Ancaman Teroris
Indonesia seringkali menjadi sorotan masyarakat dunia. Bukan sebab prestasi atau hal baik lain nan dapat diandalkan, melainkan sebab kasus kejahatan kelas global nan terjadi di negara ini. Sebuah kejahatan terorganisasi nan bukan main-main. Terorisme. Semua orang memanggilnya begitu. Pelaku dari semua macam tindakan terorisme dapat dipanggil dengan sebutan teroris .
Makna Teroris
Berasal dari kata teror nan artinya suatu usaha buat menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman pada masyarakat banyak. Berawal dari namanya saja, kita seharusnya sudah tahu apa itu teroris dan apa itu terorisme.
Teroris sebenarnya tak tergolong pada satu golongan masyarakat tertentu. Spesifik di Indonesia, teroris identik dengan satu golongan orang-orang tertentu, sebuah golongan dari kepercayaan tertentu, yaitu kaum muslim. Bukan hanya di Indonesia, di Amerika Perkumpulan pun, Islam atau muslim identik dengan teroris. Hal inilah nan membuat banyak kalangan menjadi bingung dan tak habis piker bagaimana ada orang nan dengan sengaja mengerahkan semua kemampuannya buat menyakiti dan membunuh orang lain. Bukankah tanpa harus dibunuh pun, satu saat semua orang akan wafat dan kematian itu ialah sesuatu nan pasti.
Kalaupun tak berkenan dengan perbuatan orang lain, niscaya ada jalan lain nan dapat membuat keadaan tersebut menjadi lebih baik dan sinkron dengan kesepakatan. Teror hanya akan membuat kehidupan ini terasa suram dan tidak ada kenikmatan lagi di dalamnya.
Rasa kondusif nan primer nan sine qua non dalam hati menjadi hilang dampak dari rasa benci nan disebarkan oelh orang-orang nan memupuk dan membuat ladang kebencian dalam hatinya. Orang-orang seperti ini harus disadarkan kalau tidak, mereka akan monoton melancarkan aksi nan tidak berperikemanusiaan demi pelampiasan rasa benci nan menggunung.
Keidentikan kaum muslim pada gerakan terorisme bukan tanpa sebab. Hasil penyelidikan dari pihak berwajib menyatakan bahwa pelaku dari berbagai tindakan terorisme di Indonesia ialah seorang muslim nan taat beribadah. Secara langsung, hal ini dirasakan sebagai pukulan mental nan harus diterima oleh masyarakat Indonesia nan memang sebagian besar beragama Islam.
Keagungan ajaran Islam nan lemah lembut seolah sirna dan tidak ada lagi nan percaya bahwa Islam itu latif dan cinta damai. Yang ada ialah kecurigaan nan hadir di hari orang-orang nan telah tak mempercayai kalau Islam itu memang agama nan cinta damai. Kalaupun Islam memang mengajarkan hayati damai, orang lain sudah tak percaya bahwa umat Islam sendiri mampu mengamalkan dan mengaplikasikan ajaran Islam nan mulia itu.
Keheranan orang terhadap umat muslim telah mengantarkan banyak ilmuwan dan kaum terpelajar mempelajari Islam. Mereka ingin tahu bagaimana dapat satu umat dari satu agama nan mulia mampu berbuat kerusakan di muka bumi ini. Mereka juga ingin tahu apa nan sebenarnya telah terjadi di dalam lingkungan keislaman seseorang.
Berbegai teori dan penafsiran mulai bertebaran, baik melalui tulisan maupun melalui diskusi nan panjang hingga sampai pada satu konklusi bahwa tak ada nan salah dengan ajaran Islam. Yang ada ialah umat Islam nan salah menafsirkan ajaran Islam. Mereka salah dalam menjabarkan arti dan makna jihad. Mereka salah kalau jihad dimaknai sebagai satu usaha mencapai kesyahidan dengan jalan menyakiti orang lain.
Bagaimana dapat dipercaya seorang muslim nan melakukan sholat Jumat di satu masjid di kompleks Kepolisian Cirebon, lalu meledakkan diri setelah sholat? Bukankah sesuatu nan diharamkan membunuh sesame muslim? Kalau orang tersebut berpendapat bahwa orang-orang nan melaksanakan sholat di masjid itu ialah kafir, mengapa ia bermakmum dengan imam nan dianggapnya kafir?
Kalau ia menganggap bahwa sholat Jumatnya hanya sebuah kedok agar ia dapat membunuh orang lain, artinya ia tak melakukan sholat pada saat itu. Meninggalkan sholat hukumnya lebih berat dari melakukan 1000 kali perbuatan zina. Bagaimana dapat seseorang nan katanya beriman membunuh orang lain dengan keji? Apa nan diinginkannya dari perbuatan nan hanya mengantarkannya menjadi seseorang nan dianggap melakukan bunuh diri.
Perang nan sesungguhnya itu ialah perang terhadap kebodohan. Hanya kebodohan nan membuat orang cerdas sekali pun mau melakukan hal-hal nan dilarang dalam agama. Sikap mental dan karakter nan kuat memang harus ditanamkan sejak kecil agar tidak mudah tergoda dengan konsep orang lain nan tak sinkron dengan ajaran nan benar.
Teroris Bukan dari Ajaran Islam
Islam Sebagai Kepercayaannya
Para teroris nan tertangkap pun berdalih bahwa mereka melakukan itu semua sebagai salah satu bentuk jihad. Entahlah. Yang pasti, banyak nyawa orang-orang nan tak berdosa hilang sia-sia. Dalam beberapa aksinya, tujuan primer para teroris di Indonesia ialah orang nonmuslim. Sebentuk usaha jihad di jalan Allah. Kurang lebih itulah nan seringkali didengungkan oleh para teroris di Indonesia.
Ini ialah kenyataan dalam kebudayaan masyarakat Indonesia. Seperti kenyataan gunung es nan sedikit terlihat di atas permukaan, tetapi menyimpan misteri besar di bawah permukaan. Sebuah misteri nan hanya diketahui oleh para pengikutnya.
Istilah teroris ditujukan bagi mereka para pelaku tindakan terorisme. Sebuah kelompok masyarakat nan menebarkan teror terhadap kelompok masyarakat lainnya. Ketegangan nan disebarkan oleh sekelompok teroris dengan perang nan terjadi dengan skala kecil hampir sama.
Teroris justru lebih berbahaya. Sekacau apapun perang itu terjadi, ia tetap memiliki peraturan. Peraturannya itu dipatuhi oleh semua pihak nan tengah berperang. Namun, hal ini tak berlaku bagi terorisme. Mereka sama sekali tak memiliki aturan. Pola serang mereka terhadap kelompok masyarakat dilakukan secara acak. Tidak punya tata cara dan selalu tiba-tiba. Target primer mereka biasanya ialah warga sipil nan tak bersenjata.
Terorisme sebenarnya bukan hal nan asing. Terorisme menjadi terkenal sejak terjadinya peristiwa WTC. Sebuah pukulan bagi masyarakat Amerika. Agresi itu terjadi hanya dalam itungan waktu beberapa saat saja. Sebuah pesawat menabrakkan diri ke sebuah gedung bertingkat tersebut. Sebanyak 3000 nyawa melayang. Masyarakat Amerika mengenalnya dengan peristiwa September Kelabu.
Peristiwa terorisme berlanjut di dalam negeri. Kali ini, Bali menjadi sasaran. Peristiwa pengeboman di Pulau Dewata Bali cukup mencoreng nama baik Indonesia di negara lain. Beberapa negara, bahkan, melarang warganya buat berkunjung ke Indonesia. Hal itu berimbas pada menurunnya devisa negara dalam bidang pariwisata.
Terorisme itu ialah jalan mencuci pikiran orang lain agar melakukan hal-hal nan tak pernah terbayangkan sebelumnya. Mereka menjadi robot-robot kebodohan nan dikendalikan dengan mudah oleh orang nan tak mempunyai hati nurani. Kebodohan ini dapat terjadi sebab factor lingkungan. Lingkungan nan tak memberikan kebahagiaan akan sangat mudah membuat orang frustasi.
Rasa putus harapan ini akan membuat otak seolah kosong. Ketika otak kosong inilah pemahaman nan salah akan sangat mudah dicerna sehingga mempengaruhi keadaan jiwa dan mental. Kalau persepsi dan pemahaman nan masuk ialah pemahaman nan baik, maka orang nan otaknya kosong dampak putus harapan itu akan menjadi orang baik nan niscaya akan berbuat baik.
Sebaliknya, bila pemahaman itu tak baik, maka orang nan putus harapan itu akan menjelma menjadi mesin pembunuh nan akan merusak tak saja dirinya sendiri tetapi juga akan merusak orang-orang nan ada di lingkungannya.
Inilah nan akan mengagetkan bagaimana seseorang nan mempunyai istri nan sedang mengandung 9 bulan mau melakukan aksi bunuh diri. Bagaimana dapat seseorang nan akan menjadi seorang ayah, menjadi seperti laki-laki nan tidak bertanggung jawab dan lari dari permasalahan hayati dengan mengubur diri dalam balutan kisah tragis? Kalau bukan otaknya telah dicuci dan matanya telah dibutakan oleh pemahaman nan menyesatkan.
Hal-hal nan tak masuk akal itu telah banyak sekali beredar di tengah masyarakat. Keberanian membunuh dan keberanian mengorbankan diri demi sesuatu nan absud seolah menjadi pilihan hayati nan terlihat sangat mudah. Menjaga diri dan keluarga dari konvoi nan penuh rasa kebencian seperti ini memang sangat sulit tetapi tetap dapat dan jalan keluarnya niscaya ada.
Ancaman Teroris
Tindakan terorisme kini bukan lagi mengancam orang-orang nan dianggap tak satu paham. Para teroris mulai melakukan penyerangan terhadap tempat-tempat nan terbilang cukup tak masuk akal. Mereka membombardir semua loka nan seolah dilakukan secara acak. Sebuah kenyataan kejam di akhir zaman. Kenyataan nan akan membuat orang lain menjadi penuh curiga dengan orang-orang nan mirip dengan teroris.