Perkembangan Seni Budaya di Indonesia
Untuk menjadi seorang pelaku seni tersebut banyak nan mendapat pendidikan secara formal di sekolah seni . Ada pula nan otodidak atau belajar sendiri berdasarkan keinginan, pengamatan, dan percobaan-percobaan nan dilakukan.
Seni tidak hanya berupa minat dan hobi, tapi dapat juga berupa profesi nan menjadi sumber penghasilan seseorang. Pelaku seni ini disebut dengan seniman. Pelaku nan fokus di bidang musik disebut musisi, di bidang seni rupa pelakunya disebut perupa, di bidang tari pelakunya disebut penari, dan di bidang akting disebut aktor.
Bagi mereka nan belajar otodidak, biasanya mendapat keahlian secara turun temurun atau sebab lingkungan. Secara tak langsung lingkungan nan mendukung, mengarahkan, dan membuat seseorang menjadi pakar dalam satu ragam seni tersebut. Ketekunan dan konsistensi membuat ragam seni nan mereka lakoni menjadi profesi.
Bagi mereka nan ingin mendapat pengetahuan mengenai seni secara lebih mendalam, memasuki sekolah seni merupakan jawaban atas keinginannya. Melalui sekolah ini, mereka dapat menjadikan seni sebagai profesi dengan lebih yakin.
Sekolah Seni
Sekolah seni di Indonesia dikenal dengan nama Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) atau Institut Seni Indonesia (ISI). Dahulu, STSI memiliki nama Akademi Sekolah Tinggi Indonesia (ASTI) karena saat itu sekolah taraf perguruan tinggi banyak menggunakan nama akademi. STSI merupakan sekolah nan ada di beberapa provinsi di Indonesia. Sebut saja di antaranya STSI Bandung, STSI Padangpanjang, ISI Yogyakarta, ISI Denpasar.
Sebagai sebuah sekolah seni, STSI melahirkan praktisi-praktisi seni nan handal di bidangnya dan siap kerja berbekal keahlian nan diperoleh selama kuliah. Di sekolah ini tidak dikenal adanya fakultas. Semuanya disiplin keilmuan dipelajari dalam spesifikasi jurusan.
Ada empat jurusan di STSI yakni jurusan Teater, Karawitan, Tari, dan Seni Rupa dengan jenjang tingkatan satu (S-1). Ada pula jenjang diploma (D-III) yakni buat jurusan Seni Rupa. Bagi mereka nan ingin menambah ilmu dan meneruskan ke jenjang nan lebih tinggi, dapat mengambil jenjang pascasarjana (S-2) di STSI.
Dalam tes masuk STSI, calon mahasiswa diharuskan melewati ujian kemahiran (kompetensi) nan dimaksudkan agar mengetahui minat dan kemampuan nan dimiliki oleh calon mahasiswa tersebut.
Di sekolah seni ini, setiap mahasiswa nan hendak lulus mesti membuat karya. Karya tersebut sinkron dengan kapasitas dan jurusan masing-masing mahasiswa. Seluruh biaya persiapan, proses, hingga aplikasi ujian akhir ditanggung oleh mahasiswa nan bersangkutan. Hal tersebut menjelaskan kepada kita bahwa mahasiswa di sekolah seni memang dipersiapkan buat dapat menjadi pakar dan seni benar-benar menjadi profesi, bukan lagi sekadar hobi.
Setiap mahasiswa nan mementaskan karya, akan mempertanggungjawabkan karyanya di hadapan dosen penguji. Proses pertanggungjawaban karya biasanya dilakukan beberapa saat setelah pementasan karya dilakukan.
Kebersamaan di STSI
Di sekolah seni, kebersamaan antarjurusan sangat menonjol. Masing-masing individu nan berstatus sebagai mahasiswa STSI tidak hanya saling mengenal, namun juga saling membantu dalam sebuah proses garap (pementasan) meskipun berbeda jurusan. Kebersamaan inilah nan mungkin tak didapatkan di sekolah lain nan tak memiliki fokus pada seni. Terlebih pada saat ujian, masing-masing mahasiswa di lain jurusan saling mendukung dan membantu rekan beda jurusannya nan akan ujian akhir.
Seni tak hanya memberikan imbas keindahan. Seni dapat membuat kebersamaan dan membangkitkan rasa perduli terhadap sesama. Sekolah seni memiliki hal tersebut, memiliki estetika dalam bingkai kebersamaan dan solidaritas.
Perkembangan Seni Budaya di Indonesia
Kebudayaan di Indonesia semakin hari semakin terkikis. Masyarakat Indonesia semakin terpengaruh oleh kebudayaan luar melalui perkembangan teknologi nan semakin canggih ini, sehingga melupakan kebudayaan sendiri.
Pelajaran tentang kebudayaan hanya didapatkan di sekolah saja. Itu pun hanya teori saja nan diterima oleh para siswa, prakteknya jarang. Jadi, nan diterima oleh para siswa tentang seni budaya Indonesia tetap kurang.
Pelajaran dari luar sekolah lebih berpengaruh pada seseorang dari pada pelajaran nan diterimanya di bangku sekolah. Untuk itu, perlu adanya dukungan dari luar sekolah buat membantu seseorang mempelajari kebudayaan Indonesia.
Misalnya, pendidikan bahasa daerah nan dipelajari di sekolah tak bisa dipraktekan oleh seorang siswa apabila di luar sekolahnya dia tak menggunakan bahasa daerah tersebut.
Begitu juga tentang kebudayaan di Indonesia. Kebudayaan Indonesia semakin hilang di telan waktu. Penyebabnya sebab perkembangan zaman nan memengaruhi masyarakat Indonesia dari kebudayaan luar nan banyak masuk ke Indonesia.
Hal tersebut menjadikan masyarakat Indonesia melupakan kebudayaan sendiri. Pengaruh dari luar memang sangat kuat buat mempengaruhi kebudayaan nan ada di Indonesia.
Memang perkembangan zaman itu bisa mengubah suatu negara dan masyarakatnya sendiri. Akan tetapi, perubahan tersebut harus dibarengi dengan norma-norma dan kebudayaan nan berlaku di negara ini.
Pengaruh atau kebudayaan dari luar nan masuk ke Indonesia harus disaring terlebih dahulu. Sine qua non penyeleksian, mana nan baik dan mana nan jelek buat kemajuan negara ini. Jangan asal menerima begitu saja pengaruh atau kebudayaan dari luar.
Perkembangan teknologi nan semakin canggih, membuat kebudayaan dari luar Indonesia masuk dan perkembang. Dalam berbagai bidang, pengaruh dari luar itu ada, bahkan sampai mengubah sistem nan telah berlaku di negara ini.
Dalam bidang kebudayaan saja, banyak hal nan berubah sebab perkembangan zaman tersebut. Kebudayaan tradisional, mulai dari bahasa, suku, adat istiadat, tarian, pakaian, rumah adat, dan lain sebagainya, mulai sporadis dipelajari dan dihapal oleh masyarakat, terutama generasi mudanya.
Pelajaran nan diterima di global pendidikan tak cukup buat membuat para generasi muda mencintai dan menghapal kebudayaan sendiri. Hal tersebut sebab pengaruh dari kebudayaan luar tadi nan masuk ke negara ini.
Bahasa daerah saja sudah sporadis didengar dari para generasi muda. Mereka lebih memilih berbahasa Indonesia dan bahasa asing. Menurut mereka itu lebih gaul dan modern.
Berbahasa asing boleh saja, tapi bukan berarti melupakan bahasa daerah sendiri. Apabila bahasa daerah terus menerus dilupakan, maka lama-lama akan hilang dan punah sebab tak ada lagi orang nan memakai bahasa daerah tersebut.
Begitu juga dengan kebudayaan lainnya. Sandang dan tarian tradisional sudah sporadis dipakai dan dipentaskan di depan umum. Sekarang orang-orang lebih tertarik memakai baju nan modelnya lebih modern dan menarikan tarian-tarian modern dari pada menampilkan baju dan tarian tradisional.
Masyarakat lebih tertarik buat mempelajari budaya dari luar dari pada budaya negara sendiri. Alasannya, agar tak ketinggalan zaman dan lebih gaul, menurut anak zaman sekarang.
Mengenal budaya sendiri dan mempraktekkannya di dalam sebuah pentas seni, seharusnya menjadi kebanggaan bagi masyarakat sendiri. Sebenarnya, negara nan maju ialah negara nan mencintai dan mengharagai kebudayaannya sendiri.
Apabila kita tak menghargai kebudayaan sendiri, bagaimana kita bisa menghargai diri sendiri di luar sana. Kebudayaan dalam negeri seharusnya menjadi kebanggaan bagi masyarakat Indonesia di global internasional sana.
Orang asing nan berkunjung ke Indonesia saja ingin mengetahui dan mempelajari kebudayaan Indonesia sebab mereka tertarik pada kebudayaan nan ada di Indonesia. Akan tetapi, mengapa penduduk pribuminya sendiri malah malas dan gengsi buat mempelajari kebudayaan sendiri.
Bagaimana masyarakat Indonesia memperkenalkan budaya sendiri di kancah internasional apabila masyarakatnya sendiri kurang pengetahuannya tentang kebudayaan sendiri.
Untuk itu, kebudayaan nan ada di Indonesia ini, perlu dirawat dan dilestarikan oleh masyarakatnya sendiri. Kalau bukan masyarakat sendiri sudah tak bisa melestarikan kebudayaan tersebut, maka kebudayaan itu akan hilang bersamaan dengan hilangnya para pewaris ilmu budaya.
Banyak cara nan bisa dilakukan buat melestarikan kebudayaan tradisional. Dengan mempelajarinya dan tentu saja dengan mempraktekkannya. Selain itu, mewariskan ilmu seni budaya tradisional kepada para generasi muda sejak usia dini, sehingga mereka mencintai kebudayaan sendiri.
Meskipun pengaruh kebudayaan dari luar mempengaruhi mereka, tapi sebab sejak usia dini sudah ditanamkan cinta kebudayaan sendiri, maka dengan sendirinya mereka akan menyaring kebudayaan dari luar.
Setelah kebudayaan dari luar tersebut disaring, maka kebudayaan tersebut bisa dijalankan sinkron dengan kebiasaan dan kebudayaan nan berlaku di Indonesia. Jadi, meskipun kebudayaan dari luar masuk, kebudayaan sendiri tak dilupakan.
Selain itu, dengan menampilkan kebudayaan daerah di pentas seni lebih sering, bisa membantu melestarikan kebudayaan Indonesia. Menjadikan baju adat sebagai baju buat acara resmi, juga merupakan salah satu cara buat tetap melestarikan kebudayaan Indonesia.
Suku budaya nan ada di Indonesia memang berbeda-beda, tapi bukan berarti dengan disparitas tersebut Indonesia menjadi terpecah belah. Justru dengan disparitas tersebut, masyarakat Indonesia bisa manunggal buat saling melestarikan kebudayaan Indonesia.
Untuk itu, sekolah seni ialah salah satu sekolah nan bisa melestarikan seni budaya daerah di Indonesia. Anak didiknya bisa mengembangkan dan memperkenalkan seni budaya dari Indonesia ke kancah internasional.