Puisi Religi dan Maknanya
Tokoh sastrawan dalam bentuk puisi di Indonesia tidaklah terlalu banyak sebab buat menciptakan sebuah puisi religi tidak sekadar sebagai sastra, tetapi juga ada unsur kerohanian nan ingin disampaikan dalam puisi-puisi tersebut.
Sejauh ini kita mengenal nama sastrawan nan mengeluti puisi religi ialah Kiai Haji Mustofa Bisri atau nan akrab di sapa Gus Mus, lalu Cak Nun, dan masih banyak lagi. Selain terkenal sebagai pendakwah banyak karya-karyanya berupa puisi dan novel nan menceritakan kerohanian nan telah dihasilkan oleh Gus Mus dan Cak Nun, khususnya Islam.
Sementara itu, dari kalangan agama Katolik kita mengenal Rama Sindhu nan sekaligus mengarang novel "Anak Bajang Menggiring Angin", pada tahun 1983. Kemudian, rahib dari Bali nan bernama Ida Pedanda Made Sidemen, juga ikut menggeluti global seni.
Berdasarkan klarifikasi tersebut bisa disimpulkan bahwa puisi religi banyak dihasilkan oleh orang-orang nan memang dalam hidupnya juga dekat dengan global religi. Puisi religi dikatakan tak hanya sekadar sastra karena selain mengandung rangkaian kata nan latif sebagai karakteristik khas sebuah puisi. Puisi religi juga mengandung nilai kehidupan nan bagus untu kerohanian kita.
Menginspirasi dan selalu mengingatkan kita akan kebesaran Tuhan di dalam hayati ini. Mungkin dari kita ada nan pernah mendengar istilah dulce et utile dari tokoh penyair Horatio, artinya latif sekaligus berguna. Dulce et utile ialah salah satu dari fungsi seni dan puisi religi sepertinya sudah memenuhi karakteristik tersebut. Puisi religi memberi rona dalam kancah global puisi Indonesia, kritik atas kebobrokan rohani di sampaikan melalui perenungan kata-kata nan penuh makna.
Puisi Religi dari Gus Mus (Kai Haji Mustofa Bisri)
Gus Mus sapaan akrab bagi seorang kiai, seniman, budayawan, dan sastrawan nan satu ini. Beliau dikenal sebagai penyair nan nyentrik sebab meskipun beliau ialah tokoh agama dan pengurus pesantren, tetapi tak seperti kebanyakan para pemuka agama lainnya. Beliau lebih suka menanamkan akar-akar bersikap Islam ke dalam karya-karyanya.
Perhatikan contoh puisi karya Gus Mus berikut.
Sajak Atas Nama
Ada nan atas nama Tuhan melecehkan Tuhan
Ada nan atas nama negara merampok negara
Ada nan atas nama rakyat menindas rakyat
Ada nan atas nama humanisme memangsa manusia
Ada nan atas nama keadilan meruntuhkan keadilan
Ada nan atas nama persatuan merusak persatuan
Ada nan atas nama perdamaian mengusik kedamaian
Ada nan atas nama kemerdekaan memasung kemerdekaan
Maka atas nama apa saja atau siapa saja kirimlah laknat kalian
Atau atas namaKu perangilah mereka!
Dengan kasih sayang!
Rembang, Agustus 1997
Ada Apa dengan Kalian
Kalian sibuk mengujarkan dan mengajarkan kalimat syahadat
Sambil terus mensekutukan diri kalian dengan Tuhan penuh semangat
Berjihad di jalan kalian
Berjuang menegakkan syariat kalian
Memerangi hamba-hamba-Nya nan seharusnya kalian ajak ke jalanNya
Seolah oleh kalian belum tahu bedanya
Antara mengajak nan diperintahkanNya
Dan memaksa nan dilarang-Nya
Kalian kibarkan Rasulurrahmah AL-Amin mana
Sambil menerbarkan laknatan lil’aalamien mana
Ada apa dengan kalian
Mulut kalian berbuih akhirat
Kepala kalian loka global nan kalian anggap nikmat
Ada apa dengan kalian?
Kalian bersemangat membangun masjid dan musala
Tapi malas memakmurkannyaKalian bangga menjadi panitia zakat dan infak
Seolah-olah kalian nan berzakat dan berinfak
Kalian berniat puasa di malam hari
Dan iman kalian ngeri
Melihat warung buka di siang hari
Kalian setiap tahun pergi umrah dan haji
Tapi kalian masih terus tega berlaku keji
Ada apa dengan kalian?
Demi menjaga tubuh dan perut kaum beriman dari virus keharaman
Kalian teliti dengan cermat semua barang dan makanan
Bumbu penyedap, mie, minyak, sabun, jajanan
Rokok dan berbagai jenis minuman
Alkohol, minyak babi dan nikotin ialah najis dan setan
Yang mesti dibasmi dari kehidupan
Untuk itu kalian
Tidak hanya berkhotbah dan memasang iklan
Bahkan menyaingi pemerintah kalian
Menarik pajak produksi dan penjualan dan agar terkesan sakral
Kalian gunakan sebutan mulia, label halal
Tapi agaknya kalian melupakan setan nan lebih setan
Najis nan lebih menjijikkan
Virus nan lebih mematikan
Daripada virus alkohol, nikotn dan minyak babi
Bahkan lebih merajalela daripada epidemi
Bila sebab merusak kesehatan, roko kalian benci
Mengapa kalian diamkan korupsi nan merusak nurani
Bila sebab memabokkan, alkohol kalian perangi
Mengapa kalian biarkan korupsi
Yang kadar memabokkannya jauh lebih tinggi?
Bila sebab najis, babi kalian musuhi
Mengapa kalian abaikan korupsi
Yang lebih menjijikkanketimbang kotoran seribu babi
Ada apa dengan kalian
Kapan kalian berhenti membangun kandang-kandang babi
Di perut dan hati kalian dengan merusak kanan-kiri?
Sampai kalian wafat dan dilaknati?
Puisi-puisi karya Gus Mus banyak menggunakan metafora dan personifikasi seperti kebanyakan puisi nan sudah kita kenal. Namun, dengan bahasa nan lugas dan menggeletik setiap orang nan membancanya. Puisi religi Gus Mus selalu mengajarkan bagaimana seharusnya sikap kita sebagai manusia nan percaya Tuhan. Jangan sampai kita merasa menjadi orang nan baik, padahal pada kenyataanya ialah kebalikannya.
Puisi Religi dan Maknanya
Puisi berikut ialah beberapa contoh puisi religi karya Mamik Wijayanti, sastra Indonesia, Universitas Airlangga nan akan diberikan ulasan sedikit tentang makna dari puisi religi tersebut.
Refleksi Tuhan mengatakan banyak nan dipanggil, sedikit nan dipilih
Bukankah sekarang juga banyak nan ditanya, sedikit nan menjawab
Banyak nan melihat, sedikit nan sadar
Banyak nan mendengar, sedikit nan melakukan
Banyak nan berjalan, sedikit nan lurus
Banyak nan percaya, sedikit nan mengimani
Banyak nan taat, sedikit nan tekun
Banyak nan kaya, sedikit nan mau berbagi
Banyak nan tahu Tuhan, sedikit nan takut
Banyak nan menderita, sedikit nan bertahan
Banyak nan tahu kasih, sedikit nan sungguh
Banyak nan memuji, sedikit nan tulus
Banyak nan membaca firman, sedikit nan dipraktikkan
Lalu masuk di manakah engkau nan mengaku sebagai anak Tuhan
Surabaya, 25 Januari 2012
Bersatulah orang-orang benar
Kami berseru di tengah gersangnya pemikiran
Kami kumpulkan kegelisahan ini
Kami nobatkan
Engkau sebagai pengobat dahaga kegelisahan
Dunia makin menajamkan pisau dosa
Bersatulah orang-orang benarkumpulkan
Kebenaran sebagai bukti masih adanya Tuhan
Biarkan mulut nan mengaum menangkap angin
Dan mulut nan memuji menangkap amin
Bersatulah orang-orang benar
Di tengah tarian hayati dengan jeram jarum
Tak guna bibir menguap jika tidak ada kebenaran di sana
Kediri, 2012
Kedua puisi ini diciptakan pada kurun waktu nan sama, tetapi berbeda tempat. Mari kita lihat puisi pertama dari Mamik Wijayanti nan pernah di muat pada sebuah buletin rohani kampus. Puisi religi berjudul, "Refleksi" tak banyak menggunakan metafora atau pun personifikasi dari segi bahasanya. Namun, makna nan terkandung dari setiap kalimat di atas seolah mengingatkan keberadaan kita sebagai manusia sudahkah bersikap dengan baik dan benar.
Terkadang manusia selalu merasa bahwa dirinya sudah baik, padahal dibalik semua itu masih ada hal-hal nan buruk. Hal ini ditandai dengan pengulangan kata "banyak" di setiap awal kalimat dan di tengahnya ada kata "sedikit". Seolah puisi religi ini ingin membandingkan bahwa banyak orang nan memang merasa baik, tetapi apakah sahih dia sudah berbuat baik.
Kembali ke puisi religi berjudul, "Bersatulah Orang-Orang Benar," puisi ini bercerita tentang sikap orang benar. penulis berharap bahwa orang-orang sahih tak terprovokasi pada keadaan global nan makin kejam dan jahat. Sebab pada akhirnya nanti, siapa nan menabur niscaya akan menuai.
Seperti dalam kalimat "Biarkan mulut nan mengaum menangkap angin dan mulut nan memuji menangkap amin." Maksudnya ialah orang nan tak memanfaatkan hidupnya sebagai orang sahih pada akhirnya akan menjalani hayati nan sia-sia, sedangkan orang nan hidupnya sahih berada dalam keadaan amin alias ada sebuah agunan kehidupan.