Kesenian Kuda Lumping Harus Dijaga

Kesenian Kuda Lumping Harus Dijaga

Pernah mendengar lagu Kuda Lumping ? Lagu milik Rhoma Irama itu terinspirasi dari permainan kesenian rakyat Kuda Lumping nan sampai saat ini masih tumbuh berkembang di nusantara. Kuda Lumping atau disebut juga dengan jaran kepang atau jathilan ialah kesenian dari Jawa dengan menampilkan sekelompok orang sambil menunggang kuda bohong-bohongan.

Kuda Lumping tersebut dibuat dari bambu nan dianyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Anyaman Kuda Lumping ini kemudian dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Dalam pagelarannya, kesenian Kuda Lumping selalu diiringi dengan musik gamelan seperti gong, kenong, kendang, dan slompret dengan diiringi oleh sajak-sajak buat mengiringi tarian. Sajak tersebut biasanya berisikan nasihat agar kita selalu berbuat baik dan selalu ingat kepada Tuhan.

Tarian Kuda Lumping tak hanya menampilkan adegan sekelompok prajurit berkuda, akan tetapi pemain Kuda Lumping juga menyajikan atraksi kesurupan, kekuatan magis dan kekebalan. Para pemain Kuda Lumping menampilkan atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh.



Menilik Sejarah Singkat Kuda Lumping

Kuda Lumping sebagai kesenian rakyat awalnya lahir sebagai simbol nan menandakan bahwa rakyat juga memiliki kemampuan dan kekuatan dalam menghadapi musuh ataupun melawan kekuatan nan lebih besar. Dalam kesenian kuda Lumping terdapat semangat pantang menyerah dalam peperangan nan terlihat dalam gerakan-gerakannya nan bergerak maju dan militan serta menunjukkan jiwa kemiliteran nan ditunjukkan dengan pasukan lengkap dengan kudanya.

Rakyat ingin menunjukkan bahwa mereka juga memiliki kekuatan buat melawan kekuasaan dan penjajahan sehingga dalam pertunjukannya banyak menampilkan kekebalan tubuh terhadap siksaan nan datang kepada pemain kuda Lumping, seperti tak mengalami kesakitan ketika dipecut dengan cambuk, lengannya disayat golok, berjalan di atas pecahan kaca, bahkan sampai membakar diri dan memakan pecahan kaca. Pertunjukan kuda Lumping memang dibalut dengan unsur supranatural nan dicampur dengan aroma magis sehingga pemain kuda lumping tak merasa kesakitan.



Pertunjukan Kuda Lumping

Sebelum melakukan pertunjukan kuda Lumping, biasanya seorang pawang hujan akan melakukan ritual terlebih dahulu buat mempertahankan cuaca agar tetap cerah. Hal tersebut dilakukan sebab pertunjukan kuda Lumping biasanya dilakukan di lapangan terbuka.

Pertunjukan kuda Lumping terbagi ke dalam 4 babak tarian, yaitu 2 kali tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon Putri. Tari Buto Lawas biasanya ditarikan oleh para pria nan terdiri dari 4 sampai 6 orang penari. Para pemain kuda Lumping nan menarikan tarian Buto Lawas menari mengikuti irama lagu sambil menunggang kuda.

Para penari kuda Lumping dengan memakai kerincing di kakinya mulai menari dan berjingkrak-jingkrak. Bunyi cambukan sengaja dikenakan para pemain kesenian ini, menjadi awal permainan dan masuknya kekuatan mistis nan dapat menghilangkan pencerahan pemain kuda Lumping. Dengan menaiki kuda dari anyaman bambu tersebut, penunggan kuda nan pergelangan kakinya diberi kerincingan ini pun mulai berjingkrak-jingkrak, melompat sampai berguling-guling di tanah.

Pada saat inilah para pemain kuda Lumping mengalami kerasukan roh halus. Para pemain kuda Lumping nan telah kerasukan mulai melakukan aksinya nan sangat menyeramkan, yaitu memakan beling, mengupas sabut kelapa dengan giginya, memakan lampu ataupun dicambuk. Pemain kuda Lumping nan telah kerasukan itu memakan beling dengan lahapnya seperti orang nan sedang kelaparan dan anehnya ia tak meringis kesakitan dan tak ada darah nan keluar pada saat makan beling tersebut.

Ketika pemain Kuda Lumping kerasukan, biasanya ada beberapa orang dari para penonton pun ikut mengalami kerasukan. Para penonton nan kerasukan ikut menari dengan pemain kuda Lumping. Biasanya mereka menari dalam keadaan tak sadarkan diri. Penonton nan kerasukan itu terus menari dengan gerakan tarian nan enerjik dan terlihat kompak dengan para pemain kuda Lumping. Untuk memulihkan pencerahan dari para penonton, biasanya pada setiap pagelaran dihadirkan para datuk, yaitu orang nan memiliki kemampuan supranatural nan biasanya memakai pakaian serba hitam.

Datuk dalam kesenian kuda Lumping ini berperan sebagai orang nan bisa memulihkan pencerahan para penari dan para penonton. Pagelaran selanjutnya, para pemain kuda Lumping membawakan tari Senterewe. Tarian ini ditarikan oleh penari pria dan wanita. Setelah itu, pada pertunjukan terakhirnya para pemain kuda Lumping wanitanya menarikan tari Begon. Tari Begon memiliki gerakan-gerakan nan lebih santai. Tarian ini ialah tarian epilog dalam pertunjukan kuda Lumping.

Kesenian kuda Lumping secara holistik tak lepas dari bunyi cambukan. Cambukan nan dilakukan oleh pemain kuda Lumping terhadap dirinya sendiri nan mengenai tubuhnya seperti memberikan imbas magis bagi dirinya sendiri sehingga cambukan terhadap tubuh pemain kuda lumping kerap kali dilakukan. Sepertinya dengan cambukan tersebut, para pemain kuda Lumping merasa semakin kuat dan gagah perkasa. Kemeriahan kuda Lumping akan semakin terasa ketika ditampilkannya atraksi semburan api.

Semburan barah tersebut keluar dari mulut para pemain kuda Lumping lainnya. Semburan barah tersebut dilakukan dengan menampung bensin di dalam mulut kemudian disemburkan pada sebuah barah nan menyala pada setangkai besi kecil. Dalam pertunjukkan kuda Lumping, rona nan sangat dominan dipakai ialah rona merah, putih dan hitam. Hal tersebut memiliki arti tersendiri. Rona merah melambangkan sebuah keberanian. Rona putih melambangkan kesucian nan ada dalam hati sehingga bisa dijadikan panutan rona hitam.



Kesenian Kuda Lumping Harus Dijaga

Kesenian kuda Lumping ialah salah satu dari sekian banyaknya kesenian serta kebudayaan nan ada di Indonesia. kesenian ini biasanya diwariskan secara turun-menurun dari nenek moyang bangsa Indonesia sampai pada generasi saat ini. Sebagai generasi penerus bangsa, sudah semestinya kita bisa menjaga dan memelihara warisan budaya dengan baik, termasuk ialah menjaga dan memelihara kesenian kuda Lumping agar tak hilang dari khasanah kesenian bangsa Indonesia.

Jangan sampai kesenian warisan budaya Indonesia tercampur atau dijajah oleh budaya asing nan datang ke Indosesia. Oleh sebab itu, sebagai generasi penerus bangsa kita harus menjaga warisan budaya bangsa agar tak punah ditelan zaman. Saat ini, keberadaan kuda Lumping sudah mulai tergeser oleh budaya dan kesenian asing nan masuk ke Indonesia. Untuk menghidupkannya kembali, sebaiknya diadakan acara-acara kesenian tradisional agar kesenian kuda Lumping ini tetap dikenal oleh generasi bangsa Indonesia.

Kegiatan pagelaran kesenian budaya Indonesia juga harus didukung oleh pemerintah dan masyarakat agar kesenian bangsa tetap terjaga. Kesenian kuda Lumping menjadi hangat kembali ketika beberapa waktu lalu, negara Malaysia mengakui kesenian kuda Lumping sebagai kesenian milik negaranya di samping Reog Ponorogo.

Kesenian kuda Lumping memang marak di berbagai tempat, dengan berbagai ragam dan coraknya, namun kesenian nan penuh dengan unsrur magis ini ialah seni budaya nan berasal dari Indonesia dan sebagai rakyat Indonesia kita harus melestarikan kebudayaan kuda Lumping agar tetap ada.

Kuda Lumping nan berasal dari daerah Jawa Timur ini sudah dikenal masyarakat luas, tak hanya masyarakat nan ada di Jawa Timur. Tetapi juga dikenal di beberapa daerah di luar Jawa. Kesenian kuda Lumping ini biasanya ditampilkan pada kegiatan-kegiatan tertentu, seperti buat menyambut tamu kehormatan atau sebagai rasa syukur atas karunia Allah.