Mempertahankan Etika Ilmu Pengetahuan dengan Prestasi Belajar
Seringkali kita terobsesi buat memenuhi kebutuhan ( needs ) berbekal ilmu pengetahuan nan dirasa cukup tanpa memperhatikan kesiapan sumber dayanya ( seeds ). Ketika itu terjadi, terlihat jelas sekali terjadi kesenjangan antara etika ilmu pengetahuan dan orientasi keuntungan.
Penurunan Etika Ilmu Pengetahuan
Proyek-proyek pembangunan di negara kita misalnya, tidak sporadis alih-alih menyejahterakan masyarakat, nan ada justru tidak sebanding dengan investasi dan pengorbanan nan telah diberikan. Analisa Akibat Lingkungan (Amdal) seringkali hanya menjadi pelengkap dokumen, itu pun belum ditambah kasus manipulasi Amdal sehingga akibat negatif pembangunan begitu terasa oleh masyarakat sekitar, polusi air, banjir, kebisingan dan akibat negatif lainnya.
Etika ilmu pengetahuan berupa nilai dan kualitas nan dijadikan standard benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab nampak dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan penerapannya, kini hanya jadi formalitas semata. Versus asas sekali antara teori etika dan fenomena nan terjadi di lapangan. Sayangnya, itu tidak hanya terjadi dalam masalah pembangunan nasional melainkan hampir dalam setiap aspek kehidupan.
Tak sedikit orang-orang nan berpendidikan tinggi, tapi berprilaku tidak ubahnya lulusan Sekolah Dasar, bahkan lebih tidak beradab. Tak sedikit pula para pejabat tinggi, tapi dalam melaksanakan tugasnya justru lebih amanah pegawai rendahan nan pangkat dan gajinya tidak seberapa.
Meskipun tak semuanya seperti nan diceritakan, namun hal ini dapat jadi indikasi betapa hubungan antara etika ilmu pengetahuan dan pangkat atau gelar tak kuat dan tak ada garansi ketika seseorang gelarnya berjejer atau jabatannya tinggi secara otomatis seiiring dengan etika di dalam ilmu pengetahuan.
Di era globalisasi ini, bukanlah langkah nan bijak jika perkembangan ilmu pengetahuan dibatasi. Bukankah ilmu pengetahuan nan membuat hayati kita lebih efektif dan efisien. Politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya terasa lebih dekat dan menjadi milik bersama juga sebab kemajuan ilmu pengetahuan nan kian hari kian berkembang.
Kenyataan ini banyak dimanfaatkan oleh berbagai pihak buat mendekati masyarakat, baik politisi, ekonom, pendidik, dan budayawan buat membuka komunikasi dengan masyarakat sehingga ilmu pengetahuan dapat lebih cepat dan mudah diserap meskipun tak sedikit juga nan menggunakannya demi kepentingan pribadi, misalnya black campaign (kampanye terselubung) ketika musim pemilihan umum.
Kebebasan dalam mengakses berbagai informasi atau menggunakan ilmu pengetahuan dapat dirasakan oleh semua kalangan jika mau belajar. Namun, kebebebasan tersebut bukan berarti menggugurkan etika ilmu pengetahuan atau dengan kata lain boleh melakukan apa saja, sehingga kegunaan dari ilmu pengetahuan berubah menjadi kerugian, baik bagi diri sendiri atau masyarakat pada umumnya seperti studi kasus nan telah diceritakan di awal pembahasan.
Di sini perlu juga ditekankan peranan agama dalam membendung pengguguran etika ilmu pengetahuan, karena intelktualitas manusia berasal dari rohnya nan bersifat immaterial bukan semata-mata sebab otaknya nan cerdas, sehingga masih ada asa buat mengendalikan sisi liar manusia dalam menggunakan ilmu pengetahuan nan menjauhkannya dari etika ketika agama ikut berperan didalamnya sebagai lonceng pengingat ketika terjadinya distorsi ilmu pengetahuan dari tujuan asalnya, yaitu menyejahterakan.
Mempertahankan Etika Ilmu Pengetahuan dengan Prestasi Belajar
Dalam mempertahankan etika ilmu pengetahuan prestasi belajar dan proses belajar ialah satu kesatuan nan tak bisa dipisahkan. Karena prestasi belajar pada hakikatnya ialah hasil akhir dari sebuh proses belajar.
Untuk mengetahui prestasi belajar seorang peserta didik biasanya dilakukan penilaian terhadap materi belajar nan telah diberikan. Seberapa besar peserta didik mampu memberikan feed back dari setiap penilaian nan diberikan, demikianlah citra prestasi belajar nan ia miliki.
Kecerdasan, demikian juga bakat, ialah potensi dasar nan dimiliki oleh setiap peserta didik. Hanya saja kadarnya berbeda antara peserta didik nan satu dengan nan lainnya. Ia merupakan faktor internal nan sangat berpengaruh terhadap terhadap tinggi rendahnya prestasi belajar peserta didik.
Namun, dalam beberapa kasus besarnya kecerdasan dan talenta tak berbanding lurus dengan prestasi belajar siswa. Mengapa demikian? Karena prestasi belajar peserta didik dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
1. Faktor internal
Faktor internal nan memengaruhi prestasi belajar selain talenta dan kecerdasan antara lain ialah minat dan motivasi. Ketika keempat faktor ini ada dalam diri seorang peserta didik, maka prestasi belajarnya cenderung akan lebih tinggi.
2. Faktor eksternal
Pengertian prestasi belajar menurut para pakar tak mengesampingkan peranan faktor eksternal dalam meningkatkan prestasi belajar. Faktor eksternal, seperti kualitas guru, metode mengajar, lingkungan, fasilitas mengajar, dan lain sebagainya ikut memengaruhi prestasi belajar. Namun, pengaruhnya tidaklah sebesar faktor internal.
Faktor internal dan eksternal ialah dua hal nan sangat menunjang keberhasilan siswa dalam belajar. Jadi, buat menghasilkan peserta didik nan berprestasi, seorang pendidik haruslah mampu mensinergikan kedua faktor di atas.
Selain itu, ada startegi pembelajaran dalam etika ilmu pengetahuan , agar etika tersebut bisa dipertahankan oleh para generasi muda. Secara umum, taktik bisa diartikan sebagai suatu garis-garis besar buat bertindak dalam usaha mencapai target nan telah ditentukan.
Dalam global pendidikan, taktik bisa diartikan sebagai perencanaan nan berisi mengenai rangkaian kegiatan nan didesain buat mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Strategi pembelajaran ini tentu saja harus dilakukan bersama-sama antara siswa dan guru sehingga tujuan buat memahami sebuah materi bisa tercapai. Berikut ini ada beberapa taktik pembelajaran nan bisa dilakukan oleh guru dan siswa.
1. Taktik Pembelajaran Ekspositori
Strategi pembelajaran ekspositori ialah pembelajaran nan memfokuskan pada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa bisa menguasai materi pelajaran secara optimal.
Strategi ini merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran nan berorientasi kepada guru. Hal tersebut disebabkan guru memegang peranan nan sangat krusial atau dominan.
2. Taktik Pembelajaran Inquiry
Strategi pembelajaran inquiry ialah rangkaian kegiatan pembelajaran nan memfokuskan pada proses berpikir secara kritis dan analisis buat mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah nan dipertanyakan.
Proses berpikir itu biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Taktik pembelajaran inquiry termasuk bentuk dari pendekatan pembelajaran nan berorientasi kepada siswa ( student centered approach ). Hal tersebut sebab dalam taktik ini siswa memiliki peran nan sangat dominan dalam proses pembelajaran.
3. Taktik Pembelajaran Berbasis Masalah
Strategi pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran nan memfokuskan pada proses penyelesaian masalah nan dihadapi secara ilmiah.
4. Taktik Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir
Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir merupakan taktik nan menekankan kepada kemampuan berpikir siswa. Dalam taktik pembelajaran ini, materi pelajaran tak disajikan begitu saja kepada siswa, tetapi siswa dibimbing buat proses menemukan sendiri konsep nan harus dikuasai melalui proses dialogis nan terus menerus dengan memanfaatkan pengalaman siswa.
Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir merupakan model pembelajaran nan bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir siswa. Pengembangan berpikir siswa dilakukan dengan menelaah fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan buat memecahkan masalah nan diajarkan.
5. Taktik Pembelajaran Koperatif
Model pembelajaran koperatif merupakan rangkaian kegiatan belajar nan dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok eksklusif buat mencapai tujuan pembelajaran nan telah dirumuskan.
Ada empat unsur krusial dalam taktik pembelajaran kooperatif, yaitu adanya peserta dalam kelompok, adanya anggaran kelompok, adanya upaya belajar setiap kelompok, dan adanya tujuan nan harus dicapai dalam kelompok belajar.
6. Taktik Pembelajaran Kontekstual (CTL)
CTL atau Contextual Teaching and Learning ialah suatu taktik nan menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh buat bisa menemukan materi nan dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan konkret sehingga mendorong siswa buat bisa menerapkannya dalam kehidupan mereka.
7. Taktik Pembelajaran Afektif
Strategi pembelajaran afektif memang berbeda dengan taktik pembelajaran kognitif dan keterampilan. Afektif berhubungan dengan nilai (value), nan sulit diukur. Oleh karena itu, menyangkut pencerahan seseorang nan tumbuh dari dalam diri siswa.
Strategi pembelajaran tersebut bisa diterapkan oleh para pengajar nan dibantu oleh siswanya, terutama dalam memahami mata pelajaran nan sangat sulit. Di dalam menjalani taktik pembelajaran tersebut perlu adanya kolaborasi antara guru dan siswa.
Demikian informasi mengenai etika ilmu pengetahuan nan terjadi di luar sana, nan terkadang tak bisa dipertanggungjawbkan sebab kurang pahamnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan. Semoga bermanfaat.