Masalah Pengangguran, Tidak Pernah Selesai Benar-benar seperti lingkaran setan.
Sejak terjadi krismon ditahun 1998, seolah polemik masalah ekonomi terus saja bermunculan. Seakan tak mau berhenti, menghantam perekonomian Indonesia sampai tingkat terparah. Mulai dari banyaknya PHK nan dilakukan berbagai perusahaan, korupsi berkepanjangan sampai kemiskinan nan terus melahap korban-korbannya. PHK nan terjadi menimbulkan masalah pengangguran nan juga memicu kemiskinan di Indonesia.
Krismon tahun sembilan delapan bukan hanya menghantam Indonesia, juga Dunia. Namun beberapa negara sukses bangkit, maju dan menekan inflasi di negaranya, hanya dalam kurun waktu tiga tahun. Sedang Indonesia sepertinya serpihan krismon masih tetap mengganjal negeri ini.
Ada apakah sebenarnya ini? Adhi, seorang pegawai kantoran ditahun 1998 di PHK dari loka kerjanya. Uang pesangon keluar, namun tak mencukupi buat hayati selama tiga bulan. Satu bulan pertama dia pergi mencari kerja. Seolah seluruh perusahaan tengah menutup diri dari pegawai baru, Adhi ditolak sana-sini.
Putus harapan dan kemudian memilih bunuh diri dampak tekanan ekonomi nan menimpanya. Lain cerita Adhi, lain cerita tentang Mamik. Dampak Krismon di tahun sembilan delapan, Mamik pun berhenti kerja. Kondisi perusahaannya nan terjepit dan nyaris bangkrut. Mamik tak berputus asa. Dengan uang pesangon nan ada di membuka usaha kecil-kecilan. Dia berdagang bakso keliling.
Alhasil, dalam kurun waktu lima tahun, Mamik sudah memiliki kios baksonya sendiri. Masalah nan tertinggal di era krismon menciptakan dua hal nan berlawanan. Yaitu manusia nan andal menghadapi masalah pengangguran nan menimpanya, dan manusia nan hancur ketika berjumpa masalah pengangguran bagi dirinya.
Kondisi kemiskinan di Indonesia dampak kemiskinan memang demikian parah. Akan tetapi dari kondisi nan menimpa Indonesia dua belas tahun silam tersebut justru menimbulkan pribadi-pribadi andal nan sukses mengatasi perihnya berhenti bekerja.
Masalah Pengangguran, Bukan Hanya Masalah Perorangan
Pengangguran di mana-mana. Belum lagi ditambah lulusan baru nan kemudian menambah daftar panjang penganguran baru. Bayangkan, berapa banyak lulusan nan siap bekerja, dan berapa banyak perusahaan nan dapat menampungnya.
Sisa dari orang-orang nan sempat di PKH dua belas tahun silam, ditambah setiap tahun lulusan terbaru menambah daftar masalah pengangguran di Indonesia. Tidak berhenti sampai di sana, pola nan tak sehat dalam mencari kedudukan juga merupakan faktor nan menyebabkan uang negara terbuang percuma pada salah satu sumber saja. Mereka nan mencari kedudukan biasanya sibuk mengkorupsi uang nan masuk sebagai pajak.
Akibatnya, uang nan dapat digunakan buat menyalurkan donasi usaha bagi rakyat kecil hanya dinikmati segelintir orang. Masalah ini tercipta bukan semata-mata sebab kebangkurtan nan mulai menggrogoti sebuah perusahaan, sehingga terpaksa merestrukturisasi perusahaannya kembali dan melakukan pemberhentian interaksi kerja dengan para karyawannya. Masalah ini juga disebabkan oleh terlalu banyaknya orang nan memilih bekerja dengan orang lain ketimbang membuka lapangan kerja.
Katakan saja, setiap tahun ada 1000 tenaga kerja nan ingin masuk ke dalam sistem sebuah perusahaan. Akan tetapi perusahaan nan membutuhkan pegawai hanya 800 orang dalam setahun. Sisanya nan 200 orang terpaksa memiliki predikat menganggur.
Seandaianya dari 1000 pekerja baru, seratus diantaranya berfikir buat membuat lapangan pekerjaan, dan dapat menyerap lima puluh orang lainnya, maka masalah pengangguran di Indonesia tak akan ada. Jadi, masalah nan melingkupi Indonesia, yaitu masalah pengangguran bukan hanya sekedar PR buat satu orang saja. Atau PR pemerintah saja.
Hal itu PR bagi masing-masing individu, termasuk calon pengangguran. Menjadi pengangguran bukan keinginan siapapun. Namun ketika dihadapkan pada masalah tersebut, harusnya individu nan bersangkutan berontak dengan keadaannya dan mencari jalan keluar. Tidak melulu sibuk mengkritik pemerintah nan tak becus dalam mengurus masyarakat atau warga negaranya.
Masalah Pengangguran, Tidak Pernah Selesai Benar-benar seperti lingkaran setan.
Masalah pengangguran terus saja menjepit Indonesia, sampai ke titik terendah. Tidak berhenti, tak juga berubah. Ganti pemerintahan tak mengubah kondisi tersebut. Biasanya malah menambah panjang masalah pengangguran ini.
Apa nan sebenarnya terjadi? Berbagai analisis di keluarkan. Ada nan menyebutkan masalah terjadi sebab sistem pendidikan kita nan berbasis bekerja. Kalau semua orang memilih bekerja dengan orang lain, siapa nan akan membuat perusahaan. Kalau semua generasi muda di didik buat meminta, lalu siapa nan akan memberi.
Pendidikan sejak dini, terutama dalam memandang bisnis sebagai sesuatu nan menguntungkan, berjangka panjang dan kelak mensejahterakan harusnya di tanamkan di sekola. Mulai dari sekolah berjenjang terkecil, yaitu SD. Dan lebih ditingkatkan lagi ketika masuk perguruan tinggi.
Sekolah harusnya mencetak orang-orang nan tak berorientasi pada lapangan pekerjaan. Sekolah harus juga berorinetasi pada membuat lapangan pekerjaan. Bukan follower, namun trensetter.