Ketika Bikini Mengoyak Moralitas
Dengan alasan tak pede dengan bentuk tubuh, banyak orang nan memaksakan diri masuk ke dalam kolam renang dengan busana lengkap. Lebih parah lagi jika dengan alasan tak membawa pakaian renang lalu nyemplung ke dalam kolam dengan busana nan dikenakan saat itu juga. Tak sporadis mereka lupa bahwa hal itu mungkin akan mengganggu kenyamanan orang lain dan kebersihan kolam.
Lalu apakah mengenakan bikini harus selalu menjadi prasyarat sebelum terjun ke kolam? Wah, kalau body kayak Jennifer Lopez sih oke-oke saja. Namun jika kita benar-benar tidak konfiden buat mengenakan bikini selain juga barangkali tak sinkron dengan suara hati dan anggaran kesopanan ataupun perintah agama, apa nan harus kita lakukan? Apakah kita tak boleh berenang? Ataukah harus memiliki kolam renang pribadi?
Perlunya Berenang
Berenang merupakan salah satu cara buat menjaga kebugaran tubuh selain dari berbagai jenis olah raga lainnya. Berenang sangat menyehatkan bahkan boleh dibilang salah satu jenis olah raga nan sekaligus membuat kita bagaikan merasa rekreasi. Kelembutan debur air dan kemudahan buat meregangkan otot-otot saat berada di dalam air membuat banyak orang menggemari kegiatan ini. Untuk alasan kenyamanan dalam melakukan olah tubuh dalam air inilah busana renang atau bikini tentunya akan mempermudah kita beraktivitas.
Seperti apa saja sih jenis-jenis busana renang? Untuk kaum pria tentunya mudah saja. Cukup mengenakan celana renang ataupun celana pendek. Sedangkan buat kaum wanita tersedia majemuk pilihan dari jenis, model, bahan, rona bahkan merk.
Tips Memilih Bikini
Nah beberapa hal nan bisa kita cermati bersama buat memilih busana renang ialah sebagai berikut nan tercantum dibawah ini.
- Pilih busana renang nan sinkron buat Anda. Bisa berupa swimming suit atau bikini namun bentuknya bisa dipilih nan cocok dengan bentuk tubuh Anda. Perhatikan bentuk paha dan bagian dada buat melihat kecocokannya dengan model busana renang nan Anda pilih sehingga Anda tak ‘salah tampil’ di kolam renang atau pantai.
- Untuk wanita muslimah sebaiknya mengenakan busana renang tertutup yaitu busana renang muslimah. Busana renang jenis ini sudah banyak tersedia di berbagai toko baju dan model serta warnanya juga beragam. Namun nan niscaya busana ini akan menutup seluruh bagian tubuh kecuali wajah, telapak tangan dan telapak kaki dan sinkron dengan kaidah agama.
- Pilih busana renang dari bahan nan baik agar serat kainnya jika dicuci pakai berulang kali tak mudah luntur atau memuai. Ada baiknya sebelum berbelanja busana renang seperti swimming suit atau bikini, kita tentukan brand dan budget kita. Karena busana renang dengan merk-merk ternama tentunya akan cukup menguras kantong.
- Pilih busana renang dengan rona nan sedikit menyolok agar mudah terlihat jika Anda sedang berada di dalam kolam. Hal ini berkaitan dengan unsur keselamatan. Jika terjadi sesuatu saat Anda sedang berenang di dalam kolam ataupun di pantai misalnya maka akan cepat menarik perhatian penjaga pantai/kolam.
- Busana renang buat menyelam atau diving biasanya tertutup secara holistik dari ujung tangan hingga ujung kaki. Hal ini berguna juga ialah buat melindungi tubuh agar tak tergores karang.
Nah, siapkah Anda buat terjun ke dalam kolam? Sandang renang apapun jenisnya asalkan cocok fungsinya buat aktivitas dalam air dan Anda merasa nyaman saat mengenakannya, niscaya akan mempermudah Anda buat berolah tubuh. Dan jika tubuh bugar serta indah, pakai bikini siapa takut? Yuk!
Ketika Bikini Mengoyak Moralitas
Bicara tentang jenis busana nan satu ini, yaitu bikini, juga berarti bicara tentang moralitas. Kemolekan nan tergadai ialah satu hal nan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Saat manusia masih menghargai kemanusiaannya dengan tak menyerupai binatang nan tidak berbaju, baju satu ini benar-benar menjadi barang kutukan. Entah mengapa kutukan itu malah semakin membuatnya terkenal dan disukai oleh semakin banyak orang. Memang tidak bisa dilepaskan bahwa keberadaan busana minim bahan tersebut, telah memancing reaksi dari masyarakat dunia. Para penolak atau pendukungnya punya berbagai alasan buat menerima atau menolak keberadaan busana khas perempuan tersebut.
Sejarah Ringkas
Bikini awalnya mulai diperkenalkan ketika suasana emansipasi dan kebebasan bagi perempuan sedang melanda Amerika dan Benua Eropa. Tercatat, desainer Louis Réard ialah orang nan pertama kali menunjukkan mode baju sangat tak senonoh ini dalam bentuk nan lebih modern (menurutnya) pada publik tahun 1946.
Louis Réard menamakan busana rancangannya tersebut dengan nama "bikini". Diambil dari nama loka Atol Bikini nan menjadi lokasi pengujian bom atom. Louis mempredikisi busananya ini akan memiliki imbas sama seperti nan ditimbulkan oleh bom atom. Menimbulkan reaksi luar biasa di masyarakat. Tujuannya memang buat meraup laba finansial sebesar-besarnya. Ia tidak memikirkan bahwa baju nan seperti baju dalam itu, dapat berdampak besar sekali terhadap peradaban manusia.
Hal ini kiranya beralasan. Karena, busana rancangan Louis Réard itu ialah homogen baju renang nan mengumbar kemolekan tubuh perempuan. Satu lembar celana dan selembar bh mirip baju dalam perempuan. Bagian bawahnya nan berupa celana dalam nan sangat kecil ( g-string ) membuat wanita seperti tiak mengenakan apa-apa. Tak ada rasa malu lagi mengenakan baju nan dapat berharga sangat mahal ini. Walaupun ada nan berbentuk brief atau celana pendek square-cut , tetap saja baju itu ialah baju dalam nan tak boleh diperlihatkan kepada orang lain, walaupun di pantai atau di kolam renang.
Hanya bermodalkan dua pangkas kain nan menutupi bagian atas (buah dada) dan bawah (kemaluan dan terkadang juga pantat) tubuh perempuan, jenis baju satu ini jelas menohok nilai-nilai moralitas masyarakat pada saat itu. Yang menjaga agar seorang perempuan bisa memelihara kehormatannya dengan berpakaian sopan dan pantas di muka generik (publik). Ternyata bagi wanita nan mempunyai tubuh nan indah, mereka merasa sanagt beruntung dan mencoba mengenakannya di amnapun mereka berada. Bahkan mereka berani mengenakannya ketika berjalan-jalan di sekitar loka rekreasi nan dekat pantai. Padahal loka itu bukan tepi pantai.
Hanya dekat pantai. Artinya, mereka tak malu berjalan dengan hanya mengenakan seperti baju dalam itu dan dilihat banyak orang. Wanita seperti itu dinilai sangat murah dan tak mempunyai martabat. Mereka dinilai sama dengan hewan nan tak mempunyai rasa malu sedikit pun. Pandangan banyak orang ke arah tubuh mereka nan katanya latif itu malah semakin menambah semangat. Berbagai diet dan gaya hayati sehat mereka jalani demi menjaga kebugaran tubuh dan kemolekan tubuhnya. Namun, semua itu dilakukan demi mempertontonkan tubuh mereka ke orang banyak nan harusnya tidak sepantasnya melihat hal-hal nan memalukan itu.
Pro dan Kontra
Ternyata, prediksi Louis Réard amat tepat. Setahun kemudian busana rancangannya itu menimbulkan kegemparan global ketika dipakai oleh para perempuan di Perancis. Mereka memakainya ketika musim panas berlangsung di pantai-pantai Perancis. Tubuh-tubuh bagai telanjang itu menjadi perhatian banyak orang. Kaum nan bermoral dan masih menganut agama nan kuat, merasa bahwa moralitas telah hilang. Bagaimana wanita-wanita nan katanya berbudaya dan berpendidikan itu malah berani merendahkan prestise mereka sendiri dengan membuak pakaian mereka di hadapan orang nan bukan muhrimnya.
Reaksi global pun beragam. Ada nan terang-terangan mengutuk keberadaan busana tersebut sebab menjungkir-balikkan moralitas dan melecehkan prestise kaum hawa. Perempuan hanya dijadikan “barang dagangan” sekelompok orang nan mengeksploitasi kelebihan perempuan (tubuh mereka) buat mendatangkan laba (uang).
Memang tak ada nan dapat dilakukan demi mempertahankan budaya malu ketika semakin gencarnya majemuk pengaruh nan diberikan oleh lingkungan. Kekuatan uang dan kekuatan budaya baru telah juga membuat banyak orang buta dan mereka malah bermimpi dapat mengenakan baju tak senonoh itu suatu hari kelak.
Mereka akan berusaha menguruskan badan hingga melakukan operasi sedot lemak agar dapat tampil seksi dan menawan dalam balutan bikini nan sangat minim bahan itu. Agar meningkatkan rasa percaya diri kaum wanita nan akan mengenakan baju itu, bahan pembuat baju itu menggunakan bahan nan dianggap sangat bagus. Harganya menjadi sangat mahal dan malah lebih mahal dibandingkan dengan harga baju biasanya nan jauh lebih sopan.
Karena harga nan mahal itulah, semakin banyak orang mengira dan berpendapat bahwa baju jenis ini ialah satu baju mewah nan hanya dikenakan oleh wanita kaya. Wanita kaya tentunya mempunyai prestise dan dipandang lebih tinggi. Ketika wanita dari kalangan kaya dan berpendidikan mulai mengenakannya, maka wanita lain nan merasa kedudukannya lebih rendah dari wanita kaya dan berpendidikan itu jadi ikut-ikutan mengenakan baju nan lebih pas dikenakan sebagai baju dalam tersebut.
Keberadaan baju ini ternyata disambut dengan meriah. Meraka berpikiran sebaliknya. Mereka bertepuk tangan, merasa bahagia sebab era kebebasan seorang perempuan telah datang. Bahwa seorang perempuan bisa bebas mengekspresikan keinginan dirinya. Lepas dari kekangan atau anggaran siapa pun. Wanita nan berani mengenakan apa saja nan ingin dikenakannya termasuk berpakaian minim sekali nan hanya menutupi bagian vital tubuhnya itu, dianggap sebagai wanita hebat dan mandiri. Pandangan seperti ini telah juga mendongkrak semakin banyak wanita nan bermimpi dapat mengenakan baju tersebut.
Bahkan ada pesta nan spesifik mewajibkan semua wanita mengenakan baju tidak senonoh itu. Mereka pamer ‘kekuatan’ dengan saling membandingkan ukuran dada dan ukuran bagian tubuh di bawah perut. Semakin rusaklah moralitas umat manusia ini. Tubuh manusia nan seharusnya sangat dihargai dengan tak sembarangan mempertontonkannya telah diremehkan dan dipamerkan bahkan menjadi bahan dagangan. Harga manusia sangat murah. Diobral pula.
Moralitas nan Tersudut
Sekarang ini, enam dasa warsa telah berlalu. Bikini pun seolah-olah telah mendapatkan tempatnya di busana nan dipakai oleh masyarakat. Sandang ini menjadi baju renang pantai nan paling banyak digunakan di dunia. Bahkan, pada perlombaan-perlombaan kecantikan seperti Miss Universe, baju jadi salah satu syarat wajib buat dipakai para pesertanya. Para wanita cerdas itu berani mempertontonkan bagaian tubuhnya nan sangat intim demi mendapatkan pujian dan ungkap kekaguman dari banyak orang.
Mereka meletakkan kecerdasan otaknya di atas kecerdasan moral dan kecerdasan spiritualnya. Inilah kecerdasan nan semu nan tidak mampu membuat pemilik kecerdasan itu melihat ilmu nan sesungguhnya. Mereka pikir hayati ini hanya sementara dan mereka harus menikmatinya sepuas-puasnya. Bahkan ada nan berpendapat bahwa mumpung masih muda dan seksi, tampilkan dan tonjolkanlah semua kemolekan itu. Nanti kalau sudah tua, apa nan ditampilkan ketika masih muda itu dapat menjadi satu kenangan nan indah. Padahal apa nan mereka lakukan itu sesuatu kesalahan fatal.
Bagi wanita nan bertaubat, ia akan berusaha memperbaiki dirinya. Ia akan sadar bahwa dirinya telah dimanfaatkan oleh orang lain nan mempunyai kekuatan politik dan kekuatan uang nan banyak. Orang-orang itu telah mengambil semua madu masa muda para wanita cantik dan katanya cerdas itu. Mereka hanya menjadi komoditi nan hanya dihargai dengan nilai-nilai angka dan bukan dengan nilai-nilai humanisme nan sejati.
Keadaan ini seharusnya tak boleh berlangsung terus-menerus. Konsep berpakaian seperti ini harus diubah. Para wanita harus dididik dengan konsep kekuatan iman dan rasa percaya diri nan sebenarnya. Tidak boleh membiarkan wanita merasa tak percaya diri bahwa diri mereka cantik dan cerdas hanya sebab mereka tak mengenakan bikini di depan umum. Mereka harus sadar dan tahu diri bagaimana cara berpakaian nan sesungguhnya.