Model Ideal Perpustakaan Universitas
Tolok Ukur
Santer terdengar bahwa perpustakaan di suatu universitas ialah the heart of the educational process, jantung dari kegiatan pendidikan. Ungkapan ini menunjukkan arti bahwa nilai sebuah universitas bisa diukur kualitasnya antara lain dari perpustakaannya. Sejauh mana perpustakaan tersebut memberikan dukungan pada proses pendidikan di universitas induknya? Bagaimana kelengkapan informasi dan kesempurnaan jasa nan diberikan oleh perpustakaan kepada para civitas akademika?
Saat seorang pemimpin bukanlah seseorang nan matang secara intelektual dan tak mempunyai konsep apapun dalam memimpin, maka tunggulah kehancuran apa nan dipimpinnya. Pemimpin nan tak dapat membaca dan tak mampu memahami apa nan dipimpinnya, maka ia hanya akan menjadi pemimpin nan membuat hancur peradaban. Sejarah telah membuktikan bahwa pemimpin nan bahagia membaca dan bahkan menjadi seorang penulis, berhasil membuat negara nan dipimpinnya menjadi negara nan hebat.
Bagaimana mendapatkan pemimpin nan mempunyai konsep nan kuat ini, salah satu jalan ialah membuat orang bahagia ke perpustakaan atau kalau tak mempunyai waktu, mereka dapat membuka perpustakaan digital. Bagaimana dapat mempunyai konsep kalau tak pernah membaca. Sebelum diangkat menjadi seorang rasul, Nabi Muhammad saw pun dididik oleh Allah Swt melalui beberapa tahapan. Setelah beliau mempunyai ilmu nan cukup baru Allah Swt memberinya anugerah sebagai seorang rasul.
Selama menjadi rasul pun, Rasulullah tetap dibimbing oleh Allah Swt melalui malaikat Jibril. Ini artinya bahwa semua pemimpin itu tetap harus belajar. Kalau ia tak mempunyai gairah buat belajar, bagaimana ia mempunyai gairah membangun nan benar. Tanpa adanya ilmu, pemimpin hanya akan asal melakukan segala hal tanpa memikirkan akibatnya. Tidak adanya kosep pemikiran ini artinya tak ada surat keterangan nan pernah dipelajari.
Untuk itulah keberadaan perpustakaan itu sangat penting. Bahwa fenomena semakin banyak anak bangsa nan tak bahagia pergi ke perpustakaan, semua pihak harus berupaya membuat banyak orang ke perpustakaan. Membaca itu bukan sesuatu nan menyenangkan bagi sebagian besar orang. Bagi mereka budaya bertutur jauh lebih menyenangkan dibandingkan dengan budaya membaca. Telinga mereka lebih dimanfaatkan sebesar-besarnya daripada mata mereka.
Kalau saja konsep pembelajaran sudah sangat menyatu dengan jiwa para penghuni negeri ini, maka masing-masing pembelajar itu akan sangat haus membaca berbagai jenis buku. Mereka akan sangat bahagia membuka buku-buku nan ditulis berdasarkan berbagai narasumber nan berkompeten dibidangnya. Mereka akan senantiasa membedah dan mempelajarinya. Perpustakaan sebagai sumber ilmu itu akan disangat dimanfaatkan.
Bila hal ini terjadi, maka masing-masing penerus bangsa itu akan mempunyai jalan dan cara membuat konsep pembangunan nan mensejahterakan. Pihak universitas sebagai salah satu pihak nan bertanggung jawab dalam pendidikan para generasi penerus, berusaha mengembangkan perpustakaanya. Pengembangan itu tak hanya dari sisi koleksi buku tetepi juga perlengkapan lain seperti fasilitas internet dan lingkungan nan lebih menyenangkan. Semua itu demi menarik banyak pengunjung.
Sebuah universitas memang dituntut buat bisa berdiri di garis depan perubahan. Civitas akademika universitas pun diharapkan mampu menjadi agen perubahan. Perpustakaan universitas bertugas mendukung hal ini. Akan sulit bagi perpustakaan universitas buat melakukan hal ini jika perpustakaan berada dalam kondisi tertinggal 25 tahun atau tak bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi nan kian hari terasa kian cepat.
Bukan Gudang Buku Tak Tersentuh
Salah satu pandangan nan paling menyedihkan mengenai perpustakaan di sebuah universitas ialah bahwa perpustakaan merupakan gudang buku. Lebih menyedihkan lagi jika pandangan seperti ini datang dari petinggi atau penentu kebijakan di universitas tersebut. Yang terjadi kemudian ialah perpustakaan di universitas penuh dengan buku, namun buku-buku tersebut tak relevan dengan kebutuhan civitas akademika.
Selain itu, buku-buku nan ada pun sering sudah ketinggalan zaman atau tak sinkron dengan perkembangan ilmu pengetahuan terbaru. Perpustakaan di universitas menjadi loka menumpukkan semua buku (dan bahan cetakan) nan ada di universitas tersebut, termasuk manual (buku pedoman) komputer, AC, dan lain-lain.
Perpustakaan di universitas tak bisa memberikan pelayanan maksimal kepada civitas akademika. Selain ketersediaan dan kualitas koleksi nan tak memadai juga sebab sumber daya manusia (SDM) nan ada di perpustakaan tak memiliki kompetensi nan dibutuhkan.
Perpustakaan di universitas tak boleh menjadi gudang buku. Perpustakaan universitas hendaknya mampu menjalankan fungsinya sebagai jantung dari semua program pendidikan nan diselenggarakan oleh universitas tersebut.
Perpustakaan harus mampu membantu dan menjadi pusat kegiatan akademis nan diselenggarakan oleh universitas induknya.
Pusat alat dan bahan peraga pendidikan/ pedagogi atau instructional materials center. Dalam fungsi ini berarti perpustakaan menyediakan bahan-bahan dan fasilitas-fasilitas nan dibutuhkan oleh para dosen dalam memberikan perkuliahan dan penelitian. Perpustakaan diharapkan mampu menunjang semua kebutuhan itu. Memang tak mudah mendapatkan perpustakaan seperti ini, namun, semua upaya harus dilakukan.
Perpustakaan sebagai Clearing house. Dalam fungsi ini berarti perpustakaan mengumpulkan semua penerbitan dari dan tentang daerah loka universitas itu berada, atau dalam bidang ilmu pengetahuan eksklusif (sesuai dengan program studi nan ada di universitas).
Perpustakaan sebagai Social center and cultural center. Perpustakaan di universitas hendaknya tidak hanya bisa digunakan oleh civitas akademika universitas tersebut tetapi juga orang di luar universitas (misalnya dari sekolah atau universitas lain) dan masyarakat di sekitar universitas tersebut. Pengguna luar ini umumnya memanfaatkan perpustakaan universitas buat mencari informasi eksklusif atau melakukan penelitian.
Model Ideal Perpustakaan Universitas
Buku ialah ventilasi pengetahuan. Taman bacaan ialah taman pengetahuan. Pepatah ini nan mengilhami terciptanya perpustakaan universitas. Buku ialah pilar buat maju. Tanpa membaca, kampus akan jadi huma kering dalam menyemai bibit intektual bangsa.
Namun sebagus apa pun perpustakaan universitas, tanpa pembaca bagai rumah tanpa penguni. Sepi, sunyi, kosong. Gejala ini nan kita lihat di beberapa universitas. Minat mahasiswa buat membaca akan menggelora ketika skripsi mendera. Hari biasa dipastikan sepi pengunjung.
Implikasi
Dari tren nan kian menjadi ini tradisi ilmiah universitas semakin memudar. Berikut ini akibat nan dihasilkan:
* Jurnal ilmiah
Universitas di Indonesia tak mengenal istilah publish or perish (menulis atau binasa). Di luar negeri budaya membaca dan menulis seiring sejalan. Mustahil membuat jurnal ilmiah tanpa acum dari perpustakaan universitas nan kuat. Hasilnya, peringkat universitas kita jeblok dalam hal jurnal ilmiah.
* Riset
Tridarma perguruan tinggi adalah pendidikan, pengabdian, dan penelitian. Penelitian (riset) di universitas langka ditemui. Riset seolah domain para profesor. Padahal, mahasiswa harus sering membuat riset sebagai pelaksanaan ilmu nan diterima. Bagaimana membuat riset, membaca saja jarang?
* Plagiat
Aksi mencoreng ini kian marak ditemui. Dalam skala besar, para doktor tidak malu buat berplagiat. Like father like son. Skripsi nan ditempuh mahasiswa kerap mencoba jalan pintas. Ini dampak pemahaman mahasiswa nan lemah. Malas membaca ratusan halaman buku. Toh, sudah ada jual beli skripsi. Naas!
Model Ideal
Para stakeholder terkait perlu secara utuh buat melihat persoalan ini. Perpustakaan universitas nan sepi peminat tak melulu 100 persen dampak mahasiswa. Membangun model ideal perpustakaan universitas dapat dilakukan dengan langkah berikut.
* Kaya literatur
Perpustakaan universitas harus menyediakan bermacam buku. Intinya kebutuhan mahasiswa tercukupi. Tak sporadis mahasiswa harus mencari acum lain sebab minim literatur.
* Kode R
Beberapa perpustakaan universitas bahkan menamai kode R buat buku nan tidak boleh dipinjam. R adalah reference. Sialnya, buku-buku tersebut ialah buku nan bagus. Tidak semua mahasiswa dapat membaca di perpustakaan. Mungkin sebab waktu, suasana, dan penyebab lainnya. Sebaiknya kode R ini ditiadakan.
* Acum dosen
Mata kuliah niscaya memerlukan acum buku. Perpustakaan universitas dapat menjadi acum dari mata kuliah. Peran dosen menjadi penting. Dosen dapat memberi tugas mahasiswa buat membaca setidaknya satu dua buku literatur di perpustakaan universitas. Cara ini terbilang ampuh sebab mahasiswa akan patuh pada dosen, terutama terkait nilai.