Janda Kembang Jadi Rebutan
Pernikahan nan langgeng ialah impian setiap pasangan suami istri. Tidak ada pasangan mana pun di global ini nan ingin berpisah di tengah perjalanan mengarungi perahu rumah tangga. Keinginan buat setia dengan satu pasangan hingga akhir hayat ialah satu hal nan lumrah. Lalu, bagaimana dengan duda dan janda, termasuk janda kembang? Benarkah mereka memiliki impian nan sama?
Pertanyaan seperti ini terdengar klise. Jawabannya pun akan sama klise. Bahwa mereka juga niscaya memiliki impian nan sama. Hal nan membedakan adalah, tak semua orang memiliki nasib nan sama. Tidak semua orang memiliki masalah serta kekuatan buat menghadapinya dalam porsi nan sama. Dosis kekuatan nan Tuhan berikan buat umat-Nya berbeda antara satu makhluk dan makhluk lainnya.
Janda Kembang - Posisi Wanita nan "Terancam"
Fenomena mendudanya seorang pria atau menjandanya seorang wanita memang bukan hal nan aneh bagi masyarakat Indonesia. Status tersebut bahkan disebutkan dalam kartu identitas. Atau paling tidak, dibawa ke mana pun orang dengan status tersebut pergi.
Dari dua status tersebut, duda dan janda, janda seperti mendapat sorotan nan lebih terang. Para wanita dengan status seperti itu harus siap dengan segala risiko. Risiko nan dimaksud lebih pada pandangan masyarakat banyak nan sudah terlanjur minus. Risiko itulah nan nantinya berpotensi melahirkan "ancaman-ancaman" lain bagi para janda, terlebih janda kembang.
Bentuk nyata dari ancaman nan dimaksud ialah perlakukan nan kurang ramah dari masyarakat sekitarnya hingga kasus pelecehan. Terdengar melebih-lebihkan dan terkesan menjelekkan salah satu pihak. Akan tetapi, fakta inilah nan banyak terjadi di masyarakat.
Posisi wanita nan berstatus janda, terutama janda bunga tergolong cukup riskan. Para wanita tersebut tak memiliki tameng pelindung nan kuat. Mereka berdiri di atas kaki sendiri ketika menghadapi berbagai risiko nan menimpanya. Tidak ada lelaki dengan status absah nan berkewajiban penuh buat melindunginya.
Keadaan seperti ini semakin membuat wanita dengan status janda berada di titik terendah. Ia sendirian. Segala gerak-geriknya menjadi pantauan orang-orang di sekitarnya. Orang-orang iseng dengan daftar pekerjaan nol besar alias gak punya kerjaan siap-siap "menerkamnya" dengan berbagai gosip murahan.
Kesendiriannya dianggap kesempatan bagi lelaki-lelaki berhidung garis-garis. Dengan rasa percaya diri dan merasa konfiden bahwa sang wanita tak akan menolak sebab membutuhkan afeksi dari laki-laki, mereka pun mendekati wanita dengan status janda.
Jika sudah demikian, kesempatan sang pria buat melecehkan pun terbuka lebar. Satu-satunya pihak nan dapat dengan mudah disalahkan ialah wanita dengan status janda atau janda bunga itu sendiri. Sementara, si pria bebas melenggang dengan ekpresi paras apatis dan menjijikan. Alibinya ialah si wanita nan merayu atau alasan lain nan terlihat dibuat-buat.
Dalam hal ini, wanita berstatus janda bunga dapat dikategorikan sebagai korban. Tapi kemudian mereka dapat berbuat apa, selain membela diri sendiri? Meminta perlindungan? Pada siapa? Oleh sebab itu, para wanita dengan status janda kembang ini haruslah menjadi pribadi nan tangguh. Seorang pribadi nan tahan banting dan tak lemah.
Apa Itu Janda Kembang?
Janda bunga tergolong sebagai kenyataan sosial. Status ini terlahir di tengah-tengah kehidupan sosial. Salah satu penyebabnya pun bersinggungan dengan global sosial. Dan penyandang status ini juga hayati di tengah-tengah lingkungan sosial. Jadi, sangat jelas bahwa janda bunga ialah bagian dari kehidupan sosial nan fenomenal.
Entah dari mana asal-usul penyebutan janda bunga ini bermula. Istilah ini sudah ada di tengah-tengah masyarakat tanpa diketahui siapa pencetusnya. Yang jelas, semua masyarakat Indonesia seolah setuju bahwa predikat janda bunga pantas disematkan pada wanita (istri) nan berpisah dengan suaminya tanpa seorang anak pun.
Perpisahan nan terjadi dapat sebab beberapa faktor. Tapi umumnya, sebutan janda bunga lebih identik pada wanita nan berpisah dengan suaminya sebab ajal. Suami wanita tersebut meninggal tanpa sempat memberi anak pada wanita nan menjadi istrinya. Dan pernikahan antara sepasang suami dan istri ini juga terbilang belum terlalu lama.
Kriteria seperti itu memang menjadi bukti diri para janda kembang. Ada satu lagi kritera nan membuat janda bunga seolah menjadi rebutan. Yaitu, si wanita masih dalam keadaan perawan. Dalam citra para lelaki berhidung garis-garis, pasangan suami istri tersebut belum sempat melakukan malam pertama.
Alasannya sebab si lelaki atau suami harus segera pergi dampak ada tugas mendesak. Dalam tugas tersebut, sang suami meninggal dunia. Maka jadilah wanita itu berubah status menjadi janda, janda kembang. Janda, tetapi belum sempat diperawani. Kurang lebih seperti itu. Tapi memang, kriteria nan satu ini cukup sporadis ditemui.
Janda Kembang Jadi Rebutan
Wanita dengan keadaan seperti itu seolah memiliki "nilai tambah" di mata para lelaki. Janda-janda bunga menjadi rebutan. Sialnya, nan memperebutkan rata-rata ialah lelaki sudah beristri. Akibatnya, tanggapan miring terhadap wanita berstatus janda, terlebih janda kembang, pun muncul ke permukaan.
Istri-istri para lelaki tersebut menumpahkan segala kesalahan pada pihak wanita. Tanpa melihat bahwa di sini, suaminya lah nan gatel. Asumsi bahwa janda atau janda bunga ialah seorang wanita penggoda pun bukan lagi asumsi nan aneh. Akibatnya, cacat ini tanpa sadar mengekang mobilitas para wanita berstatus "istimewa" tersebut.
Pandangan nan terlanjur miring terhadap para wanita dengan status janda ini memang tak dapat dihilangkan begitu saja di benak masyarakat. Ini karena, ada beberapa wanita nan justru mengiyakan pandangan negatif tersebut. Ada beberapa wanita berstatus janda nan justru dengan bahagia hati melayani rayuan para lelaki hidung belang tersebut. Entah sebab sama-sama iseng atau serius.
Janda Kembang dalam Film
Fenomena janda bunga ini pada akhirnya menginspirasi pembuatan sebuah film. Bagaimana masyarakat memperlakukan wanita berstatus istimewa ini juga ikut ditangkap oleh lensa kamera. Adalah Janda Kembang, film karya Lakonde. Sebuah film nan diputar di bioskop-bioskop Indonesia pada 7 mei 2009 lalu.
Dari judulnya saja jelas terasa bahwa film ini "didedikasikan" buat para wanita berstatus istimewa tersebut. Film nan dibintangi oleh Luna Maya, Ringgo Agus Rahman, Esa Sigit, Sarah Sechan, Eric Chandra, dan Marissa Nasution ini bercerita tentang seorang wanita lajang nan dicurigai sebagai janda kembang.
Kecurigaan orang-orang di sekitarnya diakibatkan oleh ia nan selalu sendiri. Asih nan diperankan oleh Luna Maya ialah wanita dengan kecantikan tubuh nan mampu membuat siapa pun terpesona. Ia juga dikaruniai suara nan merdu sehingga akan dengan mudah membuat para lelaki bertekuk lutut. Termasuk Esa Sigit.
Asih diceritakan bergabung bersama grup musik pimpinan Ringgo Agus Rahman. Semenjak bergabungnya Asih ke grup musik tersebut, grup musik Dodirama menjadi laris manis. Sang biduan nan sudah lebih dulu ada, Yuli Nada merasa terancam dengan kehadiran Asih. Terlebih suaminya, Ringgo Agus Rahman, terhitung sering berkomunikasi dengan Asih.
Setiap Asih manggung, para lelaki sudah siap dengan "khayalannya" masing-masing. Hal ini sangat meresahkan para ibu-ibu rumah tangga di kampung tersebut. Berpretensi nan tak jelas itu pun melatari berubahnya sikap para wanita di Kampung Pulo Bantal (latar tempat). Mereka pun ingin Asih pergi dari kampungnya.
Film memang produk imajinasi, tapi tidak sporadis keberdaannya merupakan cerminan kehidupan masyarakat. Spesifik pada film Janda Kembang ini, sepertinya jelas terlihat bahwa inilah citra kasar mengenai hal nan sesungguhnya terjadi pada kehidupan sosial wanita dengan status janda.