Kurikulum Pendidikan SD
Apa nan Anda pikirkan, ketika mendengar pendidikan SD atau Sekolah Dasar? Anak-anak dengan seragam putih merahkah? Atau pelajaran membaca “ini budi, ini ibu budi...”? Atau mungkin juga program wajib belajar 9 tahun? Apa nan Anda pikirkan semuanya ialah benar. Pendidikan SD memang mengenai hal itu, belajar segala dasar ilmu.
Sekolah Dasar merupakan salah satu pondasi dasar nan dicanangkan dan sedang dilaksanakan oleh pemerintah, khususnya departemen pendidikan nasional buat mencetak generasi bangsa nan cerdas dan berkualitas. Namun, langkah-langkah apa sajakah nan telah dilakukan oleh pemerintah buat mewujudkan tujuan tersebut? Uraian berikut ini akan membahas tuntas mengenai kurikulum dan permasalahan pendidikan Sekolah Dasar.
Kita, sebagai bangsa Indonesia nan baik tentunya mengetahui sahih bahwa salah satu tujuan nasional negara Indonesia ialah buat mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut tercantum dengan jelas dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Langkah primer buat mewujudkan kecerdasan kehidupan bangsa tentunya melalui program pendidikan .
Ada banyak upaya nan dilakukan pemerintah buat menyukseskan program-program pendidikan terutama pendidikan Sekolah Dasar, di antaranya melalui pemberian dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), dana BSM (Bantuan Siswa Miskin), beasiswa buat anak-anak berprestasi, pembangunan gendung-gedung sekolah, peningkatan kesejahteraan guru, dan lain-lain.
Pada artikel ini, penulis akan lebih berkonsentrasi mengurai mengenai pendidikan Sekolah Dasar. Ada rumor nan menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia merupakan kurikulum nan terpadat di seluruh dunia. Begitu juga dengan restriksi umur anak usia SD, seperti tak ada ketegasan dan terkesan inkonsistensi.
Kurikulum Pendidikan SD
Anda nan telah menjadi orangtua anak siswa sekolah dasar tentunya pernah merasakan beratnya tas anak Anda padahal anak Anda masih duduk di kelas satu SD, bukan? Kejadian membawa tas berat tersebut tak hanya berlangsung pada satu hari saja, melainkan hampir setiap hari.
Padahal buku-buku pelajaran nan dibawa di dalam tas anak Anda hanya buat satu hari nan bersangkutan saja. Anak Anda tak membawa-bawa buku buat satu minggu, tetapi hanya satu hari saja sinkron dengan jadual pelajaran pada hari tersebut. Timbul pertanyaan mengapa dapat terjadi demikian? Jawabannya sederhana saja, sebab tas anak Anda penuh berisi buku-buku pelajaran.
Permasalahannya mengapa begitu banyak pelajaran setiap harinya? Hal ini dikarenakan pada kurikulum nan telah ditetapkan oleh pemerintah menetapkan banyak mata pelajaran nan harus dipelajari oleh siswa sekolah dasar.
Mata Pelajaran SD
Berikut ini mata pelajaran-mata pelajaran nan harus dipelajari oleh siswa pada jenjang pendidikan sekolah dasar buat setiap strata mulai dari kelas satu sampai dengan kelas enam.
- Bahasa Indonesia
- Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
- Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
- Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
- Pendidikan Agama (disesuaikan dengan agamanya masing-masing)
- Matematikan
- Pendidikan Jasmani dan Olah Raga (Penjaskor)
- Pendidikan Seni, Budaya dan Keterampilan (SBK)
- Muatan Lokal nan terdiri atas Bahasa Daerah, Bahasa Inggris, Pencak silat, dan Teknologi dan Informatika.
Ada sekitar 12 mata pelajaran, belum lagi ditunjang oleh buku-buku lembar kerja siswa (LKS), jika satu mata pelajaran mempunyai satu buah LKS maka jumlah buku nan harus dimiliki dan dipelajari oleh siswa SD ialah 24 buah buku. Sungguh akan menjadi sangat hebat dan sangat cerdas anak-anak sekolah dasar di Indonesia. Namun apakah faktanya demikian?
Jika hal tersebut memang benar-benar ideal, maka tak akan ada lagi siswa-siswa sekolah dasar kita nan cemas dan kesulitan dalam melaksanakan ujian, baik ulangan semester, ulangan kenaikan kelas, apalagi ulangan nasional. Fenomena di lapangan sangat ironi, bukan?
Selain dikarenakan terlalu banyaknya mata pelajaran nan harus dipelajari, penyepelean terhadap restriksi usia masuk sekolah menjadi salah satu penyebab buruknya kualitas lulus siswa sekolah dasar di Indonesia. Meskipun pemerintah telah menetapkan garis batas bahwa usia minimal anak siswa kelas satu SD ialah tujuh tahun, namun pada prakteknya di lapangan banyak ditemukan anak-anak usia lima tahun dan enam tahun sudah dapat duduk di kelas satu sekolah dasar.
Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Tentunya, hal tersebut tak terlepas dari semakin maraknya sekolah-sekolah SD baik sekolah negeri maupun swasta, belum lagi dengan menjamurnya sekolah-sekolah madrasah ibtidaiyyah nan menyebabkan persaingan terhadap calon siswa baru.
Kebutuhan akan siswa telah melonggarkan peraturan terhadap batasan minimal usia anak sekolah dasar. Meskipun pada awalnya mungkin sekolah-sekolah tersebut merasa bersyukur sebab bisa menampung siswa lebih banyak, namun dalam perjalanan proses belajar mengajarnya sama menyenangkannya?
EDI Indonesia
Penulis memperoleh data bahwa indeks pembangunan pendidikan (education development index (EDI)) Indonesia berada pada peringkat ke-69 dari 127 negara nan ada di dunia, tertinggal jauh oleh Brunei Darussalam nan berada di peringkat ke-34 dunia, Malaysia nan berada di peringkat ke-65 dunia, dan Jepang nan menempati posisi puncak atau peringkat satu dunia.
Data tersebut bersumber dari Education for All (EFA) Dunia Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education nan dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Liga Bangsa-Bangsa (UNESCO) nan diumumkan pada hari Senin, 1 Maret 2011 lalu. EDI dikatakan tinggi apabila berada pada rentang 0,95 – 1, medium berada di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80. EDI Indonesia hanya berada pada level 0,934.
Penilaian EDI tersebut diperoleh dari akumulasi evaluasi aspek-aspek berikut ini:
- Angka partisipasi pendidikan dasar
- Angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas
- Angka partisipasi menurut kesetaran jender
- Angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar (SD)
Berdasarkan data tersebut, ternyata EDI Indonesia mengalami penurunan nan sangat drastis pada angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar.
Beberapa faktor nan menyebabkan nilai EDI Indonesia menurut ternyata berkorelasi positif dengan pembahasan sebelumnya, yaitu diantaranya:
- Pendidikan di Indonesia selain memiliki banyak mata pelajaran, siswa diwajibkan menuntaskan berbagai tes penilaian seperti ulangan harian, ulangan blok, ulangan tengah semester, ulangan semester, ulangan kenaikan kelas, dan ulangan nasional sebagai penentu kelulusan seorang siswa dari jenjang sekolahnya.
- Adanya restriksi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) nan bertujuan buat mendisiplinkan siswa justru menjadi bumerang bagi siswa. Jika guru berkeinginan dan konsisten dalam hal menegakkan kedisiplinan, maka merekapun harus displin termasuk konsisten dalam restriksi minimal usia masuk SD. Anak usia lima atau enam tahun nan sudah dapat membaca dan menulis belum dikategorikan bahwa mereka siap buat menjadi siswa sekolah dasar, sebab dalam perjalanannya selama enam tahun ada hal-hal eksklusif nan harus dilaksanakan dan dijalani oleh siswa sekolah dasar tanpa membedakan umurnya.
- Faktor lain nan menentukan proses berlangsungnya kegiatan belajar-mengejar ialah kualitas guru. Tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas guru di Indonesia masih sangat rendah, apalagi guru-guru di daerah. Seseorang bisa menjadi guru dengan mudah tanpa perlu adanya testing terlebih dahulu, meskipun dia hanya seorang lulusan SMA.
Mudah-mudahan artikel ini bisa menjadi koreksi buat kemajuan pendidikan SD di Indonesia. Penulis, sama sekali tak bermaksud buat menghakimi apalagi menggurui. Sebab ada kalanya sesuatu dapat berubah, setelah banyak pihak nan bersuara. Apakah Anda setuju?