Pendidikan Perdeo di Indonesia
Pendidikan gratis? Seperti PSSI bermimpi masuk ke final piala dunia. Mungkinkah? Mungkin saja, tapi butuh kerja keras. Sangat, sangat keras. Terlalu ambisiuskah? Tidak juga.
Suatu mimpi nan mulia memang membutuhkan ambisi nan besar. Ambisi nan menggerakkan setiap sendi tulang buat terus maju tanpa memikirkan hambatan nan selalu mampir mengetuk pintu ruang kelas nan mungkin tak layak dipakai lagi.
Mahalnya Pendidikan di Indonesia
Dunia pendidikan merupakan hal sangat pokok buat saat ini. Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin majunya teknologi informatika, membuat masyarakat Indonesia harus mengenyam pendidikan agar tak ketinggalan zaman.
Teknologi nan semakin canggih tentu saja bisa digunakan apabila mengetahui cara pemakaiannya. Contohnya saja telepon genggam atau handphone. Apabila ingin memakai handphone, hal nan paling krusial ialah orang nan menggunakannya harus dapat membaca.
Sekarang ini, handphone nan beredar di Indonesia sudah ada fitur bahasa Indonesianya, apabila tak ada, maka orang tersebut harus dapat berbahasa inggris, setidaknya mengerti bahasa Inggris.
Nah, buat dapat membaca, maka orang tersebut harus mengenyam pendidikan. Di mana pun belajarnya, dia dapat lancar membaca. Biasanya seseorang mulai belajar atau mengenyam pendidikan semenjak kecil. Belajar di rumah bersama keluarganya atau belajar ketika sudah duduk di bangku sekolah.
Dulu, masyarakat Indonesia nan mengenyam pendidikan masih sporadis sebab keterbatasan biaya dan sekolahnya pun sedikit. Selain itu, masyarakat nan sadar akan global pendidikan masih sedikit.
Berbeda dengan sekarang ini, sekolah-sekolah sudah banyak dibangun, mulai sekolah dasar samapai perguruan tinggi, bahkan sekarang ini sekolah Taman Kanak-kanak sudah banyak nan berdiri.
Kebutuhan pendidikan nan semakin meningkat dan menjadi kebutuhan pokok menjadikan masyarakat Indonesia dituntut buat mengenyam pendidikan. Bahkan buat saat ini, seorang anak memulai pendidikannya di sekolah bukan di bangku sekolah dasar, tapi di sekolah Taman Kanak-kanak (TK). Dan, sekarang sudah muncul lagi pendidikan di bawah usia lima tahun, yaitu sekolah Paud (Penitipan Anak Usia Dini).
Bagi orang tua nan memang menginginkan anaknya belajar di usia dini, mereka mulai memasukkan anaknya ke Paud. Tapi, itu tentu saja bagi orang tua nan mampu buat membiayai pendidikan anaknya. Bagimana bagi orang tua nan tak mampu buat membayar biaya sekolah?
Semakin berkembangnya teknologi, semakin mahal pula biaya pendidikan. Sekarang ini, tak ada nan namanya gratis. Orang nan mau kencing saja di loka generik harus bayar. Semuanya serba bayar dan itu berarti membutuhkan uang.
Pendidikan nan mahal saat ini sudah berlaku di Indonesia, meskipun banyak program pemerintah nan bisa meringanan masyarakat buat biaya pendidikan. Mulai dari pemberian donasi BOS, buku pelajaran gratis, sampai beasiswa sekolah. Akan tetapi, itu semua tak mengurangi biaya pendidikan nan mahal.
Bantuan biaya pendidikan bagi orang nan tak mampu kurang merata, sehingga masih banyak masyarakat nan putus sekolah. Padahal zaman sekarang ini masyarakat dunia, khususnya di Indonesia, dituntut minimal dapat membaca, tak buta huruf.
Tapi, kenyataannya buat mencapai masyarakat nan tak buta huruf sangat sulit. Biaya pendidikan nan semakin mahal tak bisa mengentaskan buta huruf. Seorang anak nan baru masuk sekolah saja, dapat membutuhkan biaya beratus-ratus ribu, bahkan berjuta-juta. Padahal itu hanya pendidikan pra-sekolah.
Untuk itu, pemerintah selalu mengusahakan pendidikan gratis, terutama bagi masyarakat nan tak mampu atau ekonomi menengah ke bawah. Program pemerintah ini, tentu saja perlu didukung oleh masyarakat Indonesia sendiri, terutama peserta didik.
Pendidikan Perdeo di Indonesia
Terkadang, pendidikan gratis identik dengan sekolah nan jelek, sangat seadanya, dengan guru nan sangat minim. Minim jumlah, minim fasilitas, minim dari segala lini. Sebenarnya, tak sedikit nan telah mencoba memberikan pendidikan perdeo kepada anak-anak kurang mampu. Namun, tak sedikit juga nan terseok-seok melawan mahalnya dana buat melanjutkan pendidikan perdeo tersebut.
Beberapa tahun lalu, dua ibu kembar mendirikan sekolah Kartini di bawah sebuah jalan tol. Sekolah tersebut mendapatkan perhatian nan luas dari banyak orang. Ratusan anak bersekolah di sana. Namun, setelah sekolah tersebut terbakar, perjuangan kedua ibu kembar terlihat semakin berat. Sudah agak sporadis pemberitaan tentang sekolah Kartini.
Permasalahan dana selalu menjadi permasalahan primer dalam menyelenggarakan pendidikan gratis. Banyak kepala daerah nan mencanangkan pendidikan perdeo dengan cara membebaskan SPP hingga ke pendidikan menengah atas. Namun, pembebasan SPP belumlah bisa dikatakan pendidikan gratis. Bukankah biaya sekolah tak hanya SPP?
Anak-anak masih membutuhkan dana buat seragam, buku, transportasi, ekskul, dan lain-lain. Intinya, pendidikan gratis, ya, benar-benar gratis. Semuanya. Tanpa ada sepeser uang pun nan dikeluarkan orang tua buat menyekolahkan anaknya. Ada beberapa cara buat menyelenggarakan sekolah nan benar-benar gratis.
Pertama, Gubernur Sumatera Selatan, Alex Nurdin, melibatkan banyak perusahaan besar nan ada di wilayahnya buat mendukung program pendidikan gratis.
Suatu sekolah bertahap internasional sudah disiapkan buat melayani kebutuhan pendidikan anak-anak tak mampu nan mempunyai motivasi besar buat sekolah.
Pendidikan nan benar-benar perdeo dan sangat serius. Tidak minim fasilitas. Tidak minim dana. Program ambisius nan melibatkan banyak pihak dengan komitmen tinggi dari pemerintah. Sampai saat ini, program ini belum menghadapi hambatan berarti.
Kedua, pendidikan perdeo nan melibatkan anak buat membiayai sekolahnya sendiri dengan cara bekerja sambil belajar. Bekal keterampilan nan diberikan akan membuat anak lebih berdikari dan akan memiliki karakter entrepreneurship .
Misalnya, setiap anak dibekali 3 ekor kambing atau lima orang anak memelihara satu ekor sapi. Mereka bahu-membahu memelihara hewan ternak tersebut. Hasil dari susu atau penjualan hewan itu digunakan buat biaya sekolah.
Selain beternak, anak-anak bisa dilibatkan dalam bidang pertanian dan perniagaan lainnya. Anak-anak diajari buat tak melulu menerima sesuatu nan perdeo tanpa kerja keras. Mereka harus mampu menolong dirinya sendiri. Hanya orang-orang lemah nan selalu mengharapkan segalanya gratis. Jadi, kegratisan nan diterima menjadi kapital dasar buat menjadi manusia nan nantinya mampu memberikan sesuatu nan perdeo kepada orang lain.
Model pendidikan perdeo lainnya ialah sistem orang tua asuh. Seperti model nomor dua, anak mendapatkan biaya 100% dari orang tua asuh. Namun, anak juga didayagunakan buat dapat melakukan sesuatu, sehingga dia tak merasa seperti orang nan patut dikasihani.
Anak tersebut diberi bekal agar dapat membantu dirinya sendiri. Misalnya, bila orang tua asuh mempunyai toko, anak asuh dapat dipekerjakan di toko tersebut. Tentu anak itu tetap diberi imbalan nan pantas atas kerjanya.
Pendidikan perdeo tidaklah terlalu sulit bila melibatkan banyak pihak nan mempunyai komitmen nan sama, termasuk anak didiknya. Pendidikan perdeo jangan sampai mendidik anak-anak nan hanya dapat menerima tanpa mampu memberi.
Pendidikan perdeo ialah tonggak dasar buat membentuk anak-anak andal nan dapat mandiri bagi dirinya sendiri dan orang lain di sekitarnya kelak. Untuk itu, mari kita dukung pendidikan gratis dalam rangka mencerdaskan anak bangsa. Semoga pemaparan tersebut bermanfaat bagi Anda.