Pasal per Pasal
Undang-undang wakaf sangat diperlukan buat mendukung 'perwakafan' di tanah air. Betapapun baiknya sebuah program nan berhubungan dengan kemaslahatan umat, dirasa kurang afdhol bila belum diatur oleh legitimasi hukum nan kuat dan mengikat. Maka undang-undang ini disahkan pada tahun 2004 silam.
Potensi wakaf berperan signifikan buat menyejahterakan masyarakat, khususnya umat Islam. Harta wakaf nan meski belum tergolong produktif sudah tersebar di seantero nusantara. Saat ini ada sekitar ratusan hektar tanah wakaf nan masih belum termanfaatkan.
Pengesahan Undang - Undang
Lahirnya undang-undang wakaf telah melalui sebuah proses nan terjal dan panjang. Proses politik di legislatif buat mensahkan sebuah undang-undang kadang kala tertunda lama waktu pengesahannya. Beruntung, para pelopor ekonomi syariah kuat komitmennya buat terus mendorong disahkan undang-undang wakaf ini.
Di tahun 2004, lahirlah Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Substansi undang-undang ini secara langsung maupun tak langsung telah membentuk Badan Wakaf Indonesia, nan bertugas buat mengatur, mengawasi dan memberikan pembinaan supaya perwakafan negeri ini, dapat berkembang dengan cepat.
Pasal per Pasal
Bagaimana kedudukan dan tugas nan harus dijalankan oleh BWI? Pasal 47
- Ayat (1) memberi klarifikasi bahwa dalam tujuannya buat memajukan sistem perwakafan di Indonesia maka dibentuklah (oleh amanat undang undang ini) sebuah badan spesifik yakni Badan Wakaf Indonesia (BWI).
- Ayat (2) menyebutkan lebih lanjut bahwa BWI ini berperan dan bersikap independen dalam menjalankan setiap tugasnya.
Kedudukan BWI diatur dalam Pasal 48 nan menyatakan bahwa BWI berkedudukan di ibukota negara RI, dan dapat membentuk badan perwakilannya di daerah provinsi/ kabupaten/ kota sinkron dengan kebutuhan masing-masing.
Tugas dan kewenangan BWI diatur pasal 49 ayat (1) nan menyatakan bahwa BWI mempunyai wewenang dan tugas yakni:
- a. Melakukan pembinaan kepada setiap Nadzir buat mengelola dan mengembangkan wakaf,
- b. Bertindak dalam pengelolaan dan pengembangan harta wakaf secara nasional maupun internsional,
- c. Mengangkat dan menghentikan Nadzir,
- d. Memberikan masukan dan saran kepada eksekutif ketika akan membentuk sebuah kebijakan ihwal perwakafan.
Dalam Pasal 50 undang-undang wakaf dijelaskan bahwa seperti dimaksud dalam pasal 49 diatas BWI hendaknya memperhatikan saran dan masukan dari pihak menteri dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).