Perluasan Wilayah Kerajaaan Sriwijaya
Tahukah Anda Kerajaan Sriwijaya ? Artikel ini membahas seputar Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit syahdan memiliki wilayah kekuasaan nan begitu luas, bahkan sampai ke Filipina. Hal tersebutlah nan menginspirasikan nama seni bela diri Filipina nan dinamai Kali Majapahit . Konon, seni bela diri ini lahir di Pulau Mindanao dan Sulu pada masa kejayaan Majapahit.
Kali sendiri merupakan gabungan dua kata, yaitu kamut nan berarti tangan dan lihok nan berarti gerakan nan jika digabungkan menjadi gerakan tangan. Sementara itu, Kali dalam bahasa Melayu ialah keris. Sebenarnya, memang berbagai pengaruh Indonesia masuk ke Filipina pada masa Kerajaan Sriwijaya.Pada abad kelima dan keenam, suatu kerajaan dibentuk dengan bermigasinya umat Buddha India ke Sumatera dan Jawa. Kerajaan tersebut dikenal dengan nama Sriwijaya Melayu.
Kerajaan tersebut terus menyebar hingga ke Filipina.Orang-orang Sriwijaya membawa mengaruh filosofi Buddha dan Hindu, seni dan bentuk-bentuk seni berperang ke Filipina. Mereka memperkenalkan hukum ( Kode Kalantaw nan terkenal), kalender, huruf tertulis (Sansekerta nan merupakan masa depan huruf Alibata dikembangkan kemudian), agama baru, serta sistem berat dan pengukuran. Budaya baru ini mengembangkan unit sosial nan disebut barangray .
Barulah agresi besar dari budaya dan gagasan asing terjadi pada akhir abad ketiga belas. Kerajaan Majapahit dari Jawa nan meruntuhkan Kerajaan Sriwijaya menyebar ke seluruh Asia Tenggara dan masuk ke Filipina. Masa-masa itu merupakan masa keemasan budaya Melayu. Maka dari itulah, orang-orang keturunan Jawa Timur hingga sekarang begitu bangganya dengan kejayaan Majapahit. Terlebih lagi jika mengetahui asal muasal seni bela diri Filipina nan menggunakan nama Kali Majapahit .
Kerennya lagi, Kali Majapahit merupakan seni bela diri nan digunakan Bourne pada film Bourne Identity , Bourne Supremacy, dan Bourne Ultimatum . Pada 2012 pun akan kembali diluncurkan Bourne Legacy .
Di luar itu semua, sebenarnya bagaimana sih asal usul Sriwijaya nan akhirnya diruntuhkan oleh Majapahit itu. Berikut ini ulasannya.
Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Keberadaan mengenai Kerajaan Sriwijaya ini berasal dari tulisan seorang rahib Tiongkok, yaitu I-tsing nan berkunjung ke Sriwijaya pada 671 dan menetap selama enam bulan. Selain itu, terdapat juga bukti lain berupa Prasasti Kedukan Bukit di Palembang nan merupakan prasasti paling tua dengan tahun 682.
Selain Filipina, seperti nan telah dijabarkan sebelumnya, pengaruh Kerajaan Sriwijaya ini juga meluas di Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Pesisir Kalimantan. Jadi, bisa disimpulkan bahwa Sriwijaya merupakan kerajaan maritim nan kuat di Pulau Sumatera dan begitu berpengaruh di nusantara.
Kejayaan Sriwijaya nan gilang gemilang sinkron dengan makna namanya dalam bahasa Sansekerta, yaitu gabungan dari dua kata Sri dan Wijaya . Sri artinya bercahaya dan Wijaya artinya kemenangan. Jadi, bisa disimpulkan sebagai kemenangan nan bercahaya atau gilang gemilang. Namun, Kerajaan Sriwijaya ini dikenal juga dengan berbagai nama. Orang Tionghoa menyebutkan nama kerajaan ini San-Fo-Ts’i , San Fo Qi atau Shih-Li-Fo-Shih .
Sementara itu, dalam bahasa Pali, Kerajaan Sriwijaya disebut dengan nama Javadeh atau Yavadesh . Orang Khmer menyebutnya sebagai Melayu dan Bangsa Arab menyebut sebagai Zabaj .
Terdapat pula keterangan mengenai tiga Pulau Sabadeibei nan berkaitan dengan Sriwijaya pada peta Ptolomaeus. Sriwijaya memang menjadi simbol kebesaran Sumatera awal dan kerajaan besar nusantara. Jadi, pada abad ke dua puluh, kerajaan ini dijadikan surat keterangan oleh kaum nasionalis bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan sebelum datangnya kolonialisme Belanda.
Pengaruh Sriwijaya di daerah bawahannya mulai menurun dampak beberapa peperangan. Serangan-serangan tersebut antara lain diluncurkan oleh Raja Dharmawangsa Teguh dari Jawa pada 990 dan Rajendra Cola I dari Koromandel pada 1025. Sejak 1183, Kerajaan Sriwijaya di bawah kendali Kerajaan Dharmasraya dan di akhir masa, kerajaan ini takluk oleh Kerajaan Majapahit.
Secara resmi, eksistensi dari Kerajaan Sriwijaya ini diketahui pada 1918 oleh pakar sejarah Perancis, George Cœdès dari École française d’Extrême-Orient . Beliau memublikasikan penemuannya dalam koran berbahasa Belanda dan Indonesia dengan menyatakan bahwa surat keterangan Tiongkok terhadap San-fo-ts’I nan sebelumnya disebut Sribhoja dan beberapa prasasti dalam Melayu Antik mengacu pada kekaisaran nan sama.
Mengenai pusat peradaban Sriwijaya sendiri, masih menjadi perdebatan. Pierre-Yves Manguin nan melakukan observasi sekitar 1993 menyatakan bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking nan lokasinya terletak di Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Posisi tepatnya di sekitar situs Karanganyar nan sekarang dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya.
Pendapat ini juga didukung oleh foto udara pada 1984 nan menampilkan bentuk bangunan air, jaringan kanal, parit, kolam, serta pulau protesis nan tersusun rapi pada situs Karanganyar.
Pada kawasan tersebut, banyak ditemukan peninggalan purbakala nan menunjukkan bahwa kawasan tersebut pernah menjadi loka peradaban atau pusat permukiman dan pusat kegiatan manusia.Pendapat lain mengenai letak pusat Sriwijaya dikemukakan oleh Soekmono nan menyatakan bahwa pusat Sriwijaya terletak di Provinsi Jambi sekarang, yaitu pada kawasan sehiliran Batang Hari antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi.
Namun hal ini jika Malayu tak di kawasan tersebut. Jika sebaliknya, Soekmono cenderung pada pendapat Moens bahwa letak pusat Kerajaan Sriwijaya ada di kawasan Candi Muara Takus nan berada di Provinsi Riau sekarang. Ini terkait dengan warta mengenai pembangunan candi nan dipersembahkan oleh Raja Sriwijaya Sri Cudamaniwarmadewa pada 1003 buat kaisar Cina nan dinamakan Cheng Tien Wan Shou.
Tetapi berdasarkan prasasti Tanjore, bisa dipastikan bahwa pada masa penaklukan Raja Rajendra Chola I, Kerajaan Sriwijaya beribu kota di Kadaram atau nan sekarang bernama Kedah.
Perluasan Wilayah Kerajaaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya tak memperluas kekuasaan di luar wilayah kepulauan Asia Tenggara dengan dispensasi berkontribusi bagi populasi Madagaskar sejauh 3.300 mil di barat. Ibu kota Kerajaan Sriwijaya diperintah langsung oleh penguasa, sedangkan daerah pendukung diperintah oleh datuk setempat. Kerajaan Sriwijaya terdiri dari tiga zona utama, yaitu ibu kota muara nan berpusat di Palembang, daerah pendukung nan terdapat di lembah Sungai Musi dan daerah-daerah muara saingan nan mampu menjadi pusat kekuasaan saingan.
Berdasarkan Prasasti Kedukan Bukit pada masa kepemimpinan Dapunta Hyang Janayasa, Kerajaan Minanga nan kaya emas takluk di bawah Kerajaan Sriwijaya. Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya nan merambah bagian selatan Sumatera, Pulau Bangka dan Belitung hingga Lampung tertuang pada Prasasti Kota Kapur dengan tahun nan sama dengan Prasasti Kedukan Bukit, yaitu 682.
Prasasti Kota Kapur juga menyebutkan mengenai ekspedisi militer Jayanasa ke Jawa nan tidak berbakti pada Sriwijaya. Peristiwa tersebut bersamaan dengan runtuhnya Kerajaan Terumanegara di Jawa Barat dan Holing atau Kalingga di Jawa Tengah.
Kemungkinan besar keruntuhan kedua kerajaan di Jawa tersebut sebab agresi Kerajaan Sriwijaya. Oleh sebab itu, Kerajaan Sriwijaya pun tumbuh dan sukses mengendalikan jalur perdagangan laut di Selat Malaka, Selat Sunda, Bahari China Selatan, Bahari Jawa, dan Selat Karimata.
Menurut catatan orang Tionghoa, pada abad ketujuh, terdapat dua kerajaan di Sumatera, yaitu Malayu dan Kedah dan tiga kerajaan di Jawa nan menjadi bagian dari imperium Sriwijaya.Berdasarkan catatan tersebut pula, bangsa Melayu-Buddha Sailendra bermigrasi ke Jawa Tengah dan berkuasa di sana.
Pada abad nan sama, Langkasuka di Semenanjung Melayu pun menjadi bagian kerajaan. Daerah tersebut meluas ke Pan Pan dan Trambalingga nan berada di sebelah utara Langkasuka pada masa berikutnya.Samaratungga menjadi penerus Kerajaan Sriwijaya dengan periode kekuasaan dari 792 hingga 835. Namun, dia tak melakukan perluasan militer, tapi lebih memilih buat memperkuat dominasi Sriwijaya di Jawa.
Pada masa kepemimpinannya, didirikanlah Candi Borobudur di Jawa Tengah nan selesai pada 825. Hingga kini, Candi Borobudur selalu dijadikan pusat seremoni Tri Kudus Waisak oleh umat Buddha dari berbagai penjuru dunia.