Puisi “Aku”

Puisi “Aku”

Siapa nan tak mengenal Chairil Anwar? Sejak mengikuti proses pembelajaran di sekolah dasar, pastinya sosok ini sudah diperkenalkan oleh guru kelas. Sajak bahasa Indonesianya nan terkenal ialah nan diberi judul AKU.

Dalam sajak itulah, Chairil Anwar mencoba buat mendobrak kenyamanan nan telah sebelumnya menjadi kebanggaan para penyair. Puisi-puisi lama nan ditulis pada penyair dirasakan oleh Chairil Anwar sebagai sesuatu nan sempit dan tak mencerminkan eksplorasi rasa.

Sementara itu, Anda mengetahui dan menyadari bahwa dalam menciptakan puisi aspek fundamental nan harus diperhatikan ialah bagaimana bisa mengeksplorasi rasa Anda. Puisi itu ialah eksplorasi rasa.

Berbagai rasa nan berkembang di dalam diri diungkapkan dengan kata-kata. Tidak ada ketentuan dalam pemilihan kata karena kata ialah eksplorasi rasa. Tetapi dalam sajak dalam bahasa Indonesia, pemilihan kata, terutama diperhatikan diksinya.

Diksi ialah jatuh suara atau kata di akhir susunan kata. Diksi ini menjadi salah satu penentu estetika dari puisi. Anda mengetahui bahwa sajak dalam bahasa Indonesia memang sangat majemuk karena kosa kata nan dimiliki bahasa Indonesia sangat banyak.

Dengan banyaknya kosa kata tersebut, maka pemilihan kata sangat bebas bagi Anda. Dan, Chairil Anwar mencoba mendobrak kenyamanan nan sebelumnya sangat dinikmati para penyair periode sebelumnya.



Penggunaan Kata Secara Ekonomis

Pada perkembangan pola penulisan puisi dan sajak, Anda bisa mengetahui dengan jelas bahwa sajak dalam bahasa Indonesia terus mengalami perubahan. Perubahan ini merupakan satu bukti kedinamisan global puisi atau sastra. Bahwa sajak atau puisi ialah kreativitas kata nan dilakukan dengan mengutamakan makna di balik sebuah kata nan dipergunakan.

Dalam penyusunan sajak dalam bahasa Indonesia, setiap kata nan dipilih dan gunakan dalam puisi pada dasarnya bukan arti sesungguhnya nan diterapkan. Anda nan awam niscaya mengalami kebingungan saat membaca kata-kata nan dipergunakan dalam sebuah puisi atau sajak.

Kata nan dimaksudkan ternyata setelah ditelaah dan ditafsirkan, apa nan ditangkap dari susunan kata tersebut ternyata sama sekali berbeda dengan apa nan dimaksudkan penyairnya. Ini merupakan satu keunikan dari sajak nan ada.

Dibandingkan sebuah cerpen, sajak merupakan satu jenis hasil sastra nan sangat pendek. Kata-kata nan dipakai sangat minim dan bukan kalimat sempurna. Kata-kata dalam sebuah sajak merupakan pilihan kata nan dipakai sangat erat dengan isi nan diharapkan.

Tidak semua kata dipergunakan karena para penyair lebih suka menerapkan prinsip hemat dalam kata dan kalimat. Bahkan tak jeda sebuah kata harus dipenggal tak sinkron dengan kaidah bahasa nan berlaku. Sebab bagi seorang penyair, sebuah kata tak hanya krusial atas dasar maknanya, tetapi juga diksinya. Apakah sebuah kata sinkron dengan kata nan lainnya, atau kata sebelumnya.



Sajak Ini Untaian Kata Indah

Ketika seseorang mulai menulis sajak, khususnya sajak dalam bahasa Indonesia maka pada saat itulah mereka mempertimbangkan banyak hal dalam menentukan kata nan sinkron dengan holistik isi sajak nan disusunnya. Saat sebuah kata diputuskan buat dipakai, maka secara cepat kata nan lain sudah tergambarkan dan siap dilengkapkan pada kata tersebut.

Jika Anda sempat menikmati sebuah sajak nan sedang dibacakan maka niscaya merasakan betapa latif kata-kata itu diuntai oleh sang penyair. Kata-kata itu mengalir seperti air sungai nan ada di dekat sumbernya. Gemericik menggelitik telinga sehingga tertambat pada riak di bebatuan dan meninggalkan busa kecil di pinggiran saluran air itu. Latif dan terdengar nyaman.

Begitulah hasil untaian kata sang penyair. Dan, jika kita mencoba buat menelaah isi sajak tersebut, maka terasa begitu menggetarkan kalbu.

Memang, setiap kata nan dipergunakan dalam puisi atau sajak ialah kata-kata biasa. Tetapi kata-kata biasa tersebut ternyata mampu menjadi semacam pedang nan tajam di kedua sisinya. Pedang itu siap membabat ataupun membelah segala nan ada di hadapannya. Begitulah kata-kata nan digunakan para penyair buat mengungkapkan rasa dalam sajak dengan bahasa nan begitu indah.

Jika kata-kata itu terasa biasa, bahkan sangat biasa bagi masyarakat generik maka bagi penyair kata itu teramat istimewa. Dari hal nan biasa, ternyata mampu diubah menjadi sesuatu nan berbeda. Kata-kata nan begitu sederhana dijadikan sajak bahasa mampu membius para pendengar.

Begitulah keberadaan kata-kata bagi para penyair. Kata AKU menunjukkan diri manusia secara harfiah, tetapi ketika seorang Chairil berkata tentang AKU, maka semua hal terkait dengannya menjadi satu kesatuan nan latif dan mempesona semua orang.

Kalau tiba waktuku….kumau tidak seorangpun merayu… tak juga kau! Begitulah Chairil menyusun kata dalam sajaknya. Kata-kata dengan akhiran huruf U menjadikan terasa latif dan nyaman. Kalau… waktuku, ini merupakan kata nan mempunyai diksi sama dan terdengar begitu indah. Kumau…… merayu, rangkaian kata ini juga begitu ringan.

Tidak ada beban di setiap kata nan dipakai. Tetapi, terdengar begitu enak di telinga dan masuk ke dalam hati. Begitulah permainan kata dalam sajak bahasa nan diterapkan oleh Chairil Anwar, sang pendobrak sajak dalam bahasa indonesia.



Puisi “Aku”

Inilah versi lengkap dari puisi karya Chairil Anwar berjudul “Aku”.

Kalau sampai waktuku

‘Ku mau tidak seorang ‘kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan dapat kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan saya akan lebih tak perduli

Aku mau hayati seribu tahun lagi

Mungkin maksud dari puisi atau sajak ini ialah tentang kegigihan seseorang buat berjuang dalam hidupnya. Untaian kata seperti “Kalau sampai waktuku ‘Ku mau tidak seorang ‘kan merayu” memiliki arti bahwa si tokoh Aku ini tak ingin ada orang nan merayu atau mengajaknya berbuat sesuatu.

Merayu di sini dapat diartikan sebagai mempengaruhi pikiran. Mempengaruhi seseorang buat masuk ke dalam jalan nan salah misalnya, atau dalam arti nan lain. Berarti si Aku ini ialah orang nan andal dan tak mau ada orang nan mengubah atau mengatur kehendaknya dalam hidup.

Bait “ Aku ini binatang jalang” memiliki arti bahwa Aku ini liar. Ibarat kata, hewan liar tak akan pernah jinak dan menuruti perintah manusia atau binatang lain, mereka punya keinginan sendiri nan tak dapat dicampuri oleh binatang lain. Dia akan melawan dengan segenap tenaga, tak ada hewan liar nan mau didekati oleh manusia atau binatang lain. Jika ada, niscaya dia akan menerkam orang atau hewan tersebut nan dia pikir akan mengganggunya.

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan dapat kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan saya akan lebih tak perduli

Aku mau hayati seribu tahun lagi

Bait di atas ialah citra lagi seorang tokoh Aku ini memang benar-benar hebat, liar, dan ganas. Maksudnya, Aku ialah orang nan sangat bertekad besar. Walaupun banyak kepahitan dan ketidakindahan hayati nan dijalani olehnya, dan banyak masalah nan datang menghampirinya, si sosok Aku tetap tak peduli.

Dengan segenap rasa berani, dia versus semua masalah hidupnya. Walaupun kepedihan semakin menjadi dalam hidupnya, dia tak peduli. Aku ialah orang nan kuat, nan dapat mengatasi segalanya dan bisa hayati lama walau banyak kegagalan atau kesengsaraan.

Ibarat seorang raja rimba, Aku selalu berusaha buat menghadapi apapun halangan nan ada di hutan. Menghadang gangguan hewan lain, racun nan mematikan, perangkap, dan bahaya apapun.

Itu artinya puisi “Aku” menggambarkan orang-orang nan gigih dan penuh keberanian. Namun, dapat juga puisi atau sajak itu mempunyai arti nan lain.

Selamat membaca sajak bahasa dan puisi Chairil Anwar lainnya, dan tangkap maknanya.