Karya sunan Kalijaga
Masjid Demak merupakan salah satu karya Sunan Kalijaga ketika Beliau masih aktif menyiarkan Islam di tanah Jawa. Hadirnya Islam di Jawa dapat dikatakan merupakan babak baru peralihan dari era kerajaan Hindu-Budha di Nusantara berganti kerajaan Islam. Berkat Walisongo inilah Islam dapat diterima luas oleh masyarakat Jawa.
Walisongo merupakan sembilan ulama nan hayati pada masa nan berbeda, nan konsisten menyiarkan Islam dari generasi ke generasi di bumi Jawa dari Jawa Timur, Jawa Tengah, sampai Banten. Tokoh-tokoh walisongo itu ialah Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.
Keberhasilan walisongo menarik perhatian masyarakat Jawa sebab mereka menggunakan media seni budaya sebagai alat dakwah, misalnya wayang kulit , gamelan, dan sejumlah karya sastra. Secara garis besar Walisongo itu bermaksud menjadikan Islam nan sebagai salah satu bagian dari budaya Jawa.
Siapa Sunan Kalijaga
Dari sembilan wali ini ada satu tokoh sunan nan kisahnya menarik buat diulas, yakni Sunan Kalijaga nan hayati di abad 14. Latar belakang Sunan Kalijaga sebenarnya bukan dari keturunan ulama, melainkan golongan ningrat. Nama aslinya ialah Raden Mas Said, beliau merupakan putera pertama dari Tumenggung Wilatikta seorang adipati Tuban.
Beliau lahir dan dibesarkan dari keluarga ningrat dan berjarak dengan rakyat jelata. Pada masa itu kehidupan rakyat Tuban dan sekitarnya begitu sengsara dan kerap dilanda musibah seperti petani gagal panen sebab kemarau panjang serta endemi penyakit nan merajalela. Di sisi lain kewajiban rakyat menyerahkan upeti kepada tumenggung terus berjalan.
Raden Mas Sahid sangat prihatin dan sedih melihat penderitaan rakyat Tuban, dan sebaliknya, ayahnya tidak peduli terhadap nasib rakyat di luar tembok keraton. Puncak dari kekesalannya, ia lantas diam-diam mencuri cadangan bahan makanan di keraton buat dibagi-bagikan kepada rakyatnya nan menderita.
Aksi ini dilakukan beberapa kali, hingga akhirnya aksi ini diketahui oleh orang keraton. Akibatnya ia diusir oleh ayahnya dari lingkungan keraton. Bukannya tobat, Raden Mas Said justru kerap merampok orang-orang kaya, tuan tanah, dan hasil rampokannya dibagi-bagikan kepada orang miskin.
Sunan Penjaga Sungai
Pada suatu hari Raden Mas Said hendak merampok orang tua nan jalannya ditopang dengan tongkat. Dari kejauhan Raden Mas Said ini mengira tongkat kayu itu dilapisi emas dan diperkirakan harganya mahal. Kemudian orang tua itu dihadangnya dan menyuruh menyerahkan tongkat tersebut kepada Raden Mas Said.
Orang tua bertongkat itu, nan sebenarnya ialah Sunan Bonang , lantas menanyakan maksud perampok itu meminta tongkatnya. Ia menjawab bahwa ia merampok buat dibagikan kepada rakyat miskin. Mengetahui maksud Raden Mas Said, maka Sunan Bonang menasehati agar bertobat dan mencari usaha nan halal di jalan Allah.
Kemudian Sunan Bonang ini mengarahkan tongkatnya ke pohon aren nan ada buahnya. Atas kesaktiannya buah aren itu berubah menjadi emas. Disuruhlah raden Mas Said mengambil buah emas itu, tapi ia tidak mau dan ingin menjadi murid Sunan Bonang.
Sunan Bonang mengizinkan Raden Mas Said menjadi muridnya, tapi harus melalui ujian nan mahaberat. Ia disuruh menjaga tongkatnya di tepi sungai dan Sunan Bonang pun melanjutkan perjalanannya. Sambil menjaga tongkat ia bertapa tanpa bergeming sedikit pun hingga berhari-hari.
Sampai tiga tahun kemudian Sunan Bonang datang menjemput, Raden Mas Said nan tetap bertapa di depan tongkatnya, hingga rumput dan tumbuhan menutupi seluruh tubuhnya. Kemudian Sunan Bonang membisikan doa di dekat telinga anak muda ini dan ajaibnya ia kembali sadar dari tapanya. Sejak saat itu anak muda ini dipanggil Sunan Kalijaga dan menjadi murid setia Sunan Bonang.
Karya sunan Kalijaga
Setelah banyak belajar mendalami Islam dari Sunan Bonang dan ulama besar lainnya. Lantas Sunan Bonang memerintahkan Sunan Kalijaga buat menyebar agama Islam kepada rakyatnya di Tuban. Sunan Kalijaga lebih banyak mendekatkan Islam dengan menggunakan seni sebab seni memiliki daya tarik nan luar biasa. Mampu menyedot massa buat berkumpul.
Oleh sebab itu, Sunan Bonang dan sunan lainnya lebih banyak menggunakan media seni buat berdakwah. Dari seni ini lantas muncullah ketertarikan massa terhadap ajaran Islam. Maka mulailah pelan-pelan ulama Jawa ini mengajari Islam dan mengajak mereka memeluk agama Islam dan meninggalkan perbuatan nan dilarang Islam, seperti judi, minum arak, menyembah berhala, dan lain sebagainya.
Tak heran karya Sunan Kalijaga sampai sekarang masih dapat dipakai dan disaksikan. Berikut ini ialah peninggalan Sunan Kalijaga nan tersisa.
• Cerita Pewayangan
Sunan Kalijaga menyukai global pewayangan, bahkan ia piawai memainkan wayang. Ketika dakwah ia lebih kerap mendalang dengan kisah-kisah Mahabarata dan Ramayana nan telah dimodifikasi sinkron dengan misi dakwahnya.
Cerita penukawan Semar, Petruk, Bagong, dan Gareng, dan cerita Petruk Dadi Ratu ialah salah satu cerita nan dikarang sendiri oleh Sunan Kalijaga. Kemudian Beliau membuat cerita tentang dahsyatnya senjata Layang Kalimasada.
• Tembang Jawa
Selain cerita pewayangan, Sunan Kalijaga juga menciptakan beberapa tembang Jawa, contohnya Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Kedua tembang ini walaupun diciptakan dengan bahasa Jawa nan sederhana, di balik itu penuh makna filosofi dan nasihat. Sampai sekarang pun kedua lagu ini masih sering dinyanyikan dan tetap enak didengar.
• Tata ruang kota
Karya Sunan Kalijaga tidak berhenti pada seni murni saja. Beliau juga dapat membuat konsep tata ruang kota nan baik dan benar. Misalnya pada tiap kota kabupaten dibangun pendopo dan di depannya dibuat lapangan luas nan disebut alun-alun. Di tengah alun-alun terdapat daun pohon beringin besar. Fungsi alun-alun ini sebagai loka berkumpulnya masyarakat luas dan ajang berinteraksi antara pihak keraton dan rakyat. Sedangkan pada sebelah barat alun-alun terdapat masjid primer nan juga menghadap alun-alun. Mungkin hampir semua kabupaten di Jawa, menggunakan lanskap tata letak seperti ini dari Jawa Timur sampai Banten konsepnya sama.
• Masjid Demak
Karya Sunan Kalijaga nan paling fenomenal ialah Masjid Agung Demak. Syahdan masjid ini merupakan masjid tertua di Nusantara, dibangun pada abad 15 tepatnya tahun 1479. Lokasinya berada di Desa Kauman, tepat dipusat kota Demak, Jawa Tengah.
Desain bangunan Masjid Demak hasil perpaduan antara kultur Hindu, Jawa, dan Islam. Bentuk atapnya berbeda dengan masjid lainnya nan memakai kubah, sedangkan pada Masjid Demak atapnya malah berbentuk limasan bersusun tiga.
Pada bagian dalam terdapat empat pilar nan terbuat dari serpihan kayu jati nan diikat menjadi satu. Pilar-pilar ini kemudian diberi nama soko tatal . Sedangkan pada dinding di bagian mihrab imam terdapat keramik nan berbentuk kura-kura atau bulus, simbol ini diartikan sebagai angka 1401 saka. Angka ini menandakan tahun Jawa, waktu masjid ini dibangun.
Masjid Agung Demak sudah mengalami beberapa kali pemugaran, tapi bentuk aslinya tetap dipertahankan. Masih dalam komplek masjid terdapat museum nan memajang benda-benda peninggalan Sunan Kalijaga.
Demikian sedikit tentang karya Sunan Kalijaga nan masih bertahan melintasi batas-batas zaman.[]