Berbagai Versi Novel
Apapun Tentang Lupus
Novel Lupus hadir pada saat global hiburan belum seperti sekarang ini. Belum ada televisi dengan aneka program nan melenakan. Belum ada berbagai ponsel dengan pelaksanaan nan membuat banyak orang lupa diri dan lupa segalanya. Belum banyak hiburan visual nan membelokan pikiran. Membaca masih menjadi salah satu cara mengisi waktu lowong. Anak-anak remaja nan tak mempunyai kegiatan biasanya akan membaca novel. Novel ini bergenre macam-macam termasuk Lupus. Maraknya pemberitaan tentang Lupus ini membuat banyak orang menjadi penasaran.
Rasa penasaran itulah nan membuat novelnya laku keras. Tidak mudah meniru gaya tulisan Hilman Lupus. Walaupun ada penulis lain nan menyuguhkan berbagai pola kisah, Lupus tetap tak terbendung. Majalah remaja nan cukup populer pada masa itu, HAI, tak pernah lupa memberikan warta tentang Lupus. Bahkan, gaya berpakaian nan dideskripsikan dalam novel tentang Lupus tidak sporadis diaplikasikan oleh para remaja tahun 90an tersebut. Mulai dari gaya rambut jambul, tas punggung, hingga mode meniup permen karet menjadi balon pun seakan menjadi sebuah mode para remaja.
Apalagi, konduite Lupus nan diceritakan sebagai remaja cerdas namun berpenampilan urakan, sangat sinkron dengan semangat anak muda nan membutuhkan idola baru. Sekarang pun masih ada anak-anak remaja nan merasa lebih keren dan merasa lebih nyaman dengan gaya nan sedikit cuek seperti Lupus. Mereka mengira bahwa kalau Lupus itu memang benar-benar mewakili apa nan dirasakan oleh anak muda. Orangtua nan mempunyai anak remaja seoalh dipaksa menerima keberadaan anaknya nan ingin tampil seperti Lupus.
Yang krusial otak cemerlang. Penampilan tak harus terlihat terlalu rapi. Kalau sangat rapi dan modis malah dikira anggota boysband. Walaupun masih banyak anak sekarang nan ingin menjadi seorang penyanyi atau bahkan menjadi anggota boysband, keberadaan anak-anak boysband nan kemayu dan sangat rapi itu menjadikan anak laki-laki nan tak kemayu agak jengah. Tidak salah kalau ketika ada warta film Lupus akan ditayangkan lagi, warta ini menjadi sesuatu nan menyenangkan. Para mantan remaja nan hayati dizaman kejayaan novelnya, tentu saja ingin bernostalgia.
Itulah Lupus. Kisah nan cukup ramai dibicarakan hingga saat ini. Penghidupan karakter Lupus, akan menuai warta nan menarik. Bagi seorang Hilman Hariwijaya, kisah ini tentu saja akan menaikan namanya lagi diblantika global hiburan Indonesia. Tidak ada halangan nan berarti bila karakter Lupus dinaikan lagi. Paling tak remaja sekarang akan tahu bahwa ada bentuk idola pada masa eksklusif nan mungkin dapat dijadikan idola baru disamping para idola nan sudah ada terutama nan berasal dari Korea Selatan.
Hidup Biasa Saja
Apa nan terjadi pada Lupus dan para pembaca Lupus memang sangat fenomenal. Inilah nan membedakan novel Lupus dengan novel lain pada era tersebut. Ketika pada tahun tersebut novel percintaan cengeng menjadi sebuah kiblat para penulis novel. Hilman melalui Lupus membuat sebuah gebrakan baru nan menyegarkan. Cerita-cerita ringan nan sering ditemui dalam kehidupan, menjadikan novel ini seperti cermin kehidupan masyarakat nyata. Romansa tak harus menjadi suatu ratapan nan akan membuat air mata mengalir.
Bagi seorang Lupus, cinta itu ialah bumbu kehidupan. Terkadang bumbu itu terasa sangat sedap. Tidak sporadis juga bumbu itu tak terasa apa-apa alias hambar saja. Cinta memang menjadi sentra pokok kehidupan. Namun, cinta banyak macamnya sehingga tak harus selalu menjadi sandaran kehidupan ketika kerisauan terlalu dibelai menjadi sesuatu nan sangat melenakan. Lupus menyederhanakan cara berpikir sehingga apapun nan terjadi dibawa bahagia saja. Mau hujan, mau ketimpa sial, apapun nan terjadi nan krusial pikiran tetap higienis dan tak berniat mengganggu orang lain.
Mahluk nan bernama Lupus ini memang sangat berbeda dengan mahluk lain nan ada di sekitarnya. Ia mampu membuat kesialannya tampak lucu. Ia juga biasa melihat kesedihannya sebagai sesuatu nan tidak harus diratapi. Kehidupan ini menyenangkan dan tak perlu dilebih-lebihkan. Bahwa keberadaan setiap orang memberikan perbedaan makna nan berbeda pada satu kelompok harus dihargai dengan apa adanya. Tidak perlu meminta orang lain buat menjadi seperti ini atau menjadi seperti itu. Menjadi diri sendiri itu menyenangkan. Tidak perlu ada nan harus ditutupi.
Selain itu, novel ini pun tak sekedar mampu memberikan kelucuan nan segar. Dalam cerita tersebut, Hilman ingin mengajak para remaja buat selalu semangat dalam menjalani kehidupan, bagaimana pun beratnya tantangannya. Hal ini diungkapkan dengan penggambaran Lupus nan selalu bahagia, meski hayati sebagai anak yatim tanpa ayah bersama ibu dan adik kandungnya, Lulu. Lupus tak mengeksploitasi kesedihannya. Ia menghadapi kesulitan sebagai sesuatu nan biasa saja. Hayati memang harus berjuang. Kalau tak berjuang bukan hidup. Jadi setiap perjuangan nan seberat apapun, itu biasa saja.
Pemikiran nan tak membuat suatu masalah menjadi berat inilah nan menjadikan Lupus sebagai sosok nan memberikan semangat. Menjadi anak orang nan tak kaya itu, biasa saja. Menjadi anak orang kaya pun, biasa saja. Tiada nan dapat disombongkan. Semua orang mendapatkan jatah perjuangannya sendiri-sendiri. Ada prang kaya tetapi ia harsu rela tak banyak berjumpa dengan orangtuanya. Sebaliknya, ada anak dari keluarga biasa saja bahkan kurang mampu, tetapi ia dapat berjumpa dengan orangtuanya setiap saat.
Inilah satu keanekaragaman kehidupan. Tdiak perlu minta ditukar. Biarkan saja seperti itu. Kalau dipikir secara sangat serius, rasanya malah ingin bunuh diri. Tidak ada kehidupan nan berjalan sangat sama dengan keinginan diri. Kehidupan ini bukan manusia nan mengatur. Hanya manusia nan dapat menerima segala sesuatunya dengan rasa syukurlah nan akan menjadi manusia nan sangat berbahagia. Lupus ialah sosok ideal sebagai seorang remaja nan penuh syukur dan menerima keadaannya dengan apa adanya dan dengan cara nan biasa saja.
Berbagai Versi Novel
Keberhasilan novel Lupus ini, menjadikan cerita nan berpusat pada nama Lupus menjadi inspirasi buat dikembangkan ke dalam berbagai versi. Bukan hanya membuat Lupus dalam majemuk judul, namun mengangkat cerita Lupus dalam tayangan visual pun menjadi bukti keberhasilan cerita Lupus ini. Penggambaran itu membuat global Lupus semakin terkenal dan dikenang sebagai sosok nan menyenangkan.
Di antaranya ialah pembuatan film Lupus, nan dibuat dalam beberapa judul. Pemeran Lupus di antaranya ialah Almarhum Ryan Hidayat dan juga sang penulis novel itu sendiri, yakni Hilman Hariwijaya. Melalui film, kebengalan dan kecerdasan Lupus nan sebelumnya hanya dapat dibayangkan pembaca, akhirnya dapat dinikmati secara langsung melalui akting dari sang pemeran tersebut. Pada masa itu, film Lupus ini menuai kesuksesan nan luar biasa. Tidak heran kalau semua pemainnya pun mendapatkan ketenaran. Sayang memang kematian Ryan Hidayat dampak overdosis menjadikan dirinya seoalh dipandang bukan sebagai cerminan jiwa Lupus.
Lupus nan bengal tetapi cerdas tentu saja tak akan membiarkan dirinya menjadi pecundang dengan mengkonsumsi narkoba. Lupus mempunyai pemikiran nan jernih mengenai masa depannya. Ia hayati higienis walaupun penampilannya tak kelihatan sangat bersih. Lupus cerdas dalam mengelola emosinya sehingga ia tak akan terjebak dalam godaan narkoba.
Selain film, novel Lupus juga disadur ke dalam bentuk tayangan televisi di salah satu televisi partikelir Indonesia. Sayangnya, tayangan di televisi ini kurang mampu mengangkat gambaran bengal nan sudah dipopulerkan melalui novel dan layar lebar. Dan di edisi cetak, cerita Lupus ini juga pernah diangkat secara berseri pada sebuah majalah mingguan remaja. Hanya bedanya, dalam cerita berseri ini dikisahkan Lupus kecil nan masih berusia sekolah dasar. Selain itu, Lupus masih memiliki keluarga lengkap sebab Sang Ayah masih hidup.