Hubungan Babad Tanah Jawa dengan Sejarah dan Kebudayaan Bangsa

Hubungan Babad Tanah Jawa dengan Sejarah dan Kebudayaan Bangsa

Babad Tanah Jawa nan sering disebut juga sebagai Babad Tanah Jawi merupakan sejarah tertua nan tumbuh di Pulau Jawa. Isinya berupa kumpulan sejarah di Jawa nan dibagi ke dalam beberapa bagian. Ceritanya bermula dari munculnya kerajaan Kediri sampai zaman penjajahan Belanda di Indonesia.

Babad ini juga menampilkan silsilah raja-raja di Indonesia, di antaranya raja-raja Kerajaan Pajajaran, Majapahit, Demak, Pajang, sampai Mataram. Babad Tanah Jawa ini merupakan cerita fitnah nan dibuat berdasarkan peristiwa sejarah nan dialami masyarakat Pulau Jawa.

Kata babad sendiri memiliki definisi nan berbeda buat beberapa ahli sejarah. Menurut sejarawan, Hinzler (1974), babad diartikan sebagai garis penghubung nan mengikat suatu kerabat dan keturunannya, dengan latar belakang sejarah. Sedangkan Taufik Abdullah (1979) mendefinisikan babad sebagai suatu sejarah lokal.

Fungsi penulisan Babad Tanah Jawa ini ialah buat memuliakan kebesaran raja, penguasa, atau dinasti nan memerintah pada saat itu. Selain itu, karya sastra ini juga dibuat buat memperkuat bukti diri rajanya sebagai sosok nan sakti.

Di dalam ceritanya pun dituliskan bahwa segala bentuk kebenaran dan kebesaran rajanya selalu dikagumi rakyatnya. Bahkan disebutkan bahwa raja itu ialah keturunan dewa atau nabi nan mampu memancarkan cahaya dari tubuhnya, sebab keistimewaannya.



Sejarah Penyusunan Babad Tanah Jawa

Babad Tanah Jawa ditulis oleh seorang pujangga kerajaan nan statusnya merupakan punggawa raja. Mereka bertugas buat menyusun riwayat dan peristiwa nan terjadi di dalam keraton. Pekerjaan pujangga ini sering dianggap sebagai pekerjaan nan sifatnya sakral. Pekerjaan nan dilakukannya ini dipercaya bisa memberikan kekuatan, sehingga mampu membuat kebesaran raja menjadi bertambah.

Oleh sebab itu, seorang pujangga kerajaan akan menduduki posisi krusial di dalam keraton. Karena sifat pekerjaannya nan sakral, para pujangga ini dianggap memiliki wahyu kapunjanggan. Dengan memanfaatkan wahyu ini, mereka akan mampu masuk ke peristiwa lampau buat mengetahui berbagai peristiwa nan pernah terjadi.

Akan tetapi, sebab kedudukannya di bawah kekuasaan raja, kebebasan berekspresinya pun sangat terbatas. Mereka hanya akan menuliskan sesuatu sinkron dengan keinginan penguasanya dengan tujuan buat memuliakan dan menjunjung kewibawaannya.

Penulisan babad pada zaman dahulu terikat pada berbagai anggaran dan etika kerajaan nan berlaku. Selain itu, penulisan juga harus mengikuti keterikatan pola penulisan dari sang penguasanya. Isi cerita nan terdapat pada babad ini ditulis dalam bentuk narasi. Penulisan babad juga hanya dilakukan di lingkungan keraton dan materinya berasal dari catatan kejadian di lingkungan keraton dan sekitarnya.

Ceritanya tentu saja berpusat pada raja nan berkuasa saat itu. Secara garis besar, babad ini mengungkapkan sejarah Jawa dimulai dari silsilah Nabi Adam dan keturunannya. Diceritakan juga tentang silsilah dewa-dewa dan tokoh nan ada dalam kisah Mahabharata. Kisahnya kemudian berlanjut ke masa Kerajaan Kediri, Pajajaran, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram, Kartasura, sampai Surakarta.

Babad ini ditulis pertama kali pada masa Kerajaan Mataram nan isi ceritanya menunjukkan kesaktian Raja Mataram dan mengisahkan silsilah Raja Mataram beserta keturunannya.



Penerbitan Babad Tanah Jawa

Babad Tanah Jawa sering dijuluki juga sebagai "babad besar" atau "babad induk", sebab merupakan induk dari setiap kitab-kitab babad nan dibuat di Jawa. Babad ini merupakan kitab babad tertua nan pola penyampaian ceritanya banyak ditiru oleh babad-babad nan muncul setelahnya.

Oleh karena itu, model kitab babad ini dalam perkembangannya mampu menjadi kiblat penulisan sejarah nan menggunakan bahasa Jawa dengan disertai tembang-tembang Jawa. Selama perkembangannya, cerita Babad Tanah Jawa ini telah diterbitkan dalam beberapa versi.

Cerita nan dikisahkan dalam beberapa versi ini, menurut sejarahwan Hoesein Djajadiningrat bisa disederhanakan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ditulis oleh Pangeran Adilangu II pada 1718, sedangkan kelompok kedua ditulis oleh Carik Braja nan diedarkan pada 1788. Disparitas dari kedua kelompok ini, yaitu cerita pada kelompok pertama dikisahkan secara panjang lebar.

Kisah Babad Tanah Jawa ini dalam sejarahnya telah dilakukan sepuluh kali penerbitan mulai dari 1874 sampai 2004. Awal penerbitannya dilakukan oleh Meinsima nan menerbitkan versi prosanya. Penerbit besar sekelas Balai Pustaka juga mulai menerbitkan babad ini secara berkala mulai dari tahun 1939-1941 dan sukses merampungkan 31 jilid.

Versi nan diterbitkan Balai Pustaka ini merupakan versi aslinya sebab diterbitkan dalam bentuk tulisan dan tembang Jawa. Babad Tanah Jawa nan diterbitkan Balai Pustaka ini disusun oleh Yasdipura I. Cerita nan disusun bersumber dari naskah Lor, nan terbit pada 1786.

Naskah ini dikeluarkan dalam bentuk aksara Jawa disertai dengan tembang macapat. Versi nan diterbitkan ini juga dikenal dengan nama Babad Mayor Surakarta. Kemudian pada 2004 diterbitkan edisi Bahasa Indonesia-nya oleh Amanah Lontar tanpa menghilangkan unsur-unsur aslinya.

Pertama kali, naskah Babad Tanah Jawa ini ditulis oleh Pangeran Adilangu II antara tahun 1689-1718. Ia menulis sejarah tanah Jawa dari mulai sejarah nan paling tua sampai masa Kerajaan Mataram. Carik Braja nan merupakan penulis istana Raja Paku Buwono I kemudian meringkas hasil tulisan Pangeran Adilangu II.

Ia menceritakan riwayat Kerajaan Mataram secara ringkas, hanya berupa silsilah kerajaan. Ia juga menceritakan versi jatuhnya Kerajaan Mataram sampai didirikannya Kartasura.



Hubungan Babad Tanah Jawa dengan Sejarah dan Kebudayaan Bangsa

Dilihat dari sumbernya, penulisan babad nan ditulis langsung di daerahnya sendiri ini bisa dijadikan sebagai bukti sejarah tertulis. Oleh sebab itu, keberadaannya tak boleh diabaikan begitu saja. Bahkan jika perlu cerita di dalamnya harus dilestarikan dengan cara diceritakan kembali kepada anak dan cucu.

Selain berfungsi sebagai contoh atau kiblat dalam menuliskan suatu sejarah daerah, babad ini juga berperan dalam memberikan bahan dan sebagai kerangka bangunan sejarah di Indonesia. Untuk itu, segala unsur nan terdapat pada karya sastra ini perlu diteliti lebih lanjut agar dapat dijadikan sebagai sumber sejarah.

Penelitian nan dilakukan ini bertujuan buat menafsirkan makna nan tertulis, sehingga isi cerita di dalamnya dapat dipahami. Fakta-fakta nan nantinya terungkap harus dicocokkan dengan sumber-sumber sejarah nan lain. Beberapa sumber nan dapat dipakai sebagi bahan pembanding, yaitu prasasti, catatan perjalanan asing, warta asing, dan sumber lisan.

Penulisan Babad Tanah Jawa sebagai suatu karya sastra tentunya disertai beberapa nilai moral nan terkandung di dalamnya. Seperti karya sastra pada umumnya, nilai-nilai moral ini merupakan unsur pembentuk kepribadian nan bisa dicontoh oleh para pembacanya. Nilai-nilai moral dalam suatu karya sastra akan terungkap dalam bentuk uraian narasinya.

Selain nilai kebudayaan nan tinggi, nilai moral, seperti nilai-nilai keagamaan, kearifan, dan kebenaran cukup kental ditampilkan pada babad ini. Nilai-nilai budaya nan terkandung dalam babad ini implisit dari beberapa ungkapan nan dimunculkan dalam isi ceritanya.

Salah satunya, ungkapan nan diberikan dalam bentuk amanat dari sang penguasa kepada rakyatnya. Amanat nan disampaikan biasanya bisa berupa wangsit, nasihat, pesan, ataupun anjuran. Semuanya itu biasanya disampaikan melalui suara-suara gaib, mimpi, ataupun ucapan sang raja secara langsung.

Babad Tanah Jawa nan di dalamnya terdapat unsur sejarah nan dibentuk dengan beberapa unsur budaya patut diperhitungkan sebagai suatu karya sastra nan bernilai. Dengan membaca babad ini, masyarakat akan diberikan suatu pengetahuan nan lebih mengenai nilai-nilai budaya nan inheren pada kehidupan zaman dulu.

Nilai-nilai ini tak selalu nilai-nilai nan diucapkan. Tetapi juga bisa berupa nilai nan diungkapkan melalui sikap mental, tindakan, perilaku, dan amanat dari para tokoh ceritanya. Nilai-nilai kebudayaan nan ada di dalamnya dirasakan mampu mencapai berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Oleh sebab itu, babad bisa berfungsi sebagai panduan masyarakat buat berperilaku sinkron dengan nilai budaya bangsa. Di antaranya berperilaku baik, beradab, dan santun. Dengan membaca babad ini, masyarakat diharapkan bisa berperilaku secara santun, arif, dan bijaksana. Nilai budaya nan disampaikan dalam Babad Tanah Jawa ini tentu saja merupakan cerminan dari pribadi bangsa nan bermartabat.