Keindahan Puisi Jawa
Setelah beberapa puluh tahun kurang diperhatikan oleh pengamat sastra dan pemerhati bahasa, saat ini sastra daerah, termasuk sastra Jawa mulai mendapat loka di hati penikmat dan pegiat budaya.
Termasuk di dalamnya ialah puisi Jawa . Meski di taraf nasional kurang dikenal, namun seni sastra ini diyakini telah mampu membentuk suatu aliran tersendiri di bidang budaya, utamanya pada kategori sastra tradisional.
Puisi Jawa atau nan lebih dikenal dengan sebutan seni geguritan sekarang tak jauh berbeda dengan bentuk puisi modern sepeti nan kita kenal saat ini. Pada umumnya isi dari geguritan tersebut ialah pandangan dari penulis geguritan terhadap keadaan sosial masyarakat sekitar. Namun ada kalanya juga berisi ungkapan cinta, harapan, keluhan dan lain-lain.
Acara-acara sastra selama ini lebih menjurus pada perkembangan sastra Indonesia dan dunia, dibandingkan dengan puisi Jawa. Pembicaraan sastra pada masa ini dan posmodern lebih rancak bergaung di telinga dibanding sastra jawa. Tidak adanya pembicaraan dan diskusi spesifik tentang sastra jawa ini lambat laun akan membuat sastra jawa akan mengalami kematian secara perlahan.
Ini akan terasa menyakitkan terutama bagi masyarakat jawa. Seperti sebuah bogem keras nan diarahkan ke wajah. Masyarakat jawa nan berbahasa jawa tidak dapat memakai bahasa jawa dalam sastra jawa. Dan penyebutan sastra jawa tinggal sejarah akan terdengar dengan keras.
Puisi Jawa Jaman Dahulu
Pada jaman dahulu, puisi Jawa ialah bentuk puisi nan terikat pada aturan-aturan tertentu. Seperti jumlah baris, suku kata, maupun akhiran kalimat nan punya rumus tersendiri. Terkesan agak rumit memang. Mungkin hal inilah nan menjadi penyebab dari tak dapat berkembangnya seni geguritan pada saat itu.
Hanya para pujangga atau pakar sastra taraf tinggi saja nan dapat membuat puisi ini. Bahasa nan digunakan juga merupakan bahasa taraf tinggi serta tersirat, menyebabkan masyarakat awam kurang begitu memahami maksud dari suatu geguritan nan dibuat oleh seorang pujangga.
Puisi Jawa pada saat itu juga sering digunakan sebagai media buat membuat insinuasi terhadap penguasa atau raja dan pemerintahan kolonial. Jadi bahasa nan digunakan memang sering menggunakan suatu kiasan saja. Karena bila puisi ini ditulis secara apa adanya akan menimbulkan masalah bagi pujangga si pembuat puisi itu.
Tetapi meski dalam suasana penuh tekanan, pujangga dan para sastrawan jaman dulu tetap mampu memunculkan suatu estetika dari puisi bahasa Jawa. Walau tak diketahui mengetahui arti sebenarnya dari puisi ini, masyarakat tetap merasakan sesuatu nan dapat membuat hati bergolak atau merasa damai.
Puisi Jawa Pada Jaman Sekarang
Setelah mengalami masa kevakuman nan cukup lama, puisi Jawa sekarang mulai hayati lagi. Banyak generasi muda nan mulai suka dan tertarik buat mempelajarinya. Sementara itu aturan-aturan atau pakem nan dulunya seperti tak dapat diganggu gugat, sekarang juga sudah mulai longgar.
Saat ini puisi bahasa Jawa sudah tak jauh berbeda lagi dengan puisi modern Indonesia lainnya. Hanya aturan-aturan pokok saja nan tak boleh dilanggar. Karena memang di sinilah letak keistimewaan dari geguritan.
Keindahan Puisi Jawa
Meski telah mengalami perkembangan nan sedemikian pesat, para pegiat sastra tetap mempertahankan karakteristik khas primer dari puisi Jawa. Bahasa dan pilihan kata nan digunakan tetap halus dan mempunyai cita rasa seni nan tinggi pula.
Demikian pula simbol-simbol nan dipakai buat merangkai kalimat puisi. Jadi meskipun merupakan suatu insinuasi bahkan satire, namun pihak nan disindir tak akan terpengaruh atau tersinggung terhadap geguritan nan dibaca atau didengarnya. Bahkan mereka tetap dapat menikmatinya.
Mutu dari suatu budaya atau sastra dan seni memang terletak pada estetika hasil dari budaya tersebut. Dan puisi Jawa telah memberi bukti akan suatu adikarya budaya nan menjadi kekayaan bangsa Indonesia.
Puisi Jawa Sarat Makna
Puisi Jawa dalam penerapannya masih tergolong minim. Hal ini dikarenakan kurangnya dominasi bahasa Jawa krama dalam masyarakat Jawa nan lebih cenderung menggunakan bahasa Jawa ngoko dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga membuat puisi bahasa Jawa masih sulit buat dilakukan. Padahal nilai nan terkandung dalam puisi bahasa Jawa memiliki makna nan menguraikan riak gelombang kehidupan.
Setiap daerah memiliki sejarah kesusastraannya masing-masing, nan sudah tentu memiliki perjalanan nan cukup panjang. Demikian halnya dengan karya sastra puisi bahasa Jawa, nan sudah tentu melewati perjalanan nan tak singkat.
Oleh sebab itu sayang rasanya jika puisi Jawa dapat hilang di tengah pengguna bahasa Jawa itu sendiri. Terlebih jika puisi bahasa Jawa tak dipertahankan, negeri tercinta ini akan kehilangan satu karya sastra nan tidak ternilai harganya.
Puisi bahasa Jawa dapat mengajarkan kita bagaimana mengolah bahasa Jawa ke dalam sebuah karya sastra. Dalam puisi bahasa Jawa juga dapat mengajarkan kita akan arti makna hidup.
Penggunaan bahasa Jawa dalam puisi bahasa Jawa menimbulkan rasa memiliki satu sama lain bagi nan mendengarnya. Sehingga puisi bahasa Jawa tak dapat kita anggap angin lalu saja. Sebagai masyarakat nan menghargai bangsanya, sudah tentu kita patut memelihara kekayaan bangsa, termasuk bahasa Jawa dalam puisi bahasa Jawa.
Lantas bagaimana caranya supaya puisi bahasa Jawa dapat hayati kembali seperti pernah jaya pada masa-masa kejayaan kerajaan-kerajaan Jawa? Sebagai generasi penerus bangsa sudah sepatutnya kita melestarikan geguritan atau puisi bahasa Jawa ini. Salah satu upaya melestarikan puisi bahasa Jawa ialah dengan mencoba membuat puisi bahasa Jawa.
Contoh Puisi Jawa
Puisi dalam bahasa jawa atau nan disebut puisi Jawa . Geguritan ialah lantunan lagu-lagu kudus nan dinyanyikan pada saat aplikasi yadnya. Setiap jenis yadnya memiliki lagu kudus tersendiri.
Di sini Anda akan menemukan puisi dalam bahasa Jawa atau nan disebut geguritan tersebut secara gratis. Ini ialah geguritan terbaru buat tahun ini, ada berbagai tema nan disajikan di loka ini mulai dari hal klasih berupa cinta sampai pendidikan.
Membuat puisi tak harus dalam bahasa indonesia bukan, bahasa jawi sampai bahasa inggris seharusnya juga dicoba, buat memperkaya pengetahuan kita akan kebahasaan. Berdasarkan jenis yadnya, geguritan bisa dikelompokkan menjadi 3, yaitu antara lain:
- Geguritan Dewa Yadnya
- Geguritan Manusa Yadnya
- Geguritan Pitra Yadnya
Karena diatas sudah dijelaskan tentang pengertian geguritan, maka berikut ini ada beberapa contoh puisi Jawa nan dapat Anda nikmati.
Cerita Saka Manca
ing papan sarwa salju, aku
ngangen-angen lawang gubug binuka
ana bedhiyang lan lincak
nanging wis kebacut dadi salju
guritan apadene kekarepan
nglinthing bareng tumiyupe angin
nunjem-nunjem dom periih
sadawane wengi
kangmangka ing ngisor salju pinendhem candhi
sing durung kober kababar unine prasasti
***
Babad Wedhi Pasisir
Sorene sore jingga
wengine wengi biru
kembang pandhan mesem marang mbulan
tangane ngawe-awe sajak kemayu
apa hiya iki dayane layang atimu
sing jare bakal ditulis kalane ijen
lan sendhang mung amping-ampingann jendhela
sing wengi iki isih panggah binuka?
biyen saya nate apal gojegmu
kepiye nalika bingung ndhedher sagegem guritan
ing lemah suwung pinggire taman
ora ketang mbalang liring sambi mungkur
nyamudana wingkis sakehing kekarepan
nutup kudhuping kekembangan
iki babad wedhi pasir
pinaes ganda aruming mawar
rarasing riris dhadha kumesar
***
Sesanti
Angsluping baswara anggawa duka
Tumlusup ing ati tanpa kena diwaleri
Sansaya wengi
Nglenggana sansaya ndadi
Sepi
Sepining diri
Duh, wong bagus
Ngertiya nglenggananing jiwa
Kelangan rasa mecaki dina-dina
Tanpa ngerti,
Ngendi teba ngendi wewangenan
Aku isih kelingan
Nalikane ing plataran
Nyawang rembulan bebarengan
Nitiki wengi ngitungi lumintang
Sumebyar padhang ing lelangitan
Aku ngerti
Aku uga mung tansah nglakoni
Garising pepesthen kang wus dumadi
Amung siji tan dadi sesanti
Ugeming janji dak anti-anti
(lan sliramu mesthi ngerti, ora gelem ngerti)
Dudu nggresula dudu donga
Aku amung kepingin ngerti:
Kowe saiki ana ngendi?
***
Ron Garing
Wengi sansaya atis
Nalika saya sesingidan ing sajroning swara gamelan
Kang digawa dening angin
Prasasat tan kendhat
Anggonku kulak berita adol prungu
Ananging isih mamring
Aku wis pingin cecaketan
Obormu kang makantar-kantar
Madhangi jangkah lan jagatku
Ana ngendi papanmu
Lelana tapa brata
Tanpa pawarta tanpa swara
Aku kadya ron garing
Kumleyang kabur kanginan
Ing jagat peteng lelimengan
Krasa luwih abot
Anggonku ngadhepi dina-dina ing ngarep
Mlakuku ora mantep
Kagubet ribet lan ruwet
Adoh saka cahyamu
Pedhut ing sakindering pandulu
Panjenengan
Guruku, sihku, oborku
Kancanana sukmaku sinau bab katresnan sajroning ati.
***
Pepadang Bakal Tumeka
Angrantu sinambi jumangkah ing dalan kang peteng kebak sandungan
Mecaki lurung lurung kang dawa satengahing ara-ara samun
Bumi kang kapidak kebak sinengker
Anggawa ganda bacin
Manuk manuk dhandhang kekitrang wayah sore
Peteng kang gemuleng ing angganing manungsa
Wus sinerat ana ing kitab duk ing uni
Pepadang bakal tumeka anggawa kabar bebungah
Kanggo kita sami jalma manungsa
Kang bakal amadhangi lurung-lurung, dalan-dalan lan ara-ara samun
Amadhangi sakendhenging jagat raya
Mara gage kita sami tumenga ing angkasa
Mangayubagya rawuhipun sang pepadhang
Kanthi mesu raga nutup babahan nawa sanga
Mangestu nampi pepadhang
***