Negativitas Korupsi
Tikus korupsi semakin merajalela saja pergerakannya. Demikian kira-kira apa nan dapat kita tangkap dari berbagai manuver nan dilakukan oleh para koruptor berdasi. Rasanya kita sulit untk menyebut satu saja institusi kita nan tidak dihuni oleh oknum pengerat uang rakyat. Biasanya mereka mempunyai dua wajah: di satu sisi terlihat seperti orang baik, namun jika ada kesempatan mereka dapat dengan tega merampok duit rakyat.
Semakin masifnya gerakan tikus korupsi ini membuat kita penasaran buat mengolaborasi apa sih itu korupsi? Korupsi sebenarnya berasal dari bahasa latin, corruptio nan memiliki makna busuk, menggoyahkan, atau rusak. Terminologi meninjau korupsi itu sebagai kegiatan memperkaya diri sendiri dengan mengabaikan aturan-aturan nan ada serta dipastikan melanggar hukum.
Korupsi dari Sudut Hukum
Dalam tinjaun hukum, beberapa tindakan nan termasuk dalam korupsi diantaranya:
1. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, dan atau golongan. Inilah inti dari kegiatan korupsi nan banyak dilakukan oleh aparat pemerintahan ataupun para pejabat kita. Sejatinya mereka ialah orang nan harusnya menjalankan segala perbuatan mereka guna memenuhi kebutuhan dan mengurusi urusan rakyatnya, namun tidak sedikit nan justru melakukan banyak hal buat diri mereka sendiri.
Tindak korupsi nan banyak dilakukan oleh aparat pemerintahan ialah dengan mengenakan kepada masyarakat beberapa pungli atau pungutan liar. Biasanya hal ini terjadi saat rakyat sedang melakukan pengurusan dokumen eksklusif misalnya akte kelahiran ataupun dokumen nan lain.
Sejatinya, hal tersebut ialah sudah menjadi tuga smereka. Rakyat pun sudah membayar pajak guna membiayai apa nan ada di dalam aturan pemerintah. Namun, dalam pelaksanaannya, rakyat masih harus dibebani dengan biaya tambahan nan tidak jelas dan hanya masuk ke kantong perseorangan saja.
Sedangkan korupsi nan dilakukan para pejabat justru lebih menggurita lagi. Mereka tak hanya memakan uang rakyat dari kisaran ratusan atau jutaan rupiah saja, namun sampai mencapai angka milyaran atau bahkan triliyunan.
Mereka mengambil sebagian dari nilai nan telah dianggarkan buat kebutuhan pengurusa urusan rakyat. Uang nan seharusnya dipakai buat membiayai segala hal buat rakyat hanya masuk ke kantong pribadi para pejabat ini.
Dan nan ada di tangan para pembuat undang-undang dan kebijakan, kereka seakan telah lupa bahwa mereka telah dipilih oleh rakyat. Mereka membuat kebijakan sinkron dengan kepentingan atau pesanan dari orang nan telah memberikan kepada mereka uang nan cukup banyak. Agar bisa dibuat kebijakan nan menguntungkan mereka walaupun dinilai akan merugikan rakyat.
Hal ini seakan tak lagi dihiraukan oleh para pejabat ini. nan terpenting ada di dalam benak mereka ialah mereka bisa memperoleh uang nan banyak. Tak masalah jika harus menggadaikan kepentingan rakyat.
Fenomena inilah nan banyak sekali terjadi di dalam kehidupan kita. Rakyat selalu menjadi korban. Uang dalam jumlah nan besar telah diambil dan dimasukan ke kantong pribadi. Uang nan seharusnya dijadikan buat kepentingan rakyat dialihkan. Sehingga rakyat tidak bisa lagi menikmati apa nan seharusnya mereka dapat.
Inilah nan menunjukkan sebuah perkataan yang kay makin kaya dan nan miskin makin miskin. Pejabat nan sudah mendapatkan gaji nan besar dan fasilitas nan mewah masih memakan uang nan tidak seharusnya mereka miliki. Sedangkan rakyat nan kekurangan terus saja tidak bisa menikmati segala hal nan seharusnya diperuntukkan bagi mereka.
2. Tindakan nan dipastikan melawan hukum. Karena apa nan telah mereka lakukan ialah hal nan tidak semestinya dilakukan. Namun hal ini seakan tak banyak dihiraukan melihat para pelaku tindak korupsi ini begitu nyaman dan enaknya melakukan korupsi.
3. Melakukan tindakan nan menyalahgunakan kewenangan. Hal ini memang banyak terjadi. Karena memikirkan baha mereka memiliki wewenang dalam melakukan beberapa hal maka dengan itu mereka bisa melakukan segala hal nan mereka inginkan walaupun hal itu tak semestinya dilakukan.
4. Tindakan nan merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ini sangat jelas terjadi. Uang nan seharusnya digunakan buat membiayai segala program pemerintahan guna mengurusi urusan rakyat dan meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka, dimakan oleh orang per orang.
Bagaimana negara dapat maju dan memajukan rakyatnya kalau para pejabatnya hanya memikirkan diri mereka sendiri. Dan suka buat membohongi rakyat dengan segala tipu daya mereka.
Keadaan Penyubur Korupsi
Korupsi merupakan bahaya laten nan sulit buat diberantas. Korupsi merupakan tindakan nan sulit untk diidentifikasi bahkan dideteksi. Pergerakannya di bawah tanah (underground), dan entah mengapa selalu menjadi momok nan akut di berbagai negara, sekalipun negara maju. Nah, beberapa diatara kondisi nan dianggap dapat menyuburkan praktik-praktik korupsi, yakni:
1. Minimnya transparansi keadaan keuangan maupun berbagai kebijakan nan berpotensi merugikan keuangan negara kepada publik. Hal ini banyak terjadi sebab memang hal keuangan ini tidak banyak diketahui oleh rakyat sehingga para pemegang kebijakan bisa melakukan segala hal semau mereka.
2. Keadaan dimana pengambilan keputusan bukan disandarkan pada tanggungjawab kepada rakyat, mislanya terjadi di rezim-rezim nan non-demokratik. Walaupun sejatiny apa nan ada di dalam asas demokrasi ialah semuanya buat rakyat, namun dalam aplikasi tidak bisa begitu mudah buat dilakukan.
Seperti nan telah disebutkan bahwa banyak kebijakan nan telah dibuat tidak memihak pada rakyat namun justru mengedepankan kepentingan pihak lain misalnya ialah para pemilik modal. Sebut saja keputusan buat menaikan harga bahan bakar minyak nan secara terang-terangan merugikan rakyat. Namun tetap dilakukan sebab akan menguntungkan para pemilik modal.
3. Biaya politik nan mahal. Hal inilah nan memang erjadi dalam sistem politik demokrasi. Untuk mencapai posisi jabatan nan diinginkan seseorang harus mengeluarkan biaya nan tidak sedikit. Hal ini tentunya ada di dalam proses pemilu nan mengharuskan seorang calon mengenalkan dirinya kepada rakyat. Tak hanya mengenalkan tapi juga mengambil simpati mereka. Banyak nan melakukannya dengan memberikan iming-iming uang dan barang nan lain.
Inilah nan menyebabkan biaya politik ini menjaid mahal. Dan ketika sudah memegang jabatan nan diinginkan maka nan ada di pikirannya ialah mengembalikan semua uang nan telah dikeluarkan dengan cepat dan mudah.
Dengan cepat sebab masa jabatan ini akan berlangsung dalam waktu nan tidak cukup lama. Untuk itu, masa jabatan ini harus benar-benar dimaksimalkan buat mengembalikan apa nan telah dikeluarkan.
Dengan mudah ialah dengan melakukan segala hal nan bisa mengembalikan uang nan telah dikelaurkan. Untuk menutupinya denan gaji nan diperoleh dalam masa jabatan maka hal itu tidak akan mencukupi. Maka akan dilakukan segala hal buat mendapatkan uang nan banyak.
Salah satu hal nan banyak dilakukan ialah dengan melakukan korupsi anggaran. Sejumlah uang nan seharusnya digunakan buat kepentingan rakyat, sebagian dipotong buat diambil dirinya sendiri. Sehingga nan diberikan kepada rakyat ialah sebagian nan lainnya, tak penuh seperti apa nan ada di dalam anggaran.
4. Berbagai proyek nan berpotensi buat diselewengkan. Proyek ini nan memang memiliki aturan nan cukup besar dan bisa dikorupsi.
5. Gaji pegawai pemerintahn nan snagat kecil sehingga mereka (para pegawai) akan mencari huma nan lain buat mencukupi berbagai kebutuhan hidupnya, salah satunya dengan korupsi.
6. Kondisi rakyat nan acuh tidak acuh terhadap berbagai konduite menyimpang pejabat-pejabatnya nan membuat keadaan koruptif semakin sulit buat dihindari.
7. Ketiadaan kontrol nan ketat dan rigid, seperti dari LSM, serikat masyarakat madani, penegak hukum, dsb.
8. Media nan terkerangkeng dan tercebur justru dalam intervensi kekuasaan.
Negativitas Korupsi
Good governance menjadi suatu hal utopis dalam suasana kehidupan bernegara nan koruptif. Demokrasi akan terhambat. Begitu juga dengan pembangunan nan sulit buat maju sebab minimnya biaya sebagai akibat dari masifnya budaya koruptif. Berbagai tindak korupsi nan terjadi di berbagai sudut: di pemilihan generik akan berdampak dalam pengurangan akuntabilitas dan perwakilan ketika menggodok legislasi, korupsi di pengadilan akan menghentikan nilai-nilai keadilan nan sebenarnya menjadi ruh penegakan hukum itu sendiri, dsb.
Demikian juga di bidang ekonomi, tikus korupsi akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi dan menegasi kualitas pelayanan pemerintah terhadap rakyatnya. Dengan korupsi kekacauan di sektor publik akan terjadi dengan cara mengalihkan investasi-inevetasi ke berbagai proyek nan dilihat akan banyak menghasilkan fulus ke kantong koruptor. Bukan mengarahkan investasi buat kemajuan dan pembangunan masyarakat sebagaimana diamanatkan konstitusi.