Kesenian Tradisional Jawa Barat - Sisingaan

Kesenian Tradisional Jawa Barat - Sisingaan

Kesenian tradisional ialah bagian dari kearifan lokal budaya tradisional. Sebagai negara kepulauan nan membentang dari timur ke barat, Indonesia memiliki kesenian nan sangat beragam. Setiap provinsi di Indonesia memiliki kesenian khasnya, dapat berupa tari-tarian, lagu daerah, alat musik, dan sebagainya.

Jawa Barat sebagai salah satu provinsi di bagian barat Indonesia juga tidak kalah kaya akan kesenian tradisional jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya. Ada majemuk kesenian tradisional Jawa Barat nan bisa kita nikmati dan pelajari, di antaranya ialah alat musik angklung, tari jaipongan, kesenian wayang golek, dan kesenian sisingaan. Yuk kita kenali kelima kesenian tradisional Jawa Barat tersebut!



Kesenian Tradisional Jawa Barat - Angklung

Angklung ialah bentuk kesenian tradisional khas Jawa Barat. Tidak seperti beberapa kesenian tradisional lain nan memiliki berbagai “versi” di banyak provinsi, angklung hanya berkembang di wilayah Jawa Barat. Angklung ialah salah satu kesenian tradisional nan mendunia. Bahkan sejak November 2010 lalu, UNESCO mendaftarkan angklung sebagai salah satu “Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Non-bendawi Manusia”.

Terbuat dari bambu, angklung merupakan alat kesenian tradisional nan menghasilkan bunyi jika digoyangkan. Pipa-pipa bambu pada angklung menghasilkan bunyi nan khas dan enak didengar. Setiap pipa-pipa bambu nan berbeda ukuran menghasilkan nada nan berbeda pula. Jenis bambu nan digunakan buat membuat alat kesenian angklung ialah bambu putih (awi temen) dan bambu hitam (awi wulung).

Dilihat dari bentuk dan material nan digunakan, angklung diperkirakan sudah menjadi alat kesenian Jawa Barat sejak zaman Neolitikum. Meski demikian, catatan sejarah tentang angklung baru ada di zaman kejayaan Kerajaan Sunda (sekitar abad ke-12 sampai abad ke-16).

Berdasarkan naskah catatan Kerajaan Sunda, diketahui bahwa kesenian angklung pada awalnya digunakan selaras dengan kultur masyarakat Sunda nan agraris. Dengan kata lain, angklung bukan sekadar alat musik tetapi juga merupakan bagian dari kelengkapan ritual upacara-upacara agraria.

Pada zaman dahulu, masyarakat Sunda memainkan angklung dalam upacara penanaman padi. Konon, permainan kesenian angklung akan membuat sang dewi padi dan perlambang kehidupan, yakni Dewi Sri, turun ke bumi dan memberi kesuburan pada padi-padi nan ditanam. Ritual ini masih dilakukan oleh masyarakat Baduy hingga sekarang.

Selain sebagai alat pelengkap ritual agraris, alat kesenian angklung juga biasa digunakan buat menggugah semangat prajurit Kerajaan Sunda di medan pertempuran. Fungsi ini berlangsung hingga zaman penjajahan Belanda, dan menyebabkan pemerintah kolonial Belanda sempat melarang pertunjukan kesenian dengan angklung di kalangan masyarakat.

Meski kini fungsi angklung menyempit sekadar menjadi alat kesenian tradisional, keberadaannya patut dilestarikan. Untuk bisa bertahan di era modern ini, para “pakar” dan pecinta angklung mengembangkan berbagai penemuan kesenian angklung, seperti penciptaan angklung elektrik, angklung otomatis, hingga robot angklung. Walau sudah memiliki berbagai inovasi, konsep dasar angklung sebagai alat kesenian nan harus digoyang buat menghasilkan bunyi tetap dipertahankan.



Kesenian Tradisional Jawa Barat - Jaipongan

Kesenian tradisional Jawa Barat lainnya ialah Tari Jaipongan. Tari Jaipongan terbilang kesenian tradisional nan nisbi baru. Diciptakan oleh Gugum Gumbira pada tahun 1960-an, kesenian Tari Jaipongan merupakan penggabungan antara kesenian Ronggeng, Ketuk Tilu, dan Kliningan. Gerakan-gerakan dalam Tarian Jaipongan terinspirasi oleh ketiga kesenian tersebut. Gerakan Tari tradisional mencerminkan keceriaan, semangat, erotisme, spontanitas, kesederhanaan, dan humor.

Kesenian Jaipongan nan pertama kali dikenal masyarakat luas ialah tari “Rendeng Bojong” dan “Daun Pulus Keser Bojong”. Kedua jenis Tari Jaipongan tersebut melahirkan penari-penari jaipongan nan luwes dan andal, seperti Yeti Mamat, Pepen Dedi Kurniadi, Eli Somali, dan Tati Saleh.

Beberapa waktu setelah kedua kesenian Jaipongan itu mulai terkenal, tarian-tarian tersebut menuai kontroversi sebab masyarakat menilai gerakannya vulgar dan erotis. Beruntung, Gugum Gumbira sang pencipta kesenian tradisional ini pandai mengambil kesempatan. Nama kesenian Jaipongan nan terkenal sebab erotismenya saat itu dimanfaatkan oleh Gugum Gumbira buat semakin mempromosikan kesenian ini.

Puncaknya, pada tahun 1980 kesenian Jaipongan mulai dipentaskan di TVRI Jakarta, satu-satunya stasiun televisi di Indonesia saat itu. Pementasan di TVRI rupanya mendongkrak popularitas Tari Jaipongan. Pasalnya, setelah pementasan tersebut para pemilik sanggar kesenian Jaipongan dan penarinya mulai kebanjiran panggilan buat pentas, baik di acara-acara hajatan maupun perayaan-perayaan nan diselenggarakan oleh pemerintah.

Popularitas kesenian tradisional Tari Jaipongan ini memberi angin segar terhadap perkembangan tari rakyat di Jawa Barat. Sebelum Jaipongan meraih popularitas, kesenian-kesenian rakyat Jawa Barat mulai tersingkirkan, kalah diminati dengan kesenian “impor” dari Belanda dan Amerika.

Berkat mencuatnya nama kesenian Jaipongan inilah tari-tari dan kesenian tradisional mulai diperhatikan kembali. Animo masyarakat buat belajar tari daerah, Jaipongan khususnya, meningkat. Hal ini memicu terselenggaranya kursus-kursus tari dan kesenian Jawa Barat oleh para pemilik sanggar dan praktisi kesenian rakyat.

Selain itu, Tari Jaipongan dan kesenian lainnya nan mendapatkan popularitasnya kembali menciptakan lapangan kerja bagi penggiat kesenian tradisional.

Popularitas Tari Jaipongan sebagai icon kesenian tradisional Jawa Barat ini semakin jelas di masa sekarang. Pasalnya, kini Tari Jaipongan tak hanya diminati masyarakat tetapi juga digunakan sebagai tari penyambutan bagi tamu asing di acara-acara penting.



Kesenian Tradisional Jawa Barat - Sisingaan

Sisingaan ialah kesenian pertunjukan khas Jawa Barat (terutama wilayah Subang) nan menggunakan boneka singa nan ditunggangi anak kecil (biasanya anak lelaki). Sisingaan biasa disebut juga Odong-Odong atau Gotong Singa.

Kesenian tradisional Sisingaan pada awalnya muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Bentuk singa tiruan dalam kesenian sisingaan disebut-sebut berkaitan erat dengan singa kembar lambang pemerintah penjajah Belanda, sebab di tanah Parahyangan sendiri tak ada singa atau hewan lain nan menyerupai singa.

Seiring berjalannya waktu, kesenian Sisingaan semakin berkembang serta bahan dan bentuk singa tiruan pun semakin baik; gagah dan menarik. Kostum para pengusung Sisingaan juga dibuat semakin menarik dan komersial, dilengkapi dengan ilmu tari tari dan pilihan musik nan semakin sempurna.

Perkembangan ini menyebabkan kesenian Sisingaan banyak diminati buat tampil di acara-acara hajatan, seperti sunatan anak lelaki. Keadaan inilah nan membuat kesenian Sisingaan bisa bertahan di tengah arus globalisasi hingga sekarang.



Kesenian Tradisional Jawa Barat - Wayang Golek

Kesenian khas Jawa Barat lainnya ialah kesenian Wayang Golek. Meski provinsi lain memiliki kesenian wayang, Wayang Golek di Jawa Barat memiliki karakteristik tersendiri. Pertunjukan wayang di Jawa Barat menggunakan wayang nan berbentuk boneka kayu, nan jika dimainkan oleh dalang nan pakar akan terlihat bergerak-gerak seperti gerakan manusia.

Ada dua macam kesenian wayang golek, yaitu Wayang Golek Purwa dan Wayang Golek Papak. Sebagaimana pertunjukan kesenian wayang di Jawa Tengah dan Jawa Timur, pertunjukan Wayang Golek di Jawa Barat dipimpin oleh seorang dalang nan bertugas memainkan boneka wayang, mengatur gamelan, mengatur lagu nan akan mengiringi pertunjukan, menyuarakan antarwacana, dan mengatur kinerja anak buahnya (sinden dan pemain gamelan).

Pementasan kesenian Wayang Golek biasanya dilakukan dalam bahasa Sunda dengan membawakan kisah-kisah pewayangan dan kisah dalam kitab-kitab Hindu, seperti “Ramayana” dan “Mahabharata”. Pementasan kesenian Wayang Golek ini kurang lengkap jika tak diiringi seperangkat alat musik tradisional Sunda, Salendro (sebuah gamelan khas Sunda nan terdiri dari sebuah Selentem, sebuahPeking, dua buah Saron, dua buah Gong, seperangkat Boning Rincik, seperangkat Boning, seperangkat Kenong, seperangkat Kendang, Rebab, dan Gambang.

Iringan musik Salendro pada pentas kesenian Wayang Golek dibuat semakin latif dengan lantunan suara seorang sinden. Dahulu, pementasan kesenian Wayang Golek tak menggunakan nyanyian sinden sebagai pelengkap. Baru pada 1920-an, sinden mulai mengiringi pertunjukan Wayang Golek. Bahkan profesi sinden sempat melonjak popularitasnya pada tahun 1960-an dan mencuatkan nama-nama sinden bersuara latif seperti Titim Patimah dan Upit Sarimanah.

Meski kesenian ini sekarang sporadis dipentaskan di perkotaan, Wayang Golek tetap menjadi icon pariwisata dan budaya Jawa Barat. Tidak sporadis pementasan Wayang Golek dimainkan buat menyambut wisatawan mancanegara. Tidak sporadis juga seorang dalang tangguh berkeliling global buat memperkenalkan kesenian tradisional Wayang Golek dari negara ke negara.