayang, dan menjadi ornamen busana dalam pementasan kesenian tradisional seperti wayang wong maupun ketoprak
Dewasa ini, motif kawung dikembangkan menjadi motif dasar nan digabungkan dengan motif lain buat mencapai penemuan estetika baru. Motif kawung dengan mudah ditemukan dalam corak batik populer, namun sangat sulit menemukan kain batik nan benar-benar murni bermotif kawung
Sejarah Batik Kawung
Motif batik ini telah dikenal sejak zaman dahulu. Motifnya nan melambangkan asa supaya manusia tetap ingat asal-usulnya ini syahdan bermula sebagai motif tertentu kerajaan Mataram. Artinya, batik ini dahulu hanya boleh dikenakan oleh anggota kerajaan. Jika seorang pejabat mengenakan batik motif ini, artinya ia menegaskan posisi dan kepribadiannya sebagai pemimpin adil nan pandai menjaga nurani serta mengendalikan hawa nafsunya
Sebelum masuk ke kerajaan, batik ini memiliki ceritanya sendiri. Konon, suatu hari datang seorang pemuda desa ke ibu kota kerajaan. Pemuda ini terlihat sangat karismatik; berwibawa lagi disegani. Tidak butuh waktu lama baginya buat menjadi terkenal dan disukai masyarakat ibu kota. Masyarakat mengenalnya sebagai pemuda santun serta bijaksana
Lambat laun, keharuman namanya tercium ke wilayah keraton. Mereka nan tinggal di dalam istana menjadi penasaran, mengapa seorang pemuda desa bisa menjadi orang nan dipuja dan disegani masyarakat Mataram? Akhirnya mereka mengutus seorang telik sandi. Ia bertugas menemukan dan mengundang pemuda ini buat berjumpa raja. Mendengar hal ini, ibu sang pemuda menjadi sangat senang sebab anaknya dikenal oleh sang raja. Dengan berbagai harapan, ia mengejawantahkan sang pemuda agar pandai menjaga diri, menjaga hawa nafsu, dan tetap ingat asal-usulnya sebagai rakyat jelata
Untuk mengantarkan sang pemuda ke istana, ibunya membuat kain batik bermotif kawung. Kain batik ini dibuat sepenuh hati, penuh asa dan filosofi agar pemuda itu berguna bagi masyarakat dan membawa kemaslahatan. Akhirnya sang pemuda pun berjumpa raja dengan mengenakan kain batik tersebut. Rupanya sang raja pun terpesona oleh kearifan dan karisma si pemuda, hingga akhirnya ia mengangkat sang pemuda menjadi adipati Wonobrodo
Setelah menjadi pejabat pun, sang pemuda tetap setia mengenakan kain batik protesis ibundanya tercinta. Kain tersebut seolah mengingatkannya buat tetap berbuat baik, mawas diri, dan bijaksana. Lama kelamaan kain batik ini semakin dikenal oleh rakyat Mataram, khususnya di kawasan Wonobrodo. Banyak rakyat nan menyukai motif serta filosofi di baliknya, sehingga mereka pun membuat kain-kain batik dengan motif tersebut.
Filosofi Batik Kawung
Dinamakan batik kawung sebab motif nan dipakai merupakan stilasi dari penampang buah aren ( kawung ). Bentuk dasarnya berupa empat lingkaran bulat telur nan hampir menyentuh satu sama lain dengan simetris, nan jika diperhatikan lebih saksama menimbulkan delusi optik dengan munculnya bentuk kembang empat kelopak. Masing-masing kelopak berbentuk runcing ramping
Aren sebagai penghasil gula nan menyimbolkan rasa manis, memiliki filosofi keagungan dan kebijaksanaan. Pohonnya nan lurus tanpa cabang melambangkan keadilan. Karena itu, batik motif kawung memiliki nilai filosofis nan sangat tinggi tentang kekuasaan nan adil dan bijaksana. Bunga empat kelopak dianggap representasi dari lotus (bunga teratai). Bunga ini dalam falsafah Jawa Antik mengandung makna kesucian. Sementara stilasi kembang dan buah secara generik memiliki makna kesuburan dan harapan
Batik motif kawung mengandung falsafah kehidupan nan sangat dalam dan kudus tentang asal muasal penciptaan manusia, umur panjang nan dimaknai sebagai perjalanan menuju kehidupan abadi. Karena itulah maka dalam beberapa tradisi Jawa, batik motif kawung biasa digunakan buat menyelimuti jenazah sebagai perlambang perjalanan panjang menuju keabadian nan sedang ditempuh oleh roh
Empat unsur kembang kawung nan saling beririsan secara simetris dengan menyisakan ruang kosong di titik pusat, dimaknai juga sebagai kiblat papat lima pancer, falsafah adiluhung Jawa nan bermakna: memandang dari empat perspektif mata angin buat mendapatkan cahaya (pancer) kebijaksanaan
Ragam Motif Batik Kawung
Dengan berbagai makna filosofi nan terkandung di dalamnya, batik motif kawung di masa awal ialah batik spesifik buat busana keluarga keraton. Dalam seni pewayangan, motif kawung merupakan busana punakawan seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Punakawan ini meskipun berderajat abdi dalem, namun kedudukannya dalam spiritual Jawa sangat tinggi, merupakan lambang kejujuran dan kebijaksanaan.
Banyak motif kawung nan dapat dijumpai, misalnya kawung picis, kawung bribil, dan kawung sen. Motif kawung juga banyak divariasikan dengan berbagai motif lain sehingga menghasilkan motif baru nan tidak kalah indah, seperti kawung ceplok, truntum, dan sidomukti. Beberapa ornamen batik nan menyertai kawung biasanya berupa:
-
Garuda, jenis burung dalam mitologi Jawa nan melambangkan alam atas atau kehidupan roh. Garuda juga melambangkan keperkasaan dan kekuatan. Sporadis ditemukan motif garuda utuh, biasanya hanya mengambil dari unsur sayap, bulu, cakar, atau ekornya.
-
Meru, atau gunung, nan secara geometris berbentuk segitiga. Gunung menyimbolkan loka persemayangan dewa dan konservasi bagi binatang maupun tumbuhan.
-
Cemukiran atau modang, nan merupakan ornamen lidah api. Ornamen ini melambangkan kemauan nan kuat, semangat, dan usaha nan tak pernah mengenal menyerah
Penggunaan Batik Kawung di Era Modern
Karena kreativitas dan kecintaan terhadap batik, motif kawung nan sudah berumur ratusan tahun ini tak lekang dimakan zaman. Sebaliknya, motif ini semakin terkenal di dalam bahkan di luar negeri. Seiring dengan meningkatnya rasa cinta masyarakat Indonesia terhadap kain khas nusantara ini, banyak produk nan dibuat dari batik, mulai dari baju dengan desain kasual serta modern, tas, aksesoris, dan sebagainya. Semua itu berbahan dasar kain batik motif kawung
Kini, selain kain, batik motif kawung juga diaplikasikan dalam bentuk keramik, hiasan dinding, furnitur, sampai wallpaper alias kertas dinding. Para pengrajin keramik di berbagai loka sudah lama menggunakan motif kawung sebagai motif keramiknya. Keramik-keramik tersebut digunakan buat hiasan rumah dan sebagai lantai. Jika digunakan sebagai lantai, biasanya akan muncul delusi optik nan latif sehingga lantai terlihat seperti motif bunga-bunga
Wallpaper batik motif kawung terbuat dari kertas plastik spesifik wallpaper. Wallpaper batik ini biasanya dibuat dalam rona cokelat atau hijau. Karena rona cokelat dan krem sedang naik daun sebagai desain interior sebuah ruangan, wallpaper motif kawung berwarna cokelat semakin digemari sebagai penambah elemen etnis. Wallpaper ini juga biasanya digabungkan dengan rona putih, sehingga menimbulkan kesan klasik sekaligus elegan pada ruangan
Tidak hanya orang Indonesia nan menyukai motif ini. Beberapa desainer interior mancanegara pun kerap kali menggunakan motif ini buat mempercantik furnitur ciptaannya. Tidak sedikit sofa, kursi, meja, teralis, dan furnitur lainnya nan menambahkan unsur batik kawung buat memperoleh imbas cantik dan klasik. Di majalah-majalah desain interior mancanegara, tak sedikit akan Anda temukan majemuk benda dengan motif ini