Thawaf
Pengalaman Mendapatkan Panggilan
Apakah setiap muslim itu akan mendapatkan panggilan menuju Ka’bah? Mungkin iya, mungkin tidak. Banyak orang nan terlihat mampu, kenyataannya ia tak berminat menuju Ka’bah dan malah menggunakan uangnya buat berkeliling global dan berleha-leha serta berfoya-foya dengan apa nan ia dapatkan dari hasil kerja kerasnya. Ia merasa bahwa kebahagiaan itu ialah apabila ia dapat menerapkan konsep ‘Work hard, play hard’ dengan menggunakan hartanya menikmati dunia.
Ada juga orang nan telah berjuang mati-matian buat mendapatkan harta demi membiayai dirinya ke Mekkah, namun, ia tak juga mampu mendapatkan jatah melihat Ka’bah secara langsung. Dilain pihak ada nan mendapatkan kesempatan melihat Ka’bah ini dengan sangat mudah. Ia mendapatkan hadiah umroh dari orangtuanya atau mendapatkan undian dari pemerintah buat berumroh sebab dinilai telah berjasa bagi negara. Namun, apakah mereka berbahagia dan merasa sangat beruntung ketika berada di sana?
Belum tentu. Banyak juga nan merasa tak mendapatkan kebahagiaan dan bahkan merasa sangat tersiksa. Udara nan panas dan ibadah nan begitu panjang membuatnya lelah fisik dan lelah batin sehingga waktunya banyak dihabiskan di hotel nan nyaman dan malah ‘bertawaf’ di hotel nan megah. Mereka juga berbelanja barang-barang nan dikira tidak ada di Indonesia. Waktunya dihabiskan demi memuaskan waktunya buat melihat daerah lain dan bukannya beribadah dengan khusuk dan dengan hati nan merendah kepada Sang Pencipta.
Lalu ketika kembali ke tanah air tentu saja tak ditemukan perubahan nan berarti sebab memang tempaan nan didapatkan di Mekkah bukannya tempaan nan sebenarnya. Ia tetap tak bahagia dan tak mau beribadah ke masjid. Ia juga tetap tak mau mengubah gaya hidupnya nan glamor. Memang hidayah itu hak Allah Swt, namun, manusia hendaknya berusaha mendapatkan hidayah itu dengan kerja keras menuju keridhoan-Nya. Tidak mudah memang mendapatkan ketenangan dengan beribadah. Godaan itu banyak dan global terasa juah lebih indah.
Cinta global nan hiperbola ini membuat banyak orang merasa lelah ketika tak meraih apa nan diinginkannya. Padahal bila hati ini lebih condong kepada akhirat, maka hati akan lebih tenang dan global terlihat biasa saja. Hal inilah nan dikatakan sebagai rasa senang nan sesungguhnya.
Perjalanan Menuju Ka’bah
Perihal agen perjalanan umrah tak menjadi masalah nan memusingkan sebab sepupu kami menjalankan bisnis tersebut di Jakarta sejak bertahun-tahun lalu. Jadi, tentu saja kami memilih perusahaannya, terlebih sebab beliau pun ikut serta menemani. Tiga hari sebelum waktu keberangkatan, kami sekeluarga ke Jakarta buat tinggal di rumah sepupu kami dan mengikuti kegiatan manasik serta berbelanja berbagai keperluan nan belum lengkap.
Selama tiga hari itu, aku dan keluarga sibuk menghafalkan doa-doa dan membaca hal-hal nan berkaitan dengan ibadah umrah. Saya banyak bertanya kepada ayah dan ibu nan telah melaksanakan ibadah haji mengenai persiapan fisik, mental, serta detail ibadah nan akan dilakukan di Tanah Suci. Ketika tiba waktunya berangkat ke Jeddah dari Bandara Soekarno-Hatta, perasaan aku sudah gugup tidak karuan. Maklum, aku merasa banyak dosa dan sangat ketakutan akan memperoleh balasannya secara langsung di Tanah Suci.
Namun, aku berusaha tenang dengan meyakinkan diri bahwa ibadah ini ialah buat memperkuat keimanan dan mendekatkan diri kepada Allah. Saya berniat hendak memohon ampun kepada-Nya dan berdoa buat kehidupan aku selanjutnya di hadapan Ka’bah.
Setelah duduk di dalam pesawat, aku mulai tenang dan menikmati perjalanan menuju Jeddah, adapun waktu perjalanan ialah 9 jam, dengan selisih waktu 4 jam. Artinya, aku take off dari Soekarno-Hatta pukul 15.45 WIB, tambahkan 9 Jam, berarti aku tiba di Jeddah pukul 23.45, dikurangi 4 Jam (perbedaan waktu), jadi tepatnya aku mendarat pukul 20.45 waktu Jeddah.
Setelah selesai urusan imigrasi dan bagasi, kami menuju bus jemputan. Di dalam bus, telah menunggu pemandu nan bekerja sama dengan agen perjalanan kami. Pemandu kami telah tinggal di Arab Saudi selama 12 tahun dan berpengalaman memandu jamaah haji serta umrah. Di Jeddah, kami menginap semalam. Esok paginya, agen perjalanan telah menjadwalkan kegiatan berbelanja di Pasar Cornish/Balad sebelum melanjutkan perjalanan ke Mekkah siang harinya.
Saat berjalan-jalan dan berbelanja di Pasar Cornish, kami sempat membeli ayam goreng tepung khas Saudi nan bernama Al-Baik. Kemudian, kami check-out dari hotel dan kembali duduk di bus menempuh perjalanan menuju Mekah. Sebelum berangkat, tidak lupa kami mandi sebersih mungkin tanpa wangi-wangian, mengenakan baju ihram, dan bersiap mengambil miqat di tengah perjalanan.
Setiba di Mekah, kami langsung menuju hotel, menyimpan barang-barang dan langsung berangkat ke Masjidil Haram buat melaksanakan umrah. Kesan pertama aku begitu memandang Al-Haram dari luar ialah rasa takjub nan luar biasa. Saya merasa ada di alam mimpi sebab akhirnya dapat melihat masjid nan agung tersebut dengan mata kepala sendiri.
Sambil memasuki masjid melalui gerbang King Abdul Aziz (ingatlah nama pintu masuk Anda, sebab Anda harus keluar lewat pintu nan sama supaya tak tersesat), kami dibimbing membaca doa-doa oleh ustadz pemandu maupun beberapa ulama nan ikut dalam rombongan. Ketika akhirnya memasuki Masjidil Haram, hati aku semakin dipenuhi rasa haru nan semakin meluap dalam bentuk air mata. Sedikit demi sedikit, Ka’bah nan agung semakin jelas terlihat.
Tubuh aku tak kuasa berdiri tegak, demikian pula keluarga aku dan rombongan lain. Bersama-sama kami bersujud mengucap syukur sebab diberi kesempatan nan luar biasa itu. Setelah melaksanakan shalat sunah dua rakaat, kami mulai melaksanakan thawaf. Bersama-sama dengan ribuan umat Islam lain, kami berjalan mengelilingi Ka’bah. Bibir mengecup tangan buat kemudian dilayangkan ke arah Ka’bah, wujud kerinduan kami akan kedekatan dengan Allah Swt.
Thawaf
Ketika thawaf, tak apa jika kita bersentuhan secara tak sengaja dengan orang-orang nan bukan muhrim sebab memang demikian keadaannya. Seusai thawaf, kami shalat dua rakaat di hadapan Ka’bah, namun agak ke bagian pinggir. Air mata terus berderai selama melaksanakan shalat tanpa dapat dibendung. Ketika berdoa, aku memohon keridhaan Allah Swt buat mengampuni dosa-dosa saya, keluarga, dan semua orang nan aku sayangi. Tak lupa membacakan titipan doa nan diberikan teman-teman dan saudara di Tanah Air.
Aktivitas lainnya ialah sa’i, yaitu berlari-lari kecil di antara bukit Shafa dan Marwah nan berada di lokasi Masjidil Haram. Kami harus berlari bolak-balik sebanyak 7 kali sambil membaca doa-doa. Subhanallah, meski orang-orang berdesakan, udara panas, kami dapat menyelesaikan sa’i dengan lancar secara bersama-sama. Setelah itu, kami melakukan tahallul, yaitu memotong sejumput rambut kepala.
Kami tinggal di masjid hingga tengah malam buat shalat fardhu, shalat sunah, dan membaca Al-Quran. Rasanya damai sekali, dan hati terasa tenang mengetahui kami memiliki cukup banyak waktu buat beribadah di loka paling luar biasa di global ini. Kami tinggal di Mekah selama kurang lebih 4 hari dan berkesempatan melaksanakan umrah sebanyak 3 kali. Agen perjalanan sangat berbaik hati mengantarkan kami ke tempat-tempat pengambilan miqat sambil melakukan wisata ke beberapa lokasi seperti Jabal Tsur, Jabal Uhud, Pasar Qurma, dan sebagainya.
Kami pun melanjutkan perjalanan ke Madinah, Kota Rasulullah Saw. Di kota Sang Nabi, kami menghabiskan sebanyak mungkin waktu di Masjid Nabawi sebab kunjungan ke Madinah hanya 2 hari. Tidak lupa, kami mengunjungi Raudhah buat berdoa di sana. Suasana Masjid Nabawi sangat menyejukkan dan menenteramkan, membuat kami merasa dekat dengan Nabi Muhammad nan mulia.
Tak lupa, kami pun mengunjungi Masjid Quba dan beberapa loka bersejarah lainnya di Madinah sebelum berangkat ke Jeddah buat kembali ke Indonesia. Hari-hari nan kami habiskan di Tanah Kudus memang tak panjang, tetapi tentunya akan selalu tersimpan di dalam hati sebagai perjalanan nan paling indah. Alhamdulillah