Mitos Lain di Gunung Kemukus

Mitos Lain di Gunung Kemukus

Mendengar nama pesugihan niscaya bukan lagi menjadi hal nan asing bagi masyarakat Indonesia. Dan buat mereka nan “hobi” melakukan hal tersebut, nama Gunung Kemukus niscaya lebih tak asing lagi. Ya. Karena Gunung Kemukus memang kerap dijadikan sebagai loka buat pesugihan. Memiliki harta dengan jalur “kiri”.

Keinginan buat memiliki harta dengan cara instan, atau keputusasaan atas segala usaha nan dilakukan tetapi tak juga menghasilkan ialah alasan-alasan fundamental mengapa pesugihan dari dulu hingga kini masih menjadi primadona bagi masyarakat Indonesia. Gunung Kemukus pun akan tetap ramai sampai kapan pun.

Sebuah bertentangan dengan harapan memang, ketika cukup banyak masyarakat Indonesia nan memutuskan buat memeluk Islam, tapi cukup banyak juga di antara mereka nan melakukan hal tersebut. Menyekutukan Allah, tak percaya terhadap kekuasaan Allah bahwa rezeki, jodoh, maut ada di tangan-Nya. Bukti keironisan tersebut dapat sangat jelas Anda lihat di keramaian Gunung Kemukus.

Padahal secara logika, jelas bahwa Gunung Kemukus itu sama dengan gunung-gunung lain. Gunung Kemukus ialah kreasi Allah Swt. Apa-apa saja nan terdapat di gunung tersebut ialah absolut hanya merupakan ciptaan-Nya. Kenyataan ini memang bukan hal nan aneh, tapi juga hal nan disayangkan.

Gunung Kemukus terletak di daerah Jawa. Tepatnya, di Desa Pendem, kecamatannya terletak di Sumber Lawang, Sragen, Jawa Tengah. Masyarakat nan tinggal di sekitar daerah tersebut niscaya kerap kali kedatangan “tamu” dari berbagai daerah nan ingin memanfaatkan mitos pesugihan di daerah tersebut.

Letak Gunung Kemukus memang cukup jauh, terutama mereka nan secara geografis memang jauh, seperti masyarakat nan ada di Sumatera atau Kalimantan. Tapi, jeda sangat bukan menjadi halangan jika tujuannya ialah iming-iming buat bisa kaya dengan cara cepat. Maka dari itu, tak heran bila setiap waktunya, Desa Pendem selalu ramai oleh mereka nan datang dari luar kota dan berniat buat “kaya”.

Gunung Kemukus diakui sebagai daerah wisata. Entahlah, mungkin memang selain digunakan sebagai pesugihan, gunung tersebut memang memiliki pemandangan latif nan layak dikategorikan sebagai loka wisata. Tetapi, berdasarkan identitasnya sebagai sebuah gunung, sudah merupakan hal nan wajar jika Gunung Kemukus tersebut memiliki pesona wisata nan indah. Paling tak udaranya nan sejuk dan pemandangan nan membentang hijau.

Adalah sebuah kepercayaan bagi sebagian masyarakat Indonesia, bahwa hal-hal seperti gunung, gua, pantai, pohon besar, rumah kosong, selalu diidentikkan dengan global lain. Maka, cerita tentang mitos atau kepercayaan masyarakat terhadap Gunung Kemukus ini bukan lagi hal baru dan ajaib. Meskipun demikian, ada bagian-bagian nan tetap membuat cerita dari Gunung Kemukus ini terdengar baru.

Karena memang, mitos atau kepercayaan selalu menghiasi tempat-tempat tersebut. Jika tidak, tak ada nan istimewa dari loka itu. Berbicara tentang mitos, Gunung Kemukus juga bisa dipastikan tak dapat lepas dari cerita legenda nan satu ini. Bahwa aroma mistis nan dimiliki oleh Gunung Kemukus justru menambah sensasi tersendiri bagi gunung ini. Lalu, apa mitos atau cerita legenda nan terjadi di Gunung Kemukus?



Mitos dari Gunung Kemukus

Namanya saja mitos, kebenarannya masih belum tentu. Apa nan diceritakan di situ hanya “menurut”, tapi tetap saja, mitos tersebut menjadi semacam sebuah “pegangan” atau “pembenaran” bagi mereka nan “terpaksa”. Salah satunya ialah mitos dari Gunung Kemukus ini.

Mitos Gunung Kemukus terbilang unik. Dapat jadi, hanya satu-satunya di dunia. Ada beberapa versi mengenai mitos Gunung Kemukus ini, ada nan mengatakan bahwa mitos ini terjadi di zamannya Kerajaan Majapahit, dan ada juga nan mengatakan bahwa apa nan terjadi di Gunung Kemukus tersebut merupakan peninggalan cerita dari Kerajaan Mataram.

Jadi, konon, menurut cerita rakyat setempat Gunung Kemukus, dahulu ada seorang pangeran dari zamannya Kerajaan Mataram bernama Pangeran Samodro. Pangeran ini kemudian jatuh cinta dengan ibu tirinya. Cinta sang pangeran bersambut, tapi hal ini tentu menjadi sesuatu nan tak dilarang, terutama oleh raja. Pangeran nan tengah dimabuk cinta itu lalu diusir oleh sang raja.

Di tengah kegalauannya, ia kemudian pergi ke sebuah gunung, nan kini dikenali sebagai Gunung Kemukus. Kepergian sang pangeran membuat sang wanita sedih, ia pun memutuskan buat pergi ke Gunung Kemukus. Menyusul belahan jiwanya.

Sesampainya di Gunung Kemukus, wanita nan juga tak kalah galau tersebut mendapati bahwa belahan jiwanya telah mati. Ia kemudain berujar, “Kiranya, terbukalah tanah kuburan ini buat menelan jasadku. Biarlah saya dikuburkan bersama kekasihku.” Taklama setelah berucap, kemudian terdengar suara nan entah berasal dari mana memerintankah sesuatu pada sang ibu tiri tersebut.

Suara itu memerintahkan wanita itu buat menyucikan dirinya terlebih dahulu buat dapat bersama kekasihnya. Selayaknya orang nan tengah jatuh cinta, wanita itupun menuruti perintah suara nan wujudnya saja tak terlihat. Wanita itu lalu mandi di sebuah sumur atau sendang nan terletak di Gunung Kemukus . Yang oleh masyarakat sekitar disebut Sendang Ontrowulan.

Selesai membersihkan diri, tanah kuburan sang pangeran terbuka, dan wanita itupun tinggal selama-lamanya bersama jasad kekasih hati nan sangat dicintainya tersebut. Beberapa saat kemudian syahdan terdengar suara tanpa wujud lagi. Suara tersebut kemudian seolah meninggalkan pesan, bahwa siapa saja nan mengenang romansa ini, semua keinginannya akan dikabulkan. Mulai dari mitos itulah, Gunung Kemukus pada akhirnya dikeramatkan.



Ritual Aneh di Gunung Kemukus

Mitos tersebut kemudian menjadi sebuah “ide” bagi terciptanya ritual aneh di Gunung Kemukus. Romansa dan pesan dari suara tak berwujud tersebut kemudian diartikan aneh. Bahwa anggaran atau syarat buat melakukan pesugihan di Gunung Kemukus harus dibarengi dengan “ritual” melakukan interaksi seksual dengan seseorang nan bukan pasangan.

Cinta sang pangeran nan ternyata ditafsirkan lain. Kesucian cinta nan dimiliki sang pangeran disalahartikan sebagai kepuasan nafsu belaka. Agar keinginannya dikabulkan, peserta ritual diwajibkan buat mengunjungi Gunung Kemukus ini sebanyak 7 kali. Sebanyak itu jugalah peserta diwajibkan melakukan interaksi badan dengan seseorang nan tak dikenalnya. Dengan catatan, pasangannya tersebut tak boleh ganti selama ritual.

Gunung Kemukus akan ramai di waktu-waktu tertentu. Seperti Jum’at Pon, atau Jum’at Kliwon. Ketika waktu itu tiba, Gunung Kemukus akan sangat ramai. Ramai oleh mereka nan memanfaatkan keadaan seperti wanita-wanita nan dapat disewa buat syarat ritual atau para pedagang biasa. Gunung Kemukus sudah seperti sarang prostitusi pada waktu-waktu tersebut.

Dosa memang menjadi urusan antara Allah Swt dengan umat-Nya. Tapi, dalam Al-qur’an tentu sudah dijelaskan hal-hal apa saja nan dilaknat Allah. Dan ritual di Gunung Kemukus ini memenuhi kriteria tersebut. Menyekutukan Allah dan berzinah ialah dua hal nan dibenci Allah. Dapat dibayangkan betapa melawannya para pelaku ritual tersebut kepada Allah.



Mitos Lain di Gunung Kemukus

Namun, sesungguhnyaa, di balik semua mitos busuk tentang Gunung Kemukus ada mitos lain nan lebih terdengar indah. Bahwa ternyata Pangeran Samodro ialah sosok nan diteladani sebab peringainya nan baik. Sang pangeran tak mudah menyerah, sebelum meninggal pangeran tersebut berpesan agar, siapa pun nan menghendaki sesuatu, harus berjuang dengan kekuatannya dan bersungguh-sungguh.

Pangeran Samodro meninggalkan pesan tersebut sebelum ia meninggal. Ia meninggal syahdan dalam keadaan Islam. Pangeran pun dimakamkan di puncak gunung. Ketika pemakaman tengah berlangsung, syahdan awan di sekitar loka pemakaman berubah menjadi gelap, masyarakat Jawa menyebutnya dengan istilah kukus, dari situlah nama Kemukus pada Gunung Kemukus disematkan.

Bahwa sesungguhnya, menurut versi lain, Gunung Kemukus taklebih dari sekadar loka ziarah. Menziarahi seseorang nan dulunya cukup diteladani sebab sikapnya nan baik. Mendoakannya dalam konteks sesama makhluk Allah. Tidak lain. Tidak buat pesugihan dan tak buat membenarkan perzinahan.