Sejarah Manusia Adalah Sejarah Bahasa
Sejarah Penciptaan Bahasa
Tidak perlu jauh-jauh mencari analogi bagaimana suatu jenis bahasa diciptakan. Coba perhatikan nan terjadi dengan bahasa nan dipakai oleh anak-anak muda sekarang. Beberapa waktu dahulu bahasa alay nan lebih berfokus pada tulisan tbegitu populer. Coba seandainya bahasa alay ini tak digunakan oelh banyak orang dan tak dimengerti, maka bahasa alay ini tak akan ada. Karena digunakan dan dianggap keren, maka lahirlah bahasa alay.
Begitu juga dengan bahasa alay gaya lisan seperti kata-kata ‘ciyus’ dan sebagainya itu. Kalau tak ada nan menganggapnya keren dan tak ada nan menggunakannya, bahasa alay gaya lisan itu tak akan berkembang. Inilah salah satu bentuk lahirnya sebuah bahasa. Ketika bahasa gaul hingga mempunyai kamus, semua itu ialah kreativitas manusia mengembangkan diri dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Bahasa Inggris nan merupakan salah satu bahasa paling banyak digunakan oleh orang di seluruh dunia, juga mempunyai sejarah tersendiri. Ada kata-kata nan dianggap sulit nan akhirnya tak digunakan lagi. Ada juga kata-kata nan berasal dari kata-kata dalam bahasa lain. Selanjutnya kosa kata bahasa Inggris itu terus bertambah sebab ada tambahan dari kosa kata bahasa lokal nan digunakan oleh penduduk lokal.
Bila suatu bahasa tak bergerak maju nan ditandai tak adanya penambahan kosakata, maka bahasa itu akan mati. Lihatlah bahasa Latin. Bahasa satu ini memang masih banyak digunakan dalam bidang keilmuan sebab memang ilmu pengetahuan banyak dikembangkan oleh para ilmuwan nan berbahasa Latin atau paling tak paham bahasa Latin. Kini, bahasa nan cukup sulit ini semakin sedikit nan menggunakannya.
Bahasa daerah di Indonesia pun akan bernasib sama dengan bahasa Latin atau bahasa lain nan akan punah sebab tak banyak nan tahu bagaimana mengucapkan atau menggunakan bahasa itu sehari-hari. Misalnya bahasa Komering nan ada di Sumatera Selatan. Sudah banyak anak-anak muda nan tak mau atau tak tahu dengan bahasa yan cukup unik satu ini. Selain mereka tak merasa keren kalau tahu bahasa satu ini, pengucapan nan terdengar lucu juga membuat tak semangat mempelajarinya.
Suatu saat bahasa satu ini akan hilang dan hanya akan menjadi sejarah. Para penuturnya pun menyadari bahwa tak banyak atau malah tak ada penambahan kosakata dalam bahasa Komering. Kalau suatu bahasa tak dinamis, maka tak akan lama bahasa itu bertahan. Bahasa Jawa juga dapat punah terutama bahasa Jawa halus atau Kromo. Tidak banyak anak muda nan paham dan sangat tahu bagaimana menggunakan Kromo halus ini. Walaupun bahasa Jawa masuk dalam kurikulum, nilai nan peserta didik tak terlalu bagus.
Pemerintah Yogyakarta bukannya tak berusaha melestarikan dan memasyarakatkan penggunaan bahasa Jawa halus dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan di lingkungan kantor pemerintah daerah, ada peraturan buat menggunakan bahasa Jawa halus. Akan sangat disayangkan kalau bahasa daerah nan menjadi salah satu potensi daerah ini akhirnya lenyap dampak dari pengaruh percampuran budaya nan tak terelakan lagi.
Pemerintah daerah lain juga hendaknya berusaha melestarikan budaya termasuk bahasa sendiri-sendiri ini. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan tetap harus dipelajari namun jangan lupakan budaya lokal nan akan membawa karakteristik tersendiri. Keunikan ini jangan sampai hilang.
Alat Komunikasi
Tidak hiperbola bila dikatakan bahwa bahasa merupakan sentral atau titik berangkat pencarian siapa manusia sebenarnya. Dengan memahami bahasa, struktur logika, kondisi kejiwaan, gagasan dan ide manusia akan gamblang dimengerti. Dalam usaha memahami bahasa, akan dijumpai pernak-pernik nan cukup luas. Mulai dari bentuk bahasa, ragam bahasa, perubahan bahasa, wujud bahasa, struktur bahasa, fungsi bahasa, pengaruh bahasa, perencanaan bahasa, pedagogi bahasa, perolehan bahasa, dan lain-lain.
Sayangnya, upaya pemahaman di atas cenderung mengabaikan pertanyaan seputar asal usul dan sejarah bahasa itu sendiri. Umur bahasa dan manusia seusia. Artinya, dimana ada manusia, disitu ada bahasa. Manusia dan bahasa hadir secara bersamaan.
Sejarah Manusia Adalah Sejarah Bahasa
Tak ada sejarah satu bahasa tanpa ada sejarah manusia. Kapan dan dimana manusia berada dan diciptakan, saat itulah bahasa ada. Bahasa tercipta berbarengan dengan penciptaan manusia. Maka, bila asal usul atau sejarah manusia masih dianggap misterius dan menjadi mitos, asal usul dan sejarah bahasa pun demikian.
Sampai saat ini belum ada satu teori pun nan memuaskan dan meyakinkan kebenarannya soal asal usul dan sejarah bahasa. Namun menurut Islam, sebagaimana diinformasikan oleh Al-quran, secara gamblang mengabarkan kepada kita bagaimana asal usul dan sejarah bahasa. Dalam Al-quran surat Al-baqoroh ayat 31-33 disebutkan, “dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian berkata kepada malaikat, “sebutkanlah pada Ku nama benda-benda jika kamu benar-benar mengerti”.
Malaikat pun menjawab, “maha kudus Engkau, tak ada nan kami ketahui selain dari apa nan Engkau ajarkan kepada kami. Engkaulah nan maha mengetahui dan maha bijaksana”. Kemudian Allah berfirman, “hai Adam beritahuikan pada mereka nama benda-benda ini””.
Dialog antara Allah, malaikat dan Adam di atas memberikan sebuah pemahan tentang asal usul dan sejarah bahasa. Ayat di atas juga hendak menegaskan bahwa manusia berbeda dengan hewan atau makhluk lainnya, bahkan dengan malaikat sekalipun. Manusia lebih paripurna dibanding kreasi Allah lainnya.
Pembedanya ialah bahasa, di samping juga akal nan dimiliki manusia. Dengan bahasa dan akal, manusia mencipta berbagai karya kebudayaan dan membentuk peradaban. Bahasa dan akal merupakan faktor penentu realsiasi amanah Allah bagi manusia sebagai kholifah dimuka bumi ini.
Seperti juga telah disebut, keistimewaan manusia ini berbeda dengan hewan. Komunikasi hewan tidaklah seunik komunikasi manusia. Hewan digerakkan oleh naluri dan insting atau ilham dari Allah. Singkatnya, sepenggal ayat di atas memberi landasan tentang teori asal usul dan sejarah bahasa. Bahwa, bahasa nan dimiliki manusia merupakan anugerah Allah.
Allahlah nan mengajari manusia bahasa. Bukti ilmiah? Memang, informasi Alquran di atas tak sepenuhnya diterima semua kalangan sebagai teori asal usul dan sejarah bahasa. Sebagian dari mereka telah mencoba mengurai teori bahasa dengan berangkat dari analisa realitas dan logis.
Para filosof seperti mazhab Pythagoras dan Plato misalnya. Keduanya berpendapat bahwa kemunculan bahasa merupakan sunnatullah dan didorong oleh desakan batin. Bahasa merupakan perwujudan perasaan dan kedalaman hati manusia nan diekspresikan. Ambil contoh kondisi hati saat senang, marah, atau sedih. Suasana batin itu ditampakkan lewat bahasa nan diucapkan.
Jejak-jejak filosof lainnya nan sempat mengajukan pendapat terkait asal-usul dan sejarah bahasa ialah filofos genre Aristoteles, Demokritos dan Epikureja. Pada intinya mereka seolah bersepakat bahwa bahasa merupakan hasil kesepakatan atau pesetujuan sosial.
Kendati alasan pendapat di atas agak tak masuk akal, tapi bila ditelaah dan diajukan pertanyaan kritis; “bagaimana mungkin kesepakatan dilakukan bila tanpa bahasa?”, pangusung teori di atas nyaris seperti terbentur tembok dalam menjawabnya. Wajar bila pertanyaan di atas tak dapat dijawab, bukankah dalam melakukan hubungan atau komunikasi agar terbangun kesepakatan harus menggunakan bahasa?
Nah, dari mana asal-usul bahasa nan digunakan dalam berinteraksi itu. Sampai disini, lagi-lagi, teori nan pernah diajukan tidak ubahnya teori “kira-kira” nan tak dapat dibuktikan secara realitas dan ilmiah. Kendati demikian, pencarian akan asal-usul dan sejarah bahasa tak musti mengabaikan penelitian dan bukti-bukti ilmiah.
Hanya saja, hasilnya tentu harus tak bertentangan dengan apa nan dikabarkan oleh Alquran. Apa nan disampaikan Alquran sejatinya dijadikan keyakinan nan tidak terbantahkan kebenarannya. Yakni kebenaran nan datang dari Allah. Maka, tugas krusial bagi pencarian hakikat bahasa terlebih asal usul dan sejarahnya ialah mengkompromikan inovasi ilmiah dengan apa nan tertera dalam Alquran.