Patung Yunani, Menginspirasi Patung Klasik Eropa

Patung Yunani, Menginspirasi Patung Klasik Eropa

Banyak cara manusia meraih kebijaksanaan. Ada nan mengasingkan diri dan menjalani kehidupan asketis penuh kedisiplinan, sampai membuat simbol patung . Ada juga nan bersungguh-sungguh menghasilkan karya adiluhung dalam berbagai media, dan salah satunya ialah patung.

Nah , buat nan terakhir ini (dengan berkarya), seni patung telah jadi cara manusia mengekspresikan dirinya. Termasuk juga memperlihatkan cara pandangnya terhadap kehidupan dengan menggunakan media bebatuan atau tanah liat nan dibentuk menjadi patung.

Bicara mengenai seni patung, nyaris di setiap peradaban besar masa lalu niscaya kentara dengan patung-patung terpahat dan berukir indah. Patung sebagai cabang dari seni rupa nan berwujud tiga dimensi, jadi simbol kemegahan suatu peradaban. Dengan melihat dan menikmati karya-karya para pemahat atau pematung, kita juga dapat mengetahui sejauh mana kemajuan budaya dari bangsa tersebut.

Lihat saja peradaban klasik seperti Mesir (Egypt), Babylonia, Cina, India, dan Yunani-Romawi. Peradaban akbar itu tidak hanya dikenal dengan kemajuan teknologi, pemerintahan, dan filsafatnya, tapi juga seni patung. Majemuk jenis patung elok dan bernilai seni tinggi telah mampu diciptakan dengan cara memahat, modeling (mengunakan bahan tanah liat) atau kasting (menggunakan cetakan).



Simbol Kebijaksanaan Patung Yunani

Peradaban Yunani ialah contoh gamblang bagaimana seni pahat patung berpilin erat dengan kebijaksanaan ala Yunani. Peradaban nan terkenal dengan para filosofnya itu, mampu menambah gambaran rasa keagungan Yunani melalui majemuk jenis patung nan dipahat. Umumnya patung-patung itu ada di kuil-kuil besar atau bangunan publik seperti Kuil Partenon di bukit Acropolis dan Theater di Epidaurus.

Memang, mayoritas patung protesis Yunani menghasilkan berbagai patung para dewa maupun tokoh terkenal, seperti Dewa Zeus, Dewa Poseidon, Dewi Athena, Perikles, Plato, Aristoteles dan lain-lain. Walaupun di awal masa perkembangan seni patung atau pahat, karya nan dihasilkan memiliki kemiripan dengan patung-patung di Mesir. Ini sebab pada masa tersebut, penguasaan kebudayaan, salah satunya dalam seni patung, masih didominasi oleh negeri para Firaun itu.

Namun, perlahan tapi pasti, seni patung Yunani mulai menunjukkan karakteristik khasnya, yaitu menjadi lebih hayati dengan gaya naturalis. Bahan buat membuat patung pun semakin selektif. Tidak semua bebatuan dijadikan bahan bagi patung berkualitas. Pemahat Yunani hanya membuat patung dari marmer dan perunggu.

Semakin selektifnya dalam pemilihan bahan dikarenakan kualitas para pemahat Yunani pun makin tinggi. Mulai bermunculan nama-nama pemahat nan karyanya diakui bernilai seni. Salah satu nan paling terkenal ialah Phidias. Karya-karyanya banyak nan dipesan buat diletakkan di tempat-tempat sakral seperti kuil atau istana raja.

Jika berkesempatan mengunjungi Yunani, hasil karya patung mereka masih bisa dinikmati. Patung-patung karya para pemahat jempolan itu banyak bertebaran. Di antaranya ada di kuil Parthenon dan kuil Erechteum di bukit Acropolis, yaitu patung Dewi Pallas Athena. Dalam mitologi Yunani, Athena ialah dewi kebijaksanaan, strategi, dan perang.

Ia juga dewi pelindung kota. Adapun patung Athena berupa sosok seorang dewi dengan helm di kepala, berbaju besi dan aigis (jubah atau mantel), serta memegang tongkat dewi kemenangan di tangan kanannya. Patung itu juga berhiaskan seekor ular raksasa dan perisai berhias. Melihatnya, menyiratkan estetika seni pahat dan ukir patung kelas dunia.

Ada pula patung Dewa Zeus di Olympia, kota pelabuhan sekitar 140 Km dari Athena. Walaupun patung itu kini tinggal reruntuhannya, namun cerita-cerita mengenai kehebatan bentuknya telah melegenda. Diceritakan bahwa patung tersebut terbuat dari gading dan emas. Posisi patung sedang duduk di atas singgasana nan diukir latif dengan tinggi nan luar biasa, 12 meter. Patung Zeus tersebut diselesaikan oleh pematung terkenal Yunani yaitu Pheidias nan mulai mengerjakannya pada tahun 432 SM.

Setelah selesai, para penduduk di sekitar Olimpia melangsungkan festival buat menghormati Dewa Zeus. Seremoni itu berlangsung setiap empat tahun sekali. Hingga kini, walau patung telah hancur sebab bala alam, seremoni Olimpia tetap diadakan. Hanya saja bentuknya bukan lagi berupa seremoni keagamaan, tetapi even pertandingan akbar sedunia, yaitu Olimpiade.

Selain kuil nan jadi loka patung-patung hebat itu berada, bangunan terkenal Yunani lainnya seperti gedung teater di Epidaurus, juga memiliki koleksi patung indah. Kemegahan gedung teater Epidaurus semakin paripurna dengan estetika dari pahatan patung-patung bercorak khas Yunani tersebut.



Patung Yunani, Menginspirasi Patung Klasik Eropa

Para pakar sejarah sepakat bahwa perkembangan sejarah seni patung klasik di Eropa berawal dari Yunani, pada peradaban Helenisasi. Lalu dilanjutkan dengan Romawi, pada peradaban Romanisasi, nan berlangsung mulai dari abad ke-5 SM dan berakhir dengan kejatuhan Kota Roma oleh bangsa Jerman pada abad ke-5 (476 AD).

Patung nan dibuat di masa tersebut (abad ke lima BC/SM - abad ke lima AD) punya karakteristik unik. Menyiratkan peradaban Heleninistik dan Romanistik. Dan jadi pionir bagi perkembangan seni patung setelahnya. Berikut ini ciri-ciri dari patung klasik Eropa, Yunani-Romawi sebagai berikut:

  1. Menampilkan profil badan manusia secara utuh. Lazimnya berupa laki-laki muda atletis atau perempuan muda telanjang. Kalau pun tak utuh, tubuh dari dada hingga kepala dipastikan ada.
  2. Ekspresi dari manusia tampak kentara. Apakah sedang marah, senang, sedih atau eksprsi emosi lainnya. Begitu pula tanda usia patung, nan ditunjukkan dengan kerutan atau lipatan di wajah.
  3. Memakai baju dan atribut dewa-dewi Yunani-Romawi, lengkap dengan detail atau simbol kedewaannya.
  4. Dalam membuat patung, para pematung menggunakan model sungguhan. Ini membuat unsur naturalismenya sangat terasa.

Mengenai ketelanjangan dari patung, pada masa itu masyarakat Yunani dan Romawi tak menganggapnya sebagai sesuatu nan tidak pantas. Meskipun ketelanjangan itu dilekati pada patung dewa atau dewi sesembahan mereka. Tapi, ketika tradisi dari agama Kristen mulai mendominasi, bentuk patung telanjang mulai ditinggalkan.

Kalau pun masih ada patung nan menunjukkan ketelanjangan, maka dari pihak gereja (yang saat itu ialah pusat dari kebudayaan Eropa) akan menyensornya. Bentuk sensor tersebut berupa penghilangan bagian-bagian eksklusif dari patung nan dianggap tidak pantas.

Contoh, beberapa patung Yunani koleksi Vatikan nan dihilangkan penisnya. Patung nan dikebiri ini, dianggap sebagai bentuk penerimaan pihak gereja (Vatikan) namun menolak unsur ketelanjangannya. Suatu sikap nan bagi beberapa artis ditentang dan dianggap sebagai bentuk destruksi dalam seni. Merusak cita rasa dari suatu karya.

Setelah periode klasik, seni patung di Eropa mengalami tiga fase selanjutnya, yaitu Gothik, Renaisans dan Modernisme.



1. Seni Patung Era Gothik

Sebelum masuk ke era Gothik (1100 Mesehi) ada satu periode nan dinamakan sebagai Romanesque. Yaitu suatu masa ketika pengaruh seni Romawi masih kuat namun mulai bergeser diwarnai tradisi Kristen. Dan pada masa Gothik (zaman pertengahan) mencapai puncaknya. Setiap hasil karya bernilai seni niscaya mengandung nilai-nilai dari gereja. Karya-karya tersebut lahir dari para artis nan juga merupakan para penganut agama Kristen nan taat. Untuk seni patung misalnya, bisa dilihat di Chartres Cathedral, Perancis, patung nan terdapat di Cathedral Bamberg, Jerman, dan mimbar Baptistery di Pisa serta di Siena, Italia. Sedangkan di Inggris, karya patung hanya dipakai pada batu nisan serta dekorasi non figur, tak di gereja-gereja.



2. Seni Patung Era Renaisans

Era nan disebut sebagai awal kesadaran kembali bangsa Eropa ini, juga menandai kebangkitan seni patung bernapaskan Yunani-Romawi. Para pematung ternama seperti Donatello dan Michelangelo menghasilkan berbagai patung dengan gaya kontraposto dalam menggambarkan figur manusia.



3. Seni Patung Era Modernisme

Auguste Rodin ialah pematung Eropa nan jadi ikon artis modern (awal abad 20) nan beraliran impresionis. Genre ini kurang tertarik pada naturalisme, detail anatomi atau kostum seperti pada jaman Klasik (Yunani-Romawi). Dalam perkembangan selanjutnya, patung nan dibuat bercirikan modernis dengan genre Kubisme, Futurisme, Minimalisme, Instalasi dan Pop art.