Berkaca Pada Cina: Solusi untuk Pengangguran dan Peningkatan Kualitas SDM
Setiap anak sekolah dasar minimal kelas 3 diwajibkan belajar bahasa Inggris dengan benar. Pembelajaran ini bukan sembarang belajar tanpa teknik yang tepat. Pengucapan dan aksen harus seperti penutur asli. Ini berkaitan dengan karakter bangsa. Dengan dominasi bahasa Inggris yang hebat, mereka berusaha mengubah nasib mereka. Ada pelatihan intensif agar semua anak mampu menguasai bahasa Inggris dengan baik.
Menguasai bahasa Inggris menjadi salah satu cara untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, pengetahuan yang lebih luas, dan peluang lainnya. Cina melihat bahasa Inggris sebagai kesempatan besar. Mereka membangun karakter yang kuat agar semua anak mampu menggunakan bahasa Inggris dengan efektif. Tidak mengherankan jika lebih dari tiga per empat mata pelajaran yang dipahami oleh bangsa Cina menggunakan bahasa Inggris. Mereka benar-benar melihat bahasa Inggris sebagai solusi untuk berbagai masalah.
Ini adalah salah satu kekuatan bangsa Cina yang seharusnya dicontoh oleh bangsa Indonesia. Ketika kurikulum 2013 hanya memberikan 90 menit pelajaran bahasa Inggris kepada anak-anak di sekolah menengah atas, banyak orang melakukan protes. Mereka khawatir dominasi bahasa Inggris anak Indonesia menjadi kurang baik. Namun, di lapangan terlihat bahwa tidak banyak guru bahasa Inggris yang benar-benar menguasai bahasa Inggris.
Kompetensi guru bahasa Inggris di sekolah sangat kurang. Sehingga wajar jika pemerintah hanya memberikan waktu 90 menit untuk bahasa Inggris. Selama ini, bahasa Inggris dipelajari dalam waktu yang lama pun hasilnya masih kurang memuaskan. Oleh karena itu, anak-anak seringkali harus mempelajari bahasa Inggris di lembaga kursus. Ini bukan hanya untuk memberikan laba bagi lembaga kursus bahasa Inggris yang baik, namun pemerintah mungkin memiliki pemikiran yang lebih baik mengenai penerapan kurikulum ini ke depannya.
Selain memberikan pemahaman tentang pentingnya bahasa Inggris, pemerintah Cina juga menekankan pentingnya mempelajari berbagai keterampilan yang akan menunjang kemampuan menciptakan lapangan kerja, terutama di bidang teknologi. Pemerintah Cina memberikan dukungan penuh kepada rakyatnya, termasuk banyak beasiswa untuk anak-anak yang tidak mampu.
Bangsa Indonesia seharusnya mencontoh hal ini. Bangsa ini terlalu banyak menjadi pengguna dan bukan pencipta. Jika hal ini terus berlanjut, bangsa ini hanya akan menjadi pasar bagi negara lain. Selain itu, jika menjadi pemakai, maka akan terjadi peningkatan angka kredit. Jika bangsa ini terus meminjam uang dan tidak menabung, inflasi akan semakin tinggi, yang menyebabkan ketidakstabilan ekonomi.
Bangsa Cina terkenal dengan kehidupan sederhana mereka. Mereka bahagia menabung. Ini juga banyak dicontohkan oleh orang-orang keturunan Cina yang ada di Indonesia. Jika semua orang bahagia menabung dan hidup dengan apa adanya, maka bangsa ini akan menjadi lebih besar dan mampu mengendalikan perekonomiannya dengan lebih baik. Selain itu, adanya hukum yang jelas dan berlaku untuk semua orang akan memberikan kesempatan kepada semua kalangan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Pengangguran Bertambah Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2004, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia tercatat sebanyak 9,86 persen dari sekitar 100 juta angkatan kerja yang ada. Sedangkan jumlah pengangguran setengah terbuka pada tahun yang sama, menurut LIPI, sebesar 27,5 persen atau sekitar 28,93 juta orang. Dengan taraf pengangguran seperti ini, bangsa ini seharusnya perlu bersedih. Artinya, kerja keras harus segera dilakukan agar angka pengangguran dapat turun.
Data BPS berdasarkan Survei Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) Tahun 2009 menunjukkan angka yang tidak jauh berbeda. Jumlah pengangguran terbuka tercatat sebesar 9,26 juta orang atau sebesar 8,14 persen dari 113,7 juta angkatan kerja yang ada. Sedangkan taraf partisipasi kerja hanya mencapai 67,6 persen. Sisanya, sebesar 32,4 persen, adalah pengangguran terbuka maupun tenaga kerja setengah pengangguran, yang menjadi beban sosial.
Jumlah ini kemungkinan akan terus bertambah mengingat pemulihan ekonomi nasional dan pembukaan lapangan kerja baru yang berlangsung sangat lambat. Grafik pengangguran di Indonesia menunjukkan adanya pengurangan lapangan kerja yang mencapai 1,2 juta pada tahun 2003, dengan 60 persen lapangan kerja di perkotaan dan 40 persen di pedesaan. Mengingat masih banyak pekerjaan yang ada, bangsa ini harus mampu mendidik anak-anak bangsa agar bisa bersaing di pasar kerja global.
Jika hanya memikirkan angka pada transkrip nilai, hal ini tidak akan banyak membantu. Apakah angka tersebut diperoleh dengan cara yang benar? Masih tingginya taraf korupsi, kolusi, dan nepotisme juga menjadi salah satu hambatan yang membuat banyak orang merasa terhalang mendapatkan pekerjaan yang seharusnya. Walaupun dikatakan bahwa bangsa ini berusaha menjadi lebih baik, di era reformasi, tindakan KKN semakin merajalela.
Korupsi telah menjadi masalah sistemik. Kurangnya pekerjaan yang tersedia membuat banyak orang menjadi curang, bahkan penegak hukum pun terkadang terlibat dalam kejahatan. Pekerjaan yang paling sulit di negeri ini adalah menjadi orang yang jujur. Kejujuran adalah karakter yang sangat penting dan menduduki peringkat pertama dalam karakter seorang pekerja.
Struktur Pengangguran Struktur ekonomi Indonesia didominasi oleh industri kecil dan mikro. Dari 39,72 juta unit usaha pada tahun 2003, 99,97 persen atau sebanyak 39,71 juta unit usaha merupakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Jika bangsa ini terus berusaha memberikan kesempatan kepada anak-anak muda, mereka dapat bergerak lebih dinamis. Banyak anak muda yang sudah memiliki pekerjaan mengagumkan di usia kurang dari 30 tahun.
Melihat fenomena ini, beban yang harus diatasi oleh pemerintah memang cukup berat. Apalagi jika pemerintah tidak belajar dari pengalaman, jumlah pengangguran yang besar akan menjadi masalah sosial yang serius. Pemerintah perlu merangsang dan menciptakan iklim usaha yang aman bagi tumbuhnya wirausaha baru. Berbagai strategi harus dilakukan agar anak muda dapat bergerak dengan lebih lincah di pasar global.
Masalah lainnya adalah pengangguran setengah terbuka, terutama di perkotaan. Mereka adalah tenaga kerja yang berpendidikan setidaknya SMA atau pernah mengenyam pendidikan tinggi, memiliki keterampilan khusus, namun pekerjaan mereka tidak tetap. Dalam persaingan global kerja yang semakin kompetitif, mereka gagal atau tidak dapat masuk. Besarnya jumlah pencari kerja dibandingkan dengan lowongan yang tersedia menyebabkan kelompok ini mencari pekerjaan apa saja yang dapat menghasilkan uang.
Tuntutan kebutuhan hidup yang semakin tinggi di perkotaan mendorong mereka untuk bekerja apa saja, termasuk membuka atau menjalankan usaha sendiri. Namun, berbagai keterbatasan akses menyebabkan mereka kurang mendapatkan perhatian. Jika kondisi ini tidak diatasi, potensi ini bisa menjadi masalah sosial atau hukum. Selain itu, grafik pengangguran di Indonesia berkolerasi dengan tingkat kriminalitas yang tinggi.