Dinas Perhubungan - Jangan Tunggu Korban Lagi
Selama Dinas Perhubungan tak memiliki orang-orang hebat dengan komitmen kuat buat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, selama itu juga Dinas Perhubungan dan global perhubungan Indonesia akan terkungkung dalam kabut jingga. Banyaknya kecelakaan nan beruntun di berbagai loka di seluruh Indonesia bukanlah sesuatu nan hanya dianggap sebagai takdir. Kesalahan menumpuk nan dilakukan banyak pihak ialah batu loncatan nan menarik terjadinya kecelakaan tersebut.
Adanya pilot nan menggunakan narkoba, supir nan mabuk, supir nan merampok penumpangnya, supir nan memperkosa penumpangnya, ialah cerminan bobroknya sistem angkutan di Indonesia. Tidak ada nan mau disalahkan. Tapi mau bagaimana lagi kalau ada Dinas Perhubungan nan seharusnya dapat mengantisipasi hal tersebut. Dinas Perhubungan dapat menjalin kolaborasi dengan dinas-dinas terkait sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik.
Meneropong Dinas Perhubungan
Mungkin saja kecelakaan nan terjadi di jalanan, laut, sungai, udara dianggap sesuatu nan biasa dan dianggap sebagai takdir nan harus mampu diterima dengan ikhlas dan hati lapang. Tapi mungkin saja orang-orang tabah seperti itu ialah orang-orang nan sudah tak tahu mau bagaimana lagi.
Mereka tak mempunyai pengetahuan kalau sesungguhnya kecelakaan seperti itu dapat dihindari asalkan pihak regulator, dalam hal ini diwakili oleh Dinas Perhubungan, mampu melakukan antisipasi dengan cara menerapkan peraturan dan membuat regulasi serta mengawasi penjabaran dan aplikasi regulasi tersebut dengan penuh tanggung jawab.
Masyarakat Indonesia itu memang agak susah diatur. Tapi bukankah dahulunya masyarakat Singapura itu lebih susah diatur? Para pendiri negara Singapura memulai pembangunan sumber daya manusia dengan penerapan peraturan dan pengenaan sangsi nan sangat ketat. Akhirnya hasilnya ialah ketertiban nan diperlihatkan oleh masyarakat Singapura cukup mengagumkan.
Indonesia ini tak mempunyai sistem nan mampu membuat orang terikat dengan peraturan. Begitupun dengan apa nan telah ditetapkan oleh Dinas Perhubungan. Katanya akan membatasi jumlah penumpang. Katanya akan melarang angkutan nan tak laik jalan beroperasi. Katanya akan memberikan sangsi berat kepada perusahaan nan melanggar peraturan. Tapi apa nan terjadi di lapangan?
Orang-orang Dinas Perhubungan malahan banyak nan terlibat pungli alias pungutan liar. Cara-cara menadahkan tangan ke para supir truk nan mengangkut barang-barang melebihi tonase terjadi di mana-mana. Seolah uang Rp1000-Rp5000 itu menjadi lembar upeti nan melegalkan semua pelanggaran. Apakah para punggawa Dinas Perhubungan tahu tentang cara-cara 'pemasukan' tak halal ini?
Mungkin saja mereka tahu dan mungkin saja mereka sudah tak tahu bagaimana melarang dan memberantas kelakuan nan seperti itu. Dinas Perhubungan butuh seorang pemimpin nan sangat tegas dan teguh hati menindak semua jajarannya agar tak berlaku tak jujur.
Kalau para pekerja Dinas Perhubungan sudah baik dna melakukan kewajibannya dengan baik, mungkin saja kecelakaan nan sering terjadi dengan korban jiwa nan berdosa itu dapat dikurangi.
Kalau saja semua regulasi diterapkan dengan sepantasnya, masyarakat Indonesia ini niscaya mau ikut menjaga ketertiban bersama tersebut. Sudah banyak contoh ketika sistem berjalan dengan baik, produk nan dihasilkan juga baik.
Lihatlah lembaga-lembaga nan telah menerapkan kebijaksanaan nan baik dan dijalankan dengan baik, jargon nan dipakai tak hanya keluar dari bibir tapi benar-benar dilakukan, ketertiban tercipta dengan sendirinya. Misalnya perusahaan taxi Blue Bird nan banyak ditentang keberadaannya di berbagai loka sebab para pemilik perusahaan taksi lain takut dengan pelayanan Blue Bird nan prima akan menarik minat para penumpang lama mereka.
Memang Blue Bird tak sempurna. Tapi kalau Dinas Perhubungan bisa sedikit saja lebih profesional, maka para pemilik perusahaan angkutan tak akan berani macam-macam.
Mengharapkan Dinas Perhubungan sebagai 'Dewa Penolong'
Bagi masyarakat kelas bawah, Dinas Perhubungan dapat menjadi dewa penolong nan akan mempermudah hayati mereka. Misalnya, angkutan pedesaan dibuat lebih bagus, lebih layak jalan. Mereka tentunya merasa sangat diorangkan, dihargai.
Tapi ketika kualitas jalan sudah jelek, jasa angkutan tak mengikuti prosedur, masyarakat bawah itu bukannya pasrah tanpa berdoa. Mereka niscaya mengeluh. Apalagi ketika misalnya mereka tetap harus membayar para petugas berseragam Dinas Perhubungan nan sering meminta uang Rp1000-Rp5000. Bagi masyarakat bawah, uang sebesar itu cukup krusial buat mengganjal perut. Tapi apa daya kalau tak diberi, para petugas itu dapat saja menghalangi kelancaran bisnis mereka.
Herannya, ketika jalanan semakin rusak, para petugas Dinas Perhubungan tersebut seolah tutup muka dan benar-benar memperlihatkan bahwa uang nan Rp1000-Rp5000 itu tak masuk ke dalam kas negara nan mungkin dapat digunakan buat memperbaiki jalan, tapi uang itu masuk ke dalam kantong masing-masing.
Mau dikatakan sebagai pemeras rakyat, salah. Mereka berdalih kalau tak dimintai uang, para supir nakal tersebut akan semakin merajalela. Padahal sebenarnya bukan supirnya nan merajalela, melainkan pemilik mobilnya nan rela bekerja sama dengan para petugas Dinas Perhubungan nan haus 'uang' receh rakyat kecil.
Mengharapkan Dinas Perhubungan benar-benar menjadi dewa penolong dengan mengawasi penerapan peraturan berlalulintas nan baik di jalan raya seolah mengharapkan semangka berbuah nanas. Mungkin terdengar begitu pesimis, tapi kalau menyaksikan sendiri para petugas Dinas Perhubungan itu berdiri di tengah jalan dengan blokade jalan seadanya nan terbuat dari balok kayu, misalnya, hati siapa nan tak miris?
Gajimereka pastilah tak cukup buat membeli sebuah Pajero Sport. Tapi apakah sebab itu lalu mereka menjadi peminta-minta di jalanan? Apa bedanya mereka dengan para pengemis nan memakai pakaian rombeng-rombeng? Itu artinya mereka merupakan 'pengemis berseragam'? Sedih sekali melihat fenomena ini.
Kalau para petugas Dinas Perhubungan itu telah berubah menjadi para pengemis berseragam. Lalu apa nan dapat diharapkan dari mereka dalam upaya memberikan rasa nan lebih kondusif dan nyaman kepada para pengguna jasa angkutan? Bagaimana dapat mengharapkan mereka menjadi dewa penolong? Kalau begitu, masyarakat sendirilah nan harus berjuang mendapatkan kenyamanan dan keamanan menggunakan fasilitas kendaraan di jalan, di laut, dan di udara.
Dinas Perhubungan - Jangan Tunggu Korban Lagi
Korban sudah banyak jatuh. Dinas Perhubungan diharapkan tak lagi menunggu jatuhnya korban terlebih dahulu buat membuat peraturan baru. Jangan lagi peraturan dibuat setelah adanya bukti bahwa peraturan itu diperlukan agar tak ada lagi korban nan jatuh.
Seharusnya pihak Dinas Perhubungan telah melakukan antisipasi dan berpikir secara visioner. Misalnya sebelum terjadi kebakaran sebuah bis nan mengangkut pelajar sebuah sekolah menengah atas di Yogyakarta nan menghanguskan semua penumpangnya, belum ada peraturan kalau di dalam bis harus tersedia palu pemecah kaca jendela.
Setelah kejadian itulah akhirnya ada peraturan kalau bis ber-AC wajib menyediakan palu nan cukup kuat buat memecahkan kaca ventilasi sehingga ketika ada kebakaran dalam bis, penumpang dapat menyelamatkan diri dari jendela.
Pengecekan kelaikan sebuah kendaraan juga harusnya dilakukan dengan tanggung jawab penuh. Tidak asal jadi dan apalagi kendaraan tersebut diloloskan setelah pemilik kendaraan memberikan sejumlah uang tertentu.
Para petugas Dinas Perhubungan ini seolah berada di garis terdepan pemberantasan korupsi. Godaan kepada mereka sangat banyak. Kalau saja semua petugas Dinas Perhubungan sanggup menghalau godaan tersebut, mungkin saja keadaan angkutan barang dan jasa serta manusia nan ada di Indonesia ini akan semakin baik.
Tolong jangan ada korban lagi baru sebuah peraturan dibuat. Tolong jangan ada korban lagi baru petugas Dinas Perhubungan bekerja sedikit lebih baik.