Sejarah Kota Gede Yogyakarta
Kota Gede atau biasa disebut Kutagede merupakan sebuah kecamatan nan terletaj di Kota Yogyakarta, Provinsi Ddaerah Istimewa Yogyakarta. Daerah ini berbatasan dengan Kabupaten Bantul sebelah utara, timur, dan selatan, serta berbatasan dengan Kecamatan Umbulharjo di sebelah barat.
Julukan Kotagede diambil dari nama kawasan Kota Lama Kotagede nan terletak di perbatasan kecamatannya dengan Bantul di bagian selatan, nan sebagiannya merupakan bagian kota Kotagede.
Kondisi tersebut membuat Kotagede terkdang sulit buat mencitrakan dirinya sebagai kota nan masyarakatnya memiliki kesatuan sosiologis dan antropologis dengan bagian wilayah perbatasannya.
Kesulitan pembangunan di daerah ini juga muncul dampak penanganan nan dilakukan oleh stake-holder pemerintah pada taraf Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.
Sebaliknya, Kabupaten Bantul pun memiliki kesulitan nan hampir sama dengan pembangunan di daerah tersebut sebab adanya kesatuan wilayah nan tak terpisahkan sebagaimana dulu batas kedua wilayah tersebut masih eksis.
Oleh karena itu, wilayah Kotagede harus ditangani oleh dua unit pemerintahan nan berbeda. Hal ini dirasakan setelah Kotagede menjadi wilayah nan cukup berkembang sehingga kesulitan buat menghadapi dua kebijakan pemerintah nan berbeda dalam satu wilayah.
Salah satu permasalahan nan terlihat ialah ketika harus mengurusi masalah kawasan warisan nan oleh pemerintah Kota Yogyakarta dan Kabupaten bantul dianggap sebagai suatu masalah nan berbeda jika dipandang dari sudut skala prioritas.
Kotagede nan berada 10 kilometer dari pusat Kota Yogyakarta pernah menjadi saksi sejarah Kerajaan Mataram Islam. Di sana, terdapat peninggalan-peninggalan sejarah berupa makam para pendiri Kerajaan Mataram Islam, reruntuhan sebuah benteng, dan lain-lain.
Adanya julukan kota warisan bagi Kotagede sebenarnya memberikan potensi nan sangat besar bagi kemakmuran masyarakatnya. Akan tetapi, kendala secara politik membuat kawasan tersebut mengalami masalah dalam pembangunannya.
Sejak zaman dahulu, penduduk orisinil Kotagede Yogyakarta nan disebut rakyat Kalang memiliki keahlian dalam membuat ukiran kayu dan emas. Tidak heran jika kemudian Kotagede menjadi sentra kerajinan perak nan latif dan terkenal luas hingga ke mancanegara. Kini, nama Kotagede bahkan menjadi identik dengan kerajinan perak.
Ciri Khas Kota Gede Yogyakarta
Perak dari Kotagede diminati banyak orang sebab mempertahankan cara pembuatannya nan serba manual dan tak menggunakan mesin sama sekali. Jenis-jenis produk nan ditawarkan di antaranya ialah filigri (memiliki tekstur berlubang-lubang), tatak ukir (memiliki tekstur menonjol), dan casting (dicetak). Terdapat pula produk-produk nan memerlukan keterampilan tangan secara khusus, misalnya cincin dan kalung.
Kerajinan perak Kotagede sangat menonjolkan kebudayaan setempat. Bentuk-bentuk ornamennya terinspirasi dari motif-motif batik nan cantik. Selain itu, bentuk-bentuk pajangan perak umumnya berupa miniatur kehidupan masyarakat Jawa, misalnya andong, becak, dan sebagainya.
Dalam pembuatan benda atau perhiasan perak, langkah pertama nan dikerjakan perajin ialah membuat rancangan terlebih dahulu. Gambar tersebut kemudian dipindahkan ke dalam cetakan. Bahan dasar berupa kuningan atau tembaga kemudian dituang ke dalam cetakan, setelah itu dipalis dengan perak melalui proses penyepuhan. Langkah-langkah tersebut tak sama buat setiap produk. Ada beberapa barang nan dibuat dengan cara berbeda.
Belajar Membuat Kerajinan Perak
Selain mengagumi estetika produk-produk kerajinan perak di Kotagede, banyak wisatawan nan tertarik dengan proses pembuatannya. Oleh sebab itu, ada beberapa loka nan menawarkan kursus buat mempelajari cara membuat kerajinan perak, di antaranya Studio 76 di Jalan Purbayan.
Kursus singkat kerajinan perak nan dikemas dalam paket wisata alternatif ini dapat berdurasi hitungan jam atau bahkan beberapa hari. Kegiatan pembelajarannya meliputi penciptaan desain perhiasan perak, pembuatan perhiasan, dan membawa pulang hasil karya tersebut.
Ketika merancang perhiasan, peserta kursus diberi keleluasaan buat menentukan jenis perhiasan dan desain nan ingin dibuat. Kemudian, peserta dibimbing buat memindahkan desain ke dalam cetakan, lalu melakukan penempaan. Terakhir, bahan-bahan dirangkai sinkron desain dan disepuh menggunakan perak.
Untuk membuat perhiasan nan rumit, peserta dapat mengikuti kursus nan lebih panjang. Dalam pembelajaraannya meliputi latihan memahat bahan dasar. Ada pula teknik-teknik membuat perhiasan nan berbentuk menyerupai anyaman dawai tipis.
Semakin sulit pelajaran nan ingin dikuasai, semakin lama pula waktu kursus nan dibutuhkan. Namun, jika Anda benar-benar tertarik buat mempelajari langsung seni pembuatan kerajinan ini, jangan ragu buat berkunjung ke Kota Gede Yogyakarta . Siapa tahu Anda dapat menjadi salah satu perajin nan andal.
Sejarah Kota Gede Yogyakarta
Seperti nan sudah disebutkan di atas, Kotagede merupakan sebuah kawasan nan berasal dari sejarah kota tua di Yogyakarta. Waktu nan telah ditempuh oleh masyarakatnya buat dijadikan sebuah pemukiman ini ialah selama lima ratus tahun.
Pada awalnya, permukiman di wilayah ini dibangun sebab adanya persyaratan pembangunan nan mengharuskan didirikannya kelompok permukiman di sekeliling Kedaton Dalem Kerajaan Mataram Islam oleh Ki Ageng Pemanahan pada akhir abad ke-17.
Wilayah permukiman tersebut dianggap sebagai abdi dalem nan tinggal di sekeliling keraton dengan keterampilan nan sampai saat ini masih menjadi karakteristik khas Kotagede, yakni perajin perak.
Lantas pada abad berikutnya, muncullah sebuah keraton baru di Kerta sehingga beberapa fungsi pemerintahan juga ikut dipindahkan ke Kerta. Namun, hal tersebut tak membuat Kotagede menjadi punah.
Kotagede bahkan semakin memperlihatkan geliat ‘kekotaannya’, sedangkan Kerta malah berubah menjadi kawasan pedesaan. Hal itu disebabkan adanya makam agung Kerajaan mataram islam nan berada di Kotagede sehingga Kotagede tetap menjadi salah satu kota nan dituju masyarakat.
Dinamika Kehidupan Masyarakat Kota Gede Yogyakarta
Dinamika sosial dan keagamaan pun bermunculan ketika pada abad ke-220 muncul pemikiran-pemikiran baru nan membuat disparitas prinsip antara modern dengan tradisional.
Ketika Muhamadiyah muncul, maka merebak pulalah pesantren di wilayah tersebut. Begitu juga ketika muncul paham komunis nan menggerakkan banyak massa di wilayah tersebut.
Dengan munculnya peradaban nan berkembang secara cepat, lantas Kotagede pun turut berubah dengan menyusutnya pengetahuan dan pemahaman masyarakatnya mengenai budaya tradisi dan pengetahuan lokal.
Sama seperti kota budaya lainnya, Kotagede juga memiliki potensi nan besar buat dapat dikembangkan sebagai objek wisata sejarah. Namun, kebutuhan manusia akan kehidupan menuntut masyarakatnya lambat laun lebih memikirkan pemenuhan kebutuhan tersebut dibandingkan dengan menjaga segala tradisi nan sudah lama hayati di Kotagede.
Berbagai nilai tradisional dipangkas sedikit demi sedikit, begitu juga dengan pengetahuan masyarakatnya mengenai tradisi turun temurun nan terdapat di wilayah tersebut. Lantas, konflik budaya pun tak terelakkan lagi.
Satu hal yanh sampai saat ini masih terlihat wujud kebudayaannya ialah bagaimana masyarakat di sana berusaha menjalankan usaha turun temurun sebagai perajin perhiasan perak.
Cara Membuat Perhiasan Perak
Para perajin perak ini biasanya mendapatkan bahan standar perak dari Denpasar, Jawa, dan Kalimantan. Bahan dasar peraknya dapat berbentuk batangan atau sudah diolah menjadi bola-bola kecil nan siap dikerjakan.
Dalam pembuatan kerajinan perak, dibutuhkan 7,5% tembaga buat campuran peraknya sehingga kadar peraknya bekurang. Hal tersebut dilakukan agar perak nan dibuat bisa lebih mudah dibentuk dan lebih kuat.
Sementara itu, alat nan diperlukan dalam pembuatan kerajinan perak ialah kompor perak, gunting, tang, pinset, perak murni, dan tembaga.
Kompor perak digunakan buat memanaskan perak dan tembaga saat kedua bahan tersebut dicampur. Sistem pengerjaannya hampir mirip dengan tukang las. Akan tetapi, perajin perak harus menginjak kompor terlebih dahulu agar barah dapat keluar.
Setelah proses pencampuran, semua bahan dipotong sinkron dengan keperluan pembuatan perhiasan. Untuk membuat gelang, bahan biasanya dibentuk pipih dengan lebar 2 sampai 3 cm dan panjang kurang lebih 15 cm.
Setelah itu, dasar dawai diletakkan dengan lem pada bagian potongan gelang. Kedua bahan tersebut kemudian dipatri agar dapat inheren secara permanen. Terakhir baru diberi dekorasi atau hiasan batu sebagai aksesori nan memperindah bentuk perhiasan.
Setelah itu, barulah diampelas dan dibersihkan dengan menggunakan asam jawa nan diberi garam dalam air mendidih. Perhiasan kemudian dibersihkan, disikat, dan dikeringkan.