Pedoman PBB buat UU Konservasi Konsumen
Jual beli sudah setua usia manusia. Namun, hukum tentang jual beli tak pernah benar-benar dimasukan ke dalam bentuk perundang-undangan positif, dalam supervisi negara nan ketat terhadap aplikasi tata cara dan anggaran mengenai proses jual beli. Bahkan, sebelum dikenal adanya UU konservasi konsumen, siapa pun akan kesulitan mencari posisi konsumen di dalam proses jual beli.
Karena sifat transaksional umum, memperlihatkan bahwa penjual melepas barang ke pasaran, dan pembeli tak dalam kondisi dipaksa buat membelinya. Jadi, dari sifat transaksional generik itu, perlukah keberadaan UU konservasi konsumen?
Bukankah baik produsen dan konsumen berada dalam kondisi nan fair . Bila konsumen membatasi pembelian, maka produsen akan mencari cara buat menjual. Bila produsen kelebihan barang buruk dibanding barang bagus, maka konsumen akan membuatkan pasar buat barang bagus dan menjadi produsen.
Tapi itu dulu. Di era di mana informasi dan cara orang memandang informasi berubah, maka ada kemungkinan konsumen lebih banyak merugi dalam kondisi transaksional umum. Karena produsen semakin kuat, dan konsumen tak punya rem buat membatasi kebutuhannya. Pada era konsumerisme di mana pembeli ialah budak iklan, UU konservasi konsumen perlu diterapkan.
Benar sekali. Produsen saat ini, bukanlah penghasil barang. Produsen merupakan lapisan benteng demi benteng nan bersembunyi dibalik belukar hutan belantara nan seram menyeramkan. Karena adanya leverage, setiap produsen membangun diri dari utang piutang, dan setiap produsen tak jelas di miliki oleh siapa, setiap produk nan dihasilkan memiliki baku bar code nan sama, barang-barangnya ada, tapi di benak pelanggan ialah khayalan iklan.
Pelanggan lebih mudah merasa tertipu, namun bila ingin menuntut nan dia hadapi ialah hutan, semak berduri dan benteng. UU konservasi konsumen berupaya buat mengurai belukar, membongkar benteng, dan mengeluarkan pihak pihak nan bertanggungjawab buat menjawab. Interaksi penjual pembeli di era Posmo memang unik dan sulit. Persaingan dagang, kualitas saham, fraud, moral hazard. Tidak ada jalan lain, peraturan harus di untuk dan ditegakkan.
Pedoman PBB buat UU Konservasi Konsumen
Tahun 2010 menandai tahun ke-25 dari penerapan Panduan PBB buat UU Konservasi Konsumen. Draft panduan PBB tersebut dibahas panjang lebar dari tahun 1960 dan seterusnya sebelum akhirnya diadopsi pada tahun 1985 pertama kali di AS dan di Indonesia pada 1999.
Tepat ketika panduan PBB buat UU Konservasi Konsumen itu secara resmi diperluas pada tahun 1999. Dengan section G nan menambahkan peraturan mengenai konsumsi berkelanjutan, nan diadopsi dalam keputusan Majelis Generik PBB nomer 54/449.
Pedoman ini menyediakan konteks krusial dan legitimatif buat pekerjaan forum nirlaba nan diminta mengawasi penerapan UU konservasi konsumen di banyak negara oleh Consumers International (CI). Sebagai contohnya, ketika pemerintah anggota PBB enggan buat memungkinkan hak dan panduan UU Konservasi Konsumen tersebut mereka bisa diingatkan akan kewajiban mereka sebagai anggota PBB.
Prinsip-prinsip Generik PBB menetapkan kebutuhan absah dari konsumen sebagai berikut:
- perlindungan konsumen dari bahaya terhadap kesehatan dan keselamatan.
- Promosi dan konservasi kepentingan ekonomi konsumen.
- akses ke informasi dari konsumen nan memadai buat memungkinkan membuat pilihan informasi sinkron keinginan dan kebutuhan individu.
- pendidikan konsumen, termasuk pendidikan pada, akibat lingkungan sosial dan ekonomi dari pilihan konsumen
- ketersediaan ganti rugi konsumen nan efektif.
- kebebasan buat membentuk organisasi konsumen dan kelompok lain nan relevan dan kesempatan buat organisasi tersebut buat menyampaikan pandangan mereka dalam proses pengambilan keputusan nan mempengaruhi mereka dalam urusan konsumen.
- promosi pola konsumsi berkelanjutan (ditambahkan pada tahun 1999).
Pedoman UU Konservasi Konsumen telah ditafsirkan oleh Consumer Internasional dan 'diterjemahkan' ke dalam hak-hak konsumen nan jelasnya sebagai berikut:
- hak atas pemenuhan kebutuhan dasar
- hak buat keselamatan
- hak buat diberitahukan
- hak buat memilih
- hak buat didengar
- hak buat ganti rugi
- hak buat pendidikan konsumen
- hak buat lingkungan nan sehat.
Lebih lengkapnya : CI bertujuan buat memastikan bahwa Panduan UU Konservasi Konsumen tetap sama seperti nan relevan bagi bagi para konsumen sepanjang masa. Yakni sebagaimana nan disarikan dari hak di atas.
1. UU Konservasi Konsumen - Hak buat pemenuhan kebutuhan dasar
Untuk memiliki akses dasar, barang dan jasa penting: makanan nan cukup, pakaian, loka tinggal, perawatan kesehatan, pendidikan, utilitas umum, air dan sanitasi.
2. UU Konservasi Konsumen - Hak buat keselamatan
Untuk dilindungi terhadap produk, proses produksi dan jasa nan berbahaya bagi kesehatan atau kehidupan konsumen.
3. UU Konservasi Konsumen - Hak buat diberi tahu
Untuk diberikan fakta-fakta nan dibutuhkan buat membuat suatu pilihan, dan buat dilindungi dari iklan nan tak jujur atau menyesatkan dan pelabelan palsu.
4. UU Konservasi Konsumen - Hak buat memilih
Untuk bisa memilih dari berbagai produk dan jasa, nan ditawarkan dengan harga nan kompetitif dengan agunan kualitas nan memuaskan.
5. UU Konservasi Konsumen - Hak buat didengar
Agar kepentingan konsumen diwakili dalam pembuatan dan aplikasi kebijakan pemerintah, serta dalam pengembangan produk dan jasa.
6. UU Konservasi Konsumen - Hak buat ganti rugi
Untuk menerima penyelesaian klaim, termasuk kompensasi buat kesalahan produsen, barang buruk atau jasa nan tak memuaskan.
7. UU Konservasi Konsumen - Hak buat pendidikan konsumen
Untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan nan diperlukan buat membuat informasi, pilihan konfiden tentang barang dan jasa, dan menyadari hak-hak dasar dan tanggung jawab kepada konsumen dan bagaimana harus bertindak pada mereka.
8. UU Konservasi Konsumen - Hak atas lingkungan nan sehat
Untuk hayati dan bekerja di lingkungan nan tak mengancam buat kesejahteraan baik pada generasi sekarang dan masa depan.
Titik-titik panduan di atas terakhir kali ditegaskan kembali oleh CI World Congress di Lisbon pada tahun 2003, dan masing-masing mendasari bidang primer kebijakan nan bersentuhan langsung dengan masyarakat banyak, dengan lingkupan nan lebih vital, seperti memperhatikan situasi konsumen pada pelayanan dasar (energi dan air), langkah-langkah keamanan pangan, transparansi dalam jasa keuangan, tindakan terhadap monopoli, struktur organisasi buruh, pengembangan metode baru penyelesaian sengketa, dan pemetaan baru pada perubahan iklim, nan selaiknya pula di perhatikan oleh negaranya nan menyusun UU konservasi konsumen.
Apalagi mengenai perubahan iklim. Peristiwa beberapa tahun terakhir dalam domain perubahan iklim (dengan akibat nan jelas buat energi dan air) dan krisis keuangan (diperkuat oleh kurangnya bimbingan dan pengungkapan kepada konsumen) membuat panduan mengenai industri dan produk ramah lingkungan dan memberikan pencerahan pada konsumen buat memperhatikan pemanasan globa semakin di kuatkan.
Pedoman PBB dan Akses Indonesia buat kampanye UU Konservasi KonsumenKonsumen di abad digital saat ini dapat mempelajari berbagai macam masalah nan terjadi ketika PBB mengeluarkan Panduan UU Konservasi Konsumen online nan direvisi terakhir pada tahun 1999.
Misalnya, konsumen nan mendapatkan buku panduan itu dapat menyebarluaskan pada orang lain, dan memastikan bahwa itu masih dapat dibaca selama beberapa dasa warsa nan akan datang. Termasuk di Indonesia, pada UU Konservasi Konsumen tahun 1999. Pasal 4.
Hak konsumen adalah:
a) hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang dan/atau jasa;
b) hak buat memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sinkron dengan nilai tukar dan kondisi serta agunan nan dijanjikan;
c) hak atas informasi nan benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan agunan barang dan/atau jasa;
d) hak buat didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa nan digunakan;
e) hak buat mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian konkurensi konservasi konsumen secara patut;
f) hak buat mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g) hak buat diperlakukan atau dilayani secara sahih dan jujur serta tak diskriminatif;
h) hak buat mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa nan diterima tak sinkron dengan perjanjian atau tak sebagaimana mestinya;
i) hak-hak nan diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Terdapat hak nan diatur dalam ketentuan peraturan lainnya, nan termasuk muatan lokal buat ke Indonesiaan, dalam UU konservasi konsumen. Dan hal semacam itu absah saja.