Perempuan dengan Potensinya nan Luar Biasa
Perempuan , identik dengan keindahan. Namun, ada pula nan mengidentikkan perempuan dengan kelemahan. Perempuan diidentikkan dengan estetika karena perempuan memang latif dan dapat memperindah dirinya dengan bersolek.
Perempuan begitu pandai menyiasati kekurangan nan dimilikinya, terlebih lagi kekurangan fisik dengan cara berdandan. Berdandan merupakan solusi bagi perempuan buat tetap dapat tampil latif dan mempesona.
Berbagai hal dilakukan perempuan agar tetap dapat tampil optimal. Tak hanya menjaga bentuk tubuh saja, perempuan pun terbilang rajin merawat tubuhnya dengan saksama. Mulai dari perawatan rambut, paras tubuh, hingga bagian kewanitaan, dijaga dan dirawat secara telaten.
Semuanya merupakan asset bagi perempuan, terlebih bagi mereka nan telah bersuami, sebaiknya tetap menjaga dan merawat tubuhnya agar menyenangkan hati suami. Toh, menyenangkan hati suami merupakan salah satu bentuk ibadah.
Perempuan atau Wanita?
Perawatan nan dijalani perempuan banyak dilakukan di salon-salon kecantikan. Meskipun ada beberapa nan memilih melakukan perawatan di rumah, namun jumlahnya tidak sebanyak nan memilih salon kecantikan sebagai pusat perawatan. Meski harus mengeluarkan uang ekstra buat melakukan perawatan secara berkala, bukanlah suatu rintangan bagi perempuan karena hasilnya akan memuaskan.
Perempuan nan mementingkan penampilan, kebanyakan adalah mereka nan memiliki profesi sebagai wanita karier, meskipun ada pula nan tak berprofesi sebagai wanita karir namun tetap memprioritaskan penampilan. Selain sebab profesi, persoalan lelaki menjadi pendorong primer bagi mereka melakukan perawatan tubuh.
Namun, ada pula kaum perempuan nan tak mementingkan segi penampilan. Sebagian dari mereka lebih mementingkan eksistensinya sebagai perempuan. Mereka melakukan hal-hal nan lebih menyuarakan keberadaan perempuan dan berusaha menghapuskan segala bentuk subordinat terhadap perempuan dalam segala hal.
Kaum feminis, kerap disebut seperti itu bagi mereka nan lebih mengedepankan sisi eksistensi dan penyetaraan atau membela hak-hak kaum perempuan. Kaum feminis ini ada nan tergolong feminis ada pula nan tergolong radikal.
Bagi kaum feminis nan tergolong biasa saja, mereka masih membutuhkan keberadaan laki-laki. Mereka dapat bekerja sama dengan laki-laki, dan laki-laki dijadikan sebagai partner, bukanlah makhluk nan mesti dilawan atau ditakuti.
Ada pula kaum feminis radikal nan sama sekali tak membutuhkan kehadiran laki-laki. Bagi kaum feminis radikal, laki-laki dianggap musuh. Laki-laki dianggap berbahaya. Kaum radikal kerap melakukan aksi antipria karena menurut mereka laki-lakilah penyebab adanya subordinat terhadap perempuan. Semakin banyak kasus subordinat perempuan oleh laki-laki, semakin kaum radikal menyerukan gerakan antipria.
Bagi kaum feminis pun, mereka lebih bahagia disebut sebagai perempuan dibanding wanita. Menurut mereka kata perempuan lebih baik, lebih santun dibanding kata wanita nan memiliki nilai rasa merendahkan, melecehkan. Itu sebabnya dalam makna kata Bahasa Indonesia, kata perempuan merupakan kata ameliorasi, yakni kata nan maknanya memiliki nilai rasa nan lebih baik.
Sementara kata wanita merupakan kata peyorasi, yakni kata nan maknanya memiliki nilai rasa nan lebih rendah. Jika ada nan menyebutkan kata wanita di hadapan kaum feminis, maka mereka akan menegurnya dan menjelaskan mengenai makna kata perempuan dan wanita. Itu sebabnya kaum feminis lebih suka disebut dengan perempuan dibanding wanita.
Permasalahan makna kata tersebutlah nan akhirnya mendorong mereka melakukan pergerakan-pergerakan nan sifatnya menggiatkan aktualisasi diri perempuan terhadap keberadaan dirinya. Di Indonesia, gerakan feminis pun telah tak asing lagi.
Mereka melakukan pembelaan dan donasi hukum terhadap perempuan-perempuan nan mengalami pelecahan, diskriminasi, dan ketidakadilan. Kaum feminis ini mendiirkan Forum Swadaya Masyarakat sebagai loka sosialisasi, pengaduan, bahkan konservasi bagi kaum perempuan di Indonesia.
Kenali Mereka, Para Perempuan Perkasa
Perempuan bukanlah makhluk lemah. Salah besar pandangan nan merendahkan mereka. Apalagi menganggap perempuan sebagai makhluk kelas dua atau setengah manusia ( a half human ).
Memang, sepanjang sejarah peradaban besar manusia seperti Yunani, Romawi, India, dan Cina, status serta peran perempuan termarginalkan. Terutama di sektor publik, perempuan nyaris tidak punya kontribusi apa-apa. Hak mereka diabaikan, bahkan dirampas dengan semena-mena. Kedudukan mereka pun sama atau lebih rendah daripada budak laki-laki, walaupun mereka bukanlah budak.
Akibatnya, potensi kaum hawa tersebut jadi tumpul. Kecerdasan pikiran dan kematangan emosi mereka dianggap hanya imbasan jempol belaka. Tak dapat disamakan atau bahkan melebihi laki-laki. Pandangan ini pun masih tetap lestari hingga ke masa kita saat ini. Walaupun levelnya tidak lagi seekstrim zaman dahulu, tetap kini masih sering dijumpai anggapan nan tak menempatkan perempuan sebagai pribadi mandiri, pribadi nan layak dihargai dan dihormati.
Padahal, jika setiap orang mau menggunakan akal sehatnya, terlihat dengan jelas tidak ada disparitas signifikan antara laki-laki dan perempuan. Contoh, jika dilihat dari asal kejadian, kedua jenis kelamin ini punya potensi sama, baik akal maupun potensi jiwa lainnya. Kemuliaan manusia tidak dilihat dari jenis kelamin, tetapi dari ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Termasuk dari kebermanfaatan bagi manusia lain dan peradaban.
Perempuan dengan Potensinya nan Luar Biasa
Fakta bahwa perempuan punya potensi luar biasa dan tidak kalah dengan kaum laki-laki, bisa kita lihat dari kisah hayati para perempuan di bawah ini. Sejarah mencatat, walaupun lingkungan seringkali tidak ramah, hal itu tidak mematahkan semangat hayati dan daya dobrak mereka. Hasilnya, global pun menorehkan cerita hayati mereka dengan tinta emas. Tak kalah cemerlang dan 'perkasa' dari laki-laki.
1. Joan of Arc, Panglima Perempuan dari Perancis
Perempuan perkasa ini biasa juga dikenal dengan nama Jeanne d'Arc. Joan ialah pahlawan negara Perancis dan orang kudus (santa) dalam agama Katolik. Ia ialah salah satu panglima perang Perancis nan sangat terkenal. Hebatnya, popularitasnya itu diraihnya pada usia nan sangat belia, tujuh belas tahun.
Walaupun dua tahun kemudian ia mati sebab dieksekusi oleh Inggris, tapi kharismanya sebagai orang besar dan perempuan luar biasa, senantiasa menginspirasi bangsa Perancis hingga saat ini.
Menurut catatan sejarah, Joan lahir di Lorraine, Perancis, pada 6 Januari 1412. Kondisi perpolitikan ketika ia lahir dan menapaki usia remaja, sangat labil dan kacau. Saat itu, Kerajaan Perancis diambang kekalahan dari Inggris pada Perang Seratus Tahun (1337-1360).
Joan nan terlahir sebagai perempuan desa dari pasangan Jacques d'Arc dan Isabelle Romee itu, menjadi mencuat namanya sebab visi nan ia bawa. Ia mengaku mendapat kesadaran (vision) dari St. Michael, St. Catherine, dan St. Margaret nan menyuruhnya mengusir Inggris dan membawa putra mahkta (dauphin) saat itu, Charles VII, ke Reims buat diangkat menjadi raja Perancis.
Setelah mendapat restu dari Charles VII, Joan pun dipercaya memimpin pasukan Perancis. Beberapa kemenangan dramatis nan ia peroleh, membuat perempuan pemberani itu jadi idola rakyat Perancis. Tak hanya mampu merebut Kota Reims nan dikenal sebagai kota penobatan (koronasi) bagi Raja Perancis, Joan juga mampu mengangkat kembali harga diri rakyat Perancis.
Beberapa wilayah Perancis nan sebelumnya dikuasai oleh Inggris, kembali ke dalam kedaulatan Perancis. Bahkan di mata rakyat Perancis, popularitasnya melebihi Charles VII. Hal ini ternyata menimbulkan kecemburuan dari pihak kerajaan.
Joan pun tidak lagi mendapat dukungan militer nan memadai. Bahkan, dalam sebuah pengepungan oleh pihak Inggris dan sekutunya, Burgundi di Compiegne pada 23 Mei 1430, perempuan malang itu tertangkap.
Kembali, pihak kerajaan Perancis tidak memberikan usaha maksimal buat membebaskannya. Joan kemudian dieksekusi dengan dibakar oleh pengadilan Inggris dengan tuduhan bidah pada 30 Mei 1431. Namun, setelah dilakukan pengadilan ulang, pada 7 Juli 1456 pengadilan memutuskan bahwa Joan tidak bersalah. Perempuan nan kemudian jadi simbol keberanian dan keaktifan memperjuangkan prestise bangsanya itu, diangkat jadi santo (orang suci) dalam tradisi agama Katolik nan sangat terkenal hingga kini.
2. Helen Keller, Perempuan Buta-Tuli nan Menginspirasi Dunia
Siapa tidak kenal perempuan mengagumkan ini? Semasa hidupnya, ia telah menerima sederet penghargaan dari Honorary University Degrees Women's Hall of Fame, The Presidential Medal of Freedom, The Lions Humanitarian Award. Lebih luar biasanya lagi, kisah hidupnya nan diangkat ke layar lebar, mampu meraih 2 Piala Oscar.
Itu belum terhitung ceritanya nan jadi bahan inspirasi tidak bertepi bagi para penulis novel di seantero jagat. Salah satunya ialah novel dari penulis Tere Liye asal Indonesia nan berjudul "Moga Bunda Disayang Allah".
Perempuan kelahiran Tuscumbia, Alabama, 27 Juni 1880 ini memang sangat pantas jadi sumber inspirasi siapa pun. Ia tidak hanya dikenal sebagai seorang penulis, tapi juga merupakan aktivis politik dan pengajar (dosen).
Artikel dan buku hasil karyanya, seperti The World I Live In dan The Story of My Life, jadi literatur klasik di Amerika. Hasil karyanya itu telah diterjemahkan ke dalam 50 bahasa di seluruh dunia. Suatu prestasi nan kiranya bagi orang normal sekali pun, sulit buat diraih.
Sebelum ajal menjemputnya pada 1 Juni 1968, Helen telah berkeliling ke 39 negara. Berbicara dengan para kepala negara bersangkutan dan mengumpulkan dana buat orang-orang buta dan tuli. Hasilnya, American Foundation for the Blind dan American Foundation for the Overseas Blind didirikan olehnya. Wujud ikut merasakan mendalamnya bagi orang-orang buta dan tuli di seluruh dunia.
Memiliki keterbatasan fisik nan sangat fatal yaitu buta dan tuli, tidak mematahkan semangat Hellen buat mempersembahkan nan terbaik bagi dunia. Perempuan nan terserang penyakit misterius ketika usianya baru menginjak beberapa tahun itu, awalnya ialah individu nan mustahil memperoleh pendidikan layaknya anak-anak seusianya.
Bagaimana tidak, penyakit misterius tersebut telah merenggut kemampuan penglihatan dan pendengarannya. Pada usia nan sangat dini, Helen telah bergaul dengan kegelapan dan keheningan.
Tapi, semuanya itu berubah seratus delapan puluh derajat ketika pada usia tujuh tahun, orang tuanya memercayai Anne Sullivan sebagai guru pribadi Hellen. Melalui kesabaran, keuletan dan kreatifitas Anne, Hellen berubah menjadi sosok perempuan mengagumkan.
Lewat ketekunannya, Hellen pada usia 20 tahun diterima kuliah di Radcliffe College, cabang Universitas Harvard spesifik perempuan. Suatu prestasi nan rasanya mustahil dicapai oleh seorang tuna netra dan tuna rungu. Empat tahun kemudian, Hellen lulus dengan predikat magna cum laude. Perempuan ini sudah menunjukkan keajaibannya sejak belia.
Kisah hayati Hellen nan menguasai bahasa Perancis, Jerman, Yunani dan Latin tersebut, jadi contoh keteguhan, keuletan dan ketegaran seorang perempuan. Pribadi nan mengundang decak kagum dan fenomena bahwa perempuan juga dapat memiliki kualitas 'perkasa' seperti atau bahkan melebihi laki-laki.
3. Kartini, Perempuan Priyayi Pendobrak Emansipasi
JIka dua contoh sebelumnya ialah perempuan dari luar negeri, maka Kartini ialah sosok konkret hebatnya perempuan di negeri kita sendiri, Indonesia. Telah banyak referensi, baik dari dalam maupun luar negeri nan merekam kiprah Kartini semasa hidupnya. Kartini pun dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi ketika Belanda masih menjajah bangsa ini.
Lahir dari keluarga priyayi (bangsawan Jawa) di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879, Kartini telah dihadapkan pada kondisi sosial nan tak berpihak kepada perempuan. Ketika itu, akses pendidikan bagi kaum perempuan sangatlah minim.
Bahkan sangat banyak perempuan nan tidak pernah mendapatkan pendidikan formal seumur hidupnya. Mereka terkukung oleh kebodohan nan memang dilestarikan oleh kaum feodal (pribumi) dan kolonial (Belanda).
Kartini nan terlahir dari kelas perempuan bangsawan, pada usia setelah 12 tahun, dipingit dan harus tinggal di rumah. Itu berarti, akses pendidikan nan sebelumnya dapat ia peroleh dengan leluasa, tidak lagi didapatkannya.
Untungnya, Kartini fasih berbahasa Belanda. Kemampuannya ini membuatnya mampu belajar belajar sendiri dari buku-buku terbitan Belanda. Termasuk berkorespondensi kepada teman-temannya nan berasal dari Belanda, baik laki-laki maupun perempuan.
Setelah kematian Kartini nan terhitung muda (25 tahun), hasil korespodensinya nan berisi pemikiran tentang usaha buat kemajuan perempuan pribumi, dibukukan dengan judul "Hasib Gelap Terbitlah Terang". Buku ini sangat fenomenal dan jadi tonggak perjuangan emansipasi kaum perempuan di Indonesia.