Teori Big Bang
Bumi tak semata-mata langsung berbentuk bulat dan didiami oleh manusia. Sebelum terjadinya bumi, ada nan namanya alam semesta . Lalu, bagaimana asal-usul alam semesta ini terbentuk?
Segala sesuatu memiliki asal usul, bagaimana itu berdiri? Bagaimana itu dapat terjadi? Dan sebagainya. Dari asal usul itulah, lalu didapatkan sebuah bahan buat dijadikan sebuah teori, dengan penelitian nan monoton dikembangkan hingga mendapatkan hasil nan sempurna. Dari hasil itulah sebuah pertnyataan berubah menjadi bukti dan sejarah.
Teori Big Bang
Kajian kosmologi menyebutkan bahwa bentuk awal alam semesta terjadi sebab sebuah ledakan dengan kapasitas nan besar. Dikatakan dalam teorinya, alam ini terbentuk disebabkan keadaan nan sangat panas juga padat dan semakin hari semakin berkembang bahkan hingga hari ini.
Asal-usul alam semesta dikabarkan sudah terbentuk sejak 13,7 miliar tahun silam. Teori big bang ini juga merupakan teori nan memberikan klarifikasi seksama dan komprehensif, sebab didukung pula dengan metode ilmiah dan beberapa pengamatan.
Adalah seorang biarawan Katolik Roma Belgia, nan mengajukan teori big bang ini (teori ledakan), Georges Lemaitre. Dia sendiri telah menyebutkan teori ini sebagai hasil dari hipotesis ataom purba.
Relativitas generik dan beberapa anggapan sederhana yaitu isotropi ruang dan homogenitas bergantung pada kerangka dari teori big bang ini. Di tahun 1929, Edwin Hubble memberikan pernyataan bahwa jeda bumi dan galaksi terjauh pada umumnya berbanding lurus dengan geseran merahnya.
Hasil pengamatan ini, telah membuktikan bahwa semakin jauh objek nan kita pandang, maka semakin cepat kecepatan tampaknya. Namun, kelemahan teori ini ialah teori ini tak bisa membuktikan apa pun nan memiliki interaksi dengan bagaimana kondisi awal terjadinya alam semesta, teori ini hanya menjelaskan proses generik atas perubahan-perubahan nan terjadi berdasarkan pengembangan teori.
Namun, tidak dipungkiri juga bahwa banyak ilmuwan nan akhirnya menerima skenario teori ini, dan berpikir bahwa teori ledakan ini memang harusnya pernah terjadi. Awalnya, Vesto Spiler mengukur bagaimana imbas Doppler nan terjadi pada galaksi spiral, hasilnya menyatakan bahwa holistik nebula itu bergerak menjauhi bumi. Namun, ia tidak berpikir mengenai akibat fakta dari konsep ini.
Pada waktu itu, ada juga pertanyaan nan mengemukakan bahwa apa nebula-nebula tersebut merupakan ”pulau semesta” nan bergerak di luar Bima Sakti?
Sekitar 10 tahun kemudian, seorang matematikawan dan kosmologis dari Rusia, Alexander Freidman, sukses menurunkan persamaan relativitas generik Albert Einstein. Dari persamaan ini, disimpulkan bahwa alam semesta berkemungkinan mekar bahkan antagonis dengan nan dikemukakan oleh Einstein waktu itu, yaitu alam semesta nan statis.
Selanjutnya, Edwin Hubble nan sukses menunjukkan jeda nebula terdekat dan merupakan galaksian. Kemudian, secara independen, Georges Lemaitre menurunkan persamaan Friedmann lalu menyatakan bahwa resesi nebula nan dihasilkan dari persamaan nan dihasilkannya disebabkan sebab alam semesta nan mengembang.
Hingga di tahun 1929, ditemukanlah kolerasi antar jeda dan juga kecepatan resesi oleh Hubble. Teori ini sekarang dikenal sebagai hukum Hubble. Dan dengan hasil ini, Lemaitre merasa puas, bahwa memang inilah nan ia harapkan. Di tahun berikutnya, gagasan lain mulai berkembang mulai dari kosmologi non-standar hingga hipotesis cahaya lelah dari Fritz Zwicky.
Terdapat dua model kosmologi nan memiliki kemungkinan. Model keadaan tetap (Fred Hoyle) dengan menampakan materi ketika alam semesta mekar dan teori ledakan dahsyat (Lemaitre, dikembangkan oleh George Gamow) dengan dikenalkannya nukleosintetis ledakan dahsyat dan sempat dikaitkan sebagai radiasi gelombang mikro kosmis oleh Ralph Alpher beserta Robert Herman.
Akhirnya, para ilmuwan mendukung teori ledakan dahsyat nan ironisnya malah dikemukanan oleh Hoyle di sebuah stasiun radio. Seiring dengan berkembangnya waktu, kosmologi ledakan dahsyat ini semakin berkembang dengan analisis data nan diambil dari alat-alat lebih canggih seperti teleskop luar angkasa Hubble, WMAP, dan satelit COBE.
Hingga pada akhirnya, astronomi modern menemukan bahwa sebenarnya alam semesta ini terbentuk dari gumpalan asap. Semuanya terbukti saat semakin banyak bintang baru nan bermunculan di angkasa.
Terbentuknya Alam Semesta Menurut Islam
Menurut baku astronomi modern, bawa seluruh alam semesta berasal dari gumpalan asap dan masih berupa itu hingga sekarang, itu terbukti dari adanya bintang-bintang baru dari peninggalan gumpalan asap tersebut. Teori dari astronomi itu juga dibenarkan dengan adanya penyataan dalam isi Al-Quran, nan berbunyi, “Kemudian, Dia menunjukan penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap (Al Fushshiilat, 41: 11).”
Bintang-bintang nan biasa kita lihat di malam hari itu dulunya merupakan materi asap. Bisa ditarik kesimpulan, bahwa dari dahulu matahari , bintang, bulan, galaksi, planet ialah satu kesatuan, sebab mereka terbentuk dari gumpalan asap nan serupa. Lalu, mereka terpisah sebab asap sejenis ini.
Allah juga sudah berfirman, “Dan apakah orang-orang nan kafir tak mengetahui bahwasannya langit dan bumi itu keduanya dahulu ialah suatu nan padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.” (Al Anbiya, 21:30).
Bahkan seorang profesor geologi di Institute of Geoscienes dan Johannes Gutenberg University, Dr.Alfred Kroner mengatakan jika ia menilik dari tempas Muhammad berasal, sangat tak mungkin jika Muhammad bisa mengetahui sesuatu seperti asal-usul alam semesta hanya dari satu materi.
Bahkan, para ilmuwan saja baru mengetahui permasalahan ini dalam beberapa tahun baru-baru ini dengan cara-cara nan bahkan rumit dan dengan donasi teknologi nan sudah mutakhir.
Ia juga berkata ”Seseorang tak mungkin mengetahui apa pun tentang ilmu fisika inti pada 14 abad nan lalu, menurut aku pribadi, itu tak akan pernah terjadi bahkan jika melalui pemikirannya sendiri, bahwa langit dan bumi merupakan satu kesatuan.”
Dalam islam sendiri segala sesuatu telah dijelaskan, bahkan tanpa perlu manusia itu melakukan penelitian dengan proses nan panjang. Dari sini, kita semua ssudah dapat membedakan apa-apa nan sahih dan kurang benar.
Perangkat Baru Pendeteksi Asal-Usul Alam Semesta
Jika sebelum-sebelumnya teleskop tercanggih ialah Teleskop Hubble dan WMAP, saat ini telah tercipta teleskop nan jauh lebih canggih dari nan sudah-sudah yaitu Teleskop ALMA. Teleskop ini memiliki ukuran raksasa dengan ukurannya nan mencapai diameter 12m dan tingginya nan setara dengan gedung taraf empat. Lantas, teleskop ini menjadi teleskop terbesar di global .
ALMA disusun dari kumpulan antena sebanyak 54 buah, ditambah lagi dengan 12 buah antena nan berukuran 7 meter. 66 buah antena ini secara bersama-sama akan bekerja sama menjadi teleskop tercanggih di dunia. Teleskop ini diletakan di Gurun Atacama, Chili, dengan ketinggian 5000 meter.
Bayangkan saja, ALMA sanggup melihat cahaya dari sebagian objek dengan titik terjauh di luar angkasa sana. Ini buat menunjukan detail alam semesta pada kita, bahkan saat mereka baru terbentuk. Saat alam semesta masih berumur sangat muda, ia berbentuk kabut tebal dengan unsur gas hydrogen dingin dan membuat para peneliti kesulitan buat menyelidiki sebab nan terlihat hanya cahaya tampak saja.
Namun, dengan teleskop ALMA ini kita bisa melihat cahaya lain (gelombang radio), sebab teleskop ALMA nan memiliki mata special nan bisa menembus kabut tebal tadi, sehingga buat pertama kalinya sebuah teleskop bisa menguak misteri di balik kabut tebal tersebut.
ALMA juga akan ditugaskan buat mengintai objek terdingin lainnya seperti awan-awan gas juga debu nan suhunya di bawah 0° (dengan suhu terdingin nan bisa mencapai 273°C. ALMA juga akan berusaha menemukan planet-planet nan baru dan pembentukan bintang baru (bayi bintang) nan berada di dalam kabut tebal.
Dengan penggunaan teleskop ALMA ini, para ahli astronomi hendak memecahkan bagaimana proses kosmis berawal dan bagaimana terjadinya awal mula siklus alam semesta ini.
Semoga bermanfaat.