Perempuan Manado dalam Cerita Rakyat

Perempuan Manado dalam Cerita Rakyat

Jika ada perempuan muda mengaku berasal dari Manado , apa nan terpikirkan oleh Anda? Secara fisik, dipastikan ia menarik. Punya tubuh putih mulus, bodi laksana artis, penampilan terawat. Ditambah dengan sikap perempuan Manado nan hedonis, getol berpesta atau hayati berglamor ria.

Belum lagi dengan sifat perempuan Manado nan ‘berani’, matre dan ‘gampangan’. Jika masih single , perempuan Manado jadi karena adanya Wanita Idaman Lain (WIL) dalam suatu keluarga. Kalau pun sudah berkeluarga, mereka umumnya susah setia. Pernikahan bukan sesuatu nan sakral hingga layak buat dihargai dan dipertahankan.

Tapi tunggu dulu! Benarkah kenyataannya seperti itu? Bahwa perempuan Manado punya gambaran negatif sebab rata-rata mereka hanya menonjolkan fisik dan penampilan? Sehingga timbul akronim melecehkan, yaitu Manado itu ‘Menang Tampang Doang’.



Manado - Stereotip Menyesatkan Perempuan Manado

Ternyata, semua asumsi itu hanyalah stereotip belaka. Tidak berdasar fakta. Kalau pun ada, hanyalah sedikit kebenarannya sehingga asumsi tentang perempuan Manado lebih banyak menyesatkan atau tak memberikan informasi nan tepat.

Lalu, apa itu stereotip? Dalam ilmu humaniora (psikologi, sosiologi, dan komunikasi), stereotip diartikan sebagai pendapat atau berpretensi mengenai orang-orang dari kelompok tertentu. Yang mana, pendapat itu hanya didasarkan bahwa orang-orang tersebut termasuk dalam kelompok tertentu.

Sederhananya, stereotip merupakan labelisasi seseorang sebab keberadaannya pada suatu kelompok nan mendapat pelabelan. Stereotip dapat bernilai positif dan negatif. Namun, umumnya stereotip dikaitkan dengan hal-hal negatif sehingga mengarah pada sikap dan tindakan diskrimitif (melecehkan). Sayangnya, inilah nan terjadi pada gambaran perempuan Manado.

Memang, secara fisik rata-rata perempuan Manado dianugerahi tubuh dan paras menarik. Karenanya, mereka pun umumnya amat perhatian terhadap segala hal berkisar perawatan tubuh. Rajin berdandan dan suka bersolek.

Ini suatu hal nan wajar mengingat di Manado, banyak warganya nan merupakan campuran dari suku orisinil (Suku Minahasa) dengan pendatang dari Eropa (Spanyol dan Portugis). Sebagaimana lazimnya keturunan hasil percampuran kedua ras nan terpaut jauh secara genetik, biasanya menghasilkan keturunan nan latif secara ragawi. Contoh, artis-artis jelita seperti Julie Estelle, Angel Lelga, Angelina Sondakh, dan Alice Norin nan merupakan perempuan asal Manado. Kecantikan mereka begitu memukau.

Namun, stereotip lebih banyak ketidaktepatannya. Apalagi ketika stereotipitu menjelaskan seseorang dari segi sifat atau karakternya (sisi psikologis). Stereotip sama sekali tak dapat dijadikan acuan dalam menilai kepribadian orang Manado. Informasi nan diberikan lebih banyak atau hampir semuanya tak akurat. Dan itu juga berlaku bagi stereotip perempuan Manado nan rentan menyesatkan.



Perempuan Manado dalam Cerita Rakyat

Entah mulai kapan stereotip negatif perempuan Manado berawal. Apakah dimulainya sudah sejak lama, sebelum bangsa ini merdeka atau mungkin baru-baru ini saja? Belum ada seorang pakar sosiologi pun nan dapat memastikannya. Tapi nan jelas, jika dilacak sosok perempuan Manado dalam cerita rakyat Minahasa, ternyata bertolak belakang.

Dalam tradisi dan budaya Minahasa (Manado), perempuan menempati kelas sosial nan tinggi. Mereka tidak hanya punya gambaran positif, namun juga diagungkan. Bahkan, diceritakan secara turun-temurun bahwa kaum perempuanlah nan menjadi ‘nenek moyang’ atau cikal bakal lahirnya masyarakat Minahasa. Berbagai cerita rakyat nan ada menggambarkan perempuan Minahasa atau Manado sebagai simbol-simbol kebaikan dan kemuliaan. Gambaran perempuan Manado nan cantik, dipadukan dengan gambaran positif lainnya, yaitu kuat fisik dan andal mentalnya.

Salah satu cerita rakyat nan hingga kini masih akrab pada sebagian tua-tua Manado, ialah cerita mengenai Lumimuut dan Karema . Dua orang perempuan Manado ini dianggap sebagai perempuan kudus (dewi-dewi) dan diyakini sebagai nenek moyang mereka. Oleh karenanya, pada masa lampau masyarakat Manado menyakralkan cerita tentang Lumimuut dan Karema . Tidak sembarang dikisahkan dan hanya bisa diceritakan dengan nyanyian pada upacara spesifik seperti upacara Rumages.

Cerita-cerita rakyat nan lainnya pun menceritakan perempuan Manado dalam penggambaran positif. Seperti cerita tentang seorang gadis bernama Pandagian. Perempuan Manado ini dikisahkan masuk surga sebab kejujuran dan kehalusan budi pekerti. Atau kisah mengenai perempuan nan cerdik pandai dan setia kepada suaminya, yaitu Pingkan Mogogunoi.

Dari cerita-cerita rakyat Manado tersebut, kemudian membentuk image , interpretasi, dan perlakuan positif terhadap kaum peremupuan Manado. Hal ini menyebabkan masyarakat Manado termasuk kelompok masyarakat nan egaliter terhadap peran sosial (gender) antara laki-laki dan perempuan. Kelas sosial perempuan Manado tidak pernah di bawah kaum laki-lakinya. Contohnya, sejak dahulu orang Manado tak mempermasalahkan apakah memperoleh anak laki-laki atau perempuan.

Bagi mereka sama saja. Sama-sama anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Maka dari itu, tidak ada perlakuan diskriminatif antara anak laki-laki dan perempuan. Ketika hendak menikah, perempuan Manado bebas buat menikah dengan orang di luar sukunya.

Tidak ada embargo nan mengikat mereka harus kawin dengan laki-laki bukan dari suku sendiri. Sebutan atau predikat terhormat juga diberikan kepada perempuan Manado, seperti ‘ tentenden ’ (tempat bersandar), ‘ kasende ’ (kawan makan), ‘ si esa’ (belahan/teman hidup). Cerminan bahwa sejak dahulu, perempuan Manado sudah dihargai dan diperlakukan dengan hormat.

Apabila kearifan lokal melalui cerita rakyat ini senantiasa dijaga, tentunya punya kontribusi signifikan bagi abrasi stereotip perempuan Manado. Anggapan-anggapan menyesatkan seperti ‘bibir Manado’ nan sering kali dipahami secara negatif atau perempuan Manado sebagai ‘perempuan gampangan’ dan hanya punya kapital tampang, bisa hilang dan digantikan dengan asumsi atau pemahaman positif.

Fenomena Trafficking Perempuan Manado

Stereotip negatif terhadap suatu kelompok umumnya punya akibat negatif terhadap orang dari kelompok itu. Begitu pula pada stereotip perempuan Manado. Selain mereka, perempuan Manado mendapat perlakukan melecehkan dari orang lain, maraknya kenyataan trafficking (perdagangan manusia) asal Manado juga diyakini sebab adanya stereotip tersebut.

Perempuan-perempuan dari Manado jadi sasaran primer buat diperdagangkan. Mereka diperjualbelikan ke daerah lain seperti Papua, Kalimantan, Bali, Jawa, dan Sumatera. Bahkan, ada juga nan sampai ke luar negeri, seperti Malaysia, Hongkong, dan negara-negara di Timur Tengah. Modus operandinya sama, yaitu mereka awalnya diiming-imingi pekerjaan layak sebagai penjaga toko atau pekerja pabrik. Namun, kenyataannya mereka diperkerjakan secara paksa di lokasi-lokasi hiburan malam atau lokalisasi.

Stereotip tentang perempuan Manado kemudian dijadikan sebagai promosi perdeo menggaet para pelanggan (lelaki hidung belang) dan menaikkan ‘harga jual’ perempuan Manado. Maraknya kasus trafficking perempuan Manado mendapat perhatian ekstra dari pemerintah, khususnya pemerintah daerah Sulawesi Utara (Sulut).

Koordinasi antara beberapa forum terkait telah dilakukan. Dukungan pun mengalir dari segenap masyarakat Manado. Bahkan, beberapa anggota dewan daerah menyebutnya sebagai bala sosial di Sulut. Hal ini sangat beralasan sebab trafficking telah mencederai jati diri dan harga diri masyarakat setempat serta menimbulkan keresahan.

Langkah konkret berupa tindakan hukum terhadap para pelaku atau mafia trafficking harus segera dilakukan. Walaupun sulit, menguak kasus trafficking memang mesti jadi prioritas. Karena trafficking tidak hanya tindakan melanggar hak-hak asasi manusia, tapi juga merupakan kejahatan kemanusiaan. Ia harus diperangi dengan sekuat tenaga. Say no for trafficking! Dan ini dapat dimulai dengan mengikis habis berbagai stereotip negatif tentang perempuan Manado. Bahwa mereka tidaklah seperti nan dicitrakan oleh stereotip-stereotip tersebut. Sebaliknya, perempuan Manado ialah perempuan nan bijak, berbudi luhur, setia, terampil serta dikarunia penampilan dan rupa menarik.