Derap Langkah Baru
Bangkrutnya banyak perusahaan penerbangan global nan diikuti dengan mergernya berbagai maskapai penerbangan nan pernah dianggap sebagai raja langit di masa tertentu, tak membuat China Airlines takut. Hal itu malah menjadi pemicu agar pelayanan maskapai nan pernah dicap ceroboh ini terus berusaha menunjukkan kinerja bagus.
Kecerobohan
Maskapai penerbangan nasional Republik China nan berkantor pusat di Bandara Internasional Taoyuan, Taiwan, ini pernah sangat dibenci dan ditinggalkan oleh para konsumennya. Kecerobohan nan menjadi kesalahan fatal tersebut terjadi pada 2002. Saat itu, sebuah Boeing 747-200 milik China Airlines mengalami kerusakan di lambung pesawat.
Ternyata, kerusakan tersebut dianggap enteng dan tak diperbaiki dengan semestinya. Akibatnya, pesawat ini hancur di udara ( mid-air crash ) setelah beberapa saat lepas landas dari Taipei, Taiwan. Seluruh penumpang nan berjumlah 225 orang tanpa ampun lagi, tewas. Pesawat bernomor CAL 611 jatuh di Selat Taiwan, Kepulauan Penghu, Taiwan.
Pengalaman nan sangat menyakitkan itu membuat para manajemen China Airlines tersentak dan sadar betapa keselamatan penumpang ialah nomor satu. Perawatan serta pemeliharaan pesawat harus dilakukan dengan sebenar-benarnya dan dengan saksama. Memperbaiki lambung pesawat nan rusak tidak dapat seperti memperbaiki panci masak nan cukup disorder.
Selain itu, pesawat Airbus A-300 milik China Airlines (CAL) pernah mengalami kecelakaan dekat Bandara Internasional Chiang Kai-shek, Taipei. Pesawat nan baru saja terbang dari Bali itu tak hanya membawa penumpang biasa, di antaranya Gubernur Bank Sentral Taiwan, Sheu Yuan-Dong, istrinya, dan beberapa pejabat tinggi keuangan lain. Semua penumpang nan berjumlah 182 plus 14 awak pesawat, tewas dalam musibah itu.
Meraih Pasar
Bukan orang China bila tidak mampu memperbaiki diri dan berusaha meraih pasar lagi. Berbagai usaha dilakukan oleh pihak China Airlines agar tetap dapat eksis di tengah gempuran persaingan jasa angkutan udara nan semakin menyesakkan dada. Salah satunya, memberikan donasi kepada para korban bencana. Pada 2008, sebuah pesawat China Airlines membawa bantuan, barang dan para penyelamat, ke Medan dalam rangka membantu para korban bala di sana.
Saat terjadi tsunami nan menerjang Aceh dan beberapa negara di Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Thailand, sekali lagi maskapai ini ikut serta mengirimkan donasi ke negara tersebut. Hal ini dilakukan sebagai tanggung jawab dalam hal berbagi kepada semua umat manusia di dunia. Pihak manajemen China Airlines menyebutnya sebagai responsible corporate citizen.
Derap Langkah Baru
Demi meraih kepercayaan lagi dari para penumpang, China Airlines memperbarui armada. Perusahaan ini memesan 14 pesawat A350-900 dan enam pesawat lain. Pesawat nan akan dipakai dalam jeda sedang itu merupakan upaya peremajaan armada China Airlines di masa nan akan datang. Pada 2015, pesawat-pesawat tersebut akan beroperasi di atas langit Eropa, Australia, dan Amerika Serikat.
Bisnis nan sangat menuntut pelayanan prima ini telah membuat China Airlines tidak ingin bermain-main dengan mempertaruhkan reputasi dan usaha keras nan telah dilakukan agar dapat menjadi maskapai kelas global bersaing. Minimal, dengan Singapore. Airlines nan telah lebih dulu menjadi maskapai terbaik dunia, terutama dalam hal pelayanan.