Air Hujan

Air Hujan

Puisi air atau puisi tentang air ialah puisi nan menjadikan air sebagai media buat menyampaikan gagasannya, baik itu tentang fungsinya, keindahannya atau dapat saja air menjadi versus asas kehidupan umat manusia nan sudah carut marut seperti sekarang ini.

Yang niscaya ketika kita membicarakan air berarti kita bicara tentang kehidupan nan paling hakiki sebab air salah satu aset bagi terciptanya sebuah ekosistem loka tinggal sebuah habitat. Tanpa adanya air tak akan terjadi keberlangsungan kehidupan.

Bahkan lebih dari 70 persen dari global ini ialah air. Maka mari kita bertafakur tentang air buat mensyukuri atas karunia Tuhan nan tidak ternilai ini. Berikut ini ialah beberapa contoh puisi tentang air.



Sebuah Pantai dan Laut

Telah sampai kita pada segala nan membuat kita bertanya
mungkin itulah makna laut, kejauhan nan tidak menyua apa pun
hanya mimpi nan sedikit perih pada desir angin pantai
menyimak alunan gelombang pada alunan tepi musim
waktu berlalari ke dalam hati, buat sekedar memecah misteri
seperti kapal, entah kemana jua akhirnya
hanya ingin berlabuh

Di pasir itu peritiwa telah dicatatkan bertahun-tahun
orang-orang mengulangi kenangan cinta nan akrab
keasingan selintas menggambarkan keabadian nan jauh
lihatlah matahari, terkesima memandang paras laut
apakah sesungguhnya nan kita cari pada pulau-pulau itu
sekedar menemukan hal nan tidak kita temukan
sejak berhari-hari, ketika kita kehilangan makna
pada air mata nan telah jadi ikan
dan burung-burung

itu pun bukan main perihnya, seperti mendung bergulung
akan tiba

karya Sondri BS (oktober 2001)

Puisi air tentang pantai di atas menyimpulkan bahwa pesona pantai bukan saja menyimpan kenangan estetika alamnya tapi juga menyimpan kenangan tentang peristiwa nan terjadi di dalamnya. Seperti kisah cinta, pantai nan menjadi bibir lautan nan luas seolah menggambar cinta nan tidak terbatas.

***



Di Muara Sungai Malaka

Aku berlabuh dengan beban perasaan
Dan persepakatan dengan bugis dan bacan
Ditunggu panglima melayu di kastil tua itu

“Jangan berlebihan” katanya
“Alfonso d’Albuquerque telah wafat ratusan tahun lalu!”
tetapi bahtera kami sarat muatan
puluhan bangkai dan orang-orang luka parah
tanpa gandum, jawawut dan air bersih
terombang-ambing di bahari puluhan hari

kalau pintu kota tidak dibukakan
baiklah kami pergi ke bahari menenggelamkan diri

Malaka di jaga pengawal bersenjata
tetapi panglima melayu sahabat kami akhirnya tiba
dengan pakaian teluk belanga nan gagah
dan keris nan belum kering dari darah

“Kami telah siapkan
kuburan buat para pahlawan
dan rumah-rumah buat perawatan.” Katanya

maka airmata pun tumpah
disertai rutuk sampah dan kutukan
kepada raja kami
Baginda Sang Maha Raja Buta
buta mata dan buta hatinya
di tangannya nan zalim dan durhaka
kami sengsara dan hina dina
sebagai bangsa, kami hancur binasa

karya Viddy alymahfoedh Daery (3 November 2001), Sungai Malaka

Dalam karya puisi air tentang sungai Malaka di atas menyimpulkan bahwa sungai Malaka bukan sekedar sumber kehidupan masyarakat tapi juga menyimpan sejarah bangsa. Sungai itu menjadi saksi atas peristiwa nan terjadi ratusan tahu silam tentang perjuangan sebuah bangsa.

Inilah puisi tentang air. Puisi air bukan berarti harus bercerita tentang air, tapi air dijadikan sebagai metafora atau sebuah bertentangan dengan harapan buat menyampaikan gagasan tentang aspek kehidupan nan lain, seperti sejarah dan budaya melayu nan disampaikan Viddy lewat wacana hujan di kota Yala Di Thailand Selatan.



Air Hujan

Engkau turun secara perlahan – lahan
Butiranmu dapat kecil dan juga besar
Suaramu begitu nyaring merasuk telinga
Kadangkala engkau ialah teman manusia

Teman di kala duka,teman di kala suka
Permatamu dapat menyegarkan tanaman
Tapi bisamu bisa menggegerkan dunia
Di saat manusia rakus terhadap hutan

Hutan dijadikan gundul,
bak Pak Ogah berkepala botak
Saat itu engkau turun sesukamu
dan tahu rasa manusia saat itu

***



Air

air.....
dimana setiap mahluk hidup
sangat membutuhkan....
dalam setiap keadaan....
semua niscaya akan tergantung padamu.....

air....
meskipun kecil menjadi teman dan keceriaan.....
meskipun besar menjadi musuh dan sebuah bencana....
kami tetap mementingkanmu.......
engkau ialah sesuatu nan memenuhi kebutuhan....
disaat kami kehausan.....

By: Anisa Damayanti

***



Sebening Air Mata

Air mata..
Zahirnya titisan bening terbit dari pelupuk mata
Mengalir kala kolam sepasang mata tiada mampu mengempangnya
Namun..
walau hanya titisan air tampak tiada harga
memberi sejuta makna pada pemilik raga
Ekspresi gelojak dan rasa di jiwa

Air mata dan tangis…
Bahasa pertama seorang manusia
untuk dewasa mencari punca
apa ingin dikhabar si kecil tercinta
Inginnya, sakit, lapar,takut, tak selesa
tangisan dan air mata menjadi bahasa

Air Mata dan tangis
Kala sanubari dirangkul gembira..
Titis itu cermin terharu dan bahagia
Menggamit insan memandang ikut ceria
menangis gembira hati bahagia

Air Mata…
Kala kesakitan tiada terperi
Titis itulah bercerita pada pemerhati
walau ulas bibir kedap terkunci
cukup untuk insan mengerti

Air Mata..
Kala sanubari dihimpit duka
titis itu teman derita
meringan beban hati sengsara
Engkaulah teman kala senang dan nestapa

Air Mata..
Engkaulah teman rafik raga dan sanubari
Engkau hanya biasa bagi nan tak mengerti
hakikatnya engkaulah pembela di akhirat nanti
jika gugurmu kerana Ilahi

Air Mata..
Gugurlah engkau kerana takutku pada nan Esa
Gugurlah engkau kerana takutku pada azab di alam baqa
Gugurlah engkau kerana takutku pada azab neraka
Gugurlah engkau kerana takutku menghadapi dahsyatnya akhirat sana

Gugurlah engkau kala keinsafan di atas segala dosa
Gugurlah engkau kala rasa hinanya diriku di sisi Yang Esa
Gugurlah engkau kala kumemohon diampun dosa dan alpa
Gugurlah engkau kala kumemohon taubatku diterima

Gugurlah engkau kala kumemohon petunjukNya
Gugurlah engkau kala kumemohon bantuanNya
Gugurlah engkau kala ku memohon wafat dalam rahmatNya
Gugurlah engkau kala kumemohon menghuni syurgaNya

Gugurlah engkau kala kumengharap redhaNya
Gugurlah engkau kala kumengharap cintaNya
Gugurlah engkau kala kurindu pada Pencipta
GUgurlah engkau kala kurindu hampir padaNya
Gugurlah engkau kala ku rindu pada kekasihNya

Gugurlah engkau kala kusujud pada nan Kuasa
Gugurlah engkau kala kutadabbur Kalam nan Esa
Gugurlah engkau kala zikirku pada Yang Kuasa
Gugurlah engkau sebab Yang Esa

karena kuingin setiap tetesmu menjadi pembelaku
karena kuingin setiap tetesmu menjadi saksiku
karena kuingin setiap tetesmu menyelamatkan diriku
karena kungin setiap tetesmu membawa ku ke syurga idamanku
karena kuingin setiap tetesmu kudapat melihat paras Rabbku..
karena kuingin setiap tetesmu bawa senang abadi buatku
walau engkau hanya setetes air membasahi pipi

***



Biarkan Sungai Itu

Entah di mana
puncanya
tiba-tiba sahaja
ia mengalir tanpa henti
seperti memburu
landai muara
dan bahari saujana.

Kita biarkan ia
menerjuni jurang
menghempasi lekuk
melakari bentuk.

Kita biarkan ia
meningkahi jeram
mengikis batuan
mengheret serpihan.

Kita biarkan ia
menjalari lembah
memesrai tebing
mewarnai hening.

Biarlah nafasnya tenang
di gemeresik bayu rimba
dengan desir dan kocak sutera
jernihnya memukau mata
manisnya mencumbu rasa.

Biarkan ia
tenang memburu
landai muara
dan bahari saujana
kerana tidak mungkin
ia kembali
kerana tidak mampu
ia mendaki
puncak asal
nan entah di mana.

Mohamad Saleeh Rahamad

***



Air Mata Bumi

Dulu...
Pemandangan hijau begitu lapang
Buat mata yang tubuh
Terasa segar

Namun...
Kini bumi mulai nangis
Marah karena kecewa
Pada ulah dan tingkah manusia

Sadarkah kalian?
Banjir,
Longsor,
Gempa bumi,
Itu bagian dari air mata bumi nan marah

Sadarlah wahai manusia!
Renungkan semua ulah dan tingkahmu,
Renungkan nasib anak cucumu kelak
Sebab air mata bumi
Kini mulai berjatuhan

By: Lukas Gentara

***



Pantai Aqaba Karya Herdi SRS

Di hadapan perang teluk
Aku hanya sebatang lilin nan kau kutuk
Dinding terantuk. Konfrontasi meremuk
Luluh lapuk. Tertusuk tujuh mata angin
Gerimis meruncingkan
Mata pisaumu nan dingin
Larut Senja, bila angin pantai Aqaba
Bertiup mengerat sekujur dada
Kulihat orang-orang berlarian di cakrawala
Ledakan bom, rudal Scud, dan granat
Bergantungan di awan seperti kesurupan
Melelehkan wajahmu nan kedinginan
Resah berhamburan ke mana-mana
Mengaliri pemandangan hayati nan baka
Tapi gambar-gambar Saddam Hussein
Yang mengurung Baghdad
Meluluhkan perang membara
Dari selatan, timur, dan tenggara
Serangan udara setiap malam
Mempercepat musim gugur nan baru tiba
Dan saya hanya sebatang lilin
Di tangan arwah Hussein dari Karbala
Aku hanya leleh lilin
Pada malam-Mu nan padam
Diterkam angin
Angin dingin pantai Aqaba.

Amman-Jakarta 1990-2001

***



Di Jazirah Bahari Merah Karya Herdi SRS

Seperti Musa membelah Bahari Merah
Sosok hujan menengadah
Pada matamu nan kelam
Gurun hitam mengaum
Truk-truk militer
Malam nan geger
Pelepah darah jarak
Tapal batas jejak
Pada mimpimu,
Benteng tua, residu perang 1967
Dan rangka tubuh nan terbunuh
Melintas bayang dada nan berpeluh
Seperti dingin es
Menetes
Seperti buih ombak nan sekarat
Di lindas kapal-kapal lewat
Kau lihat pertumpahan darah
Di Palestina amat dekat
Arwahmu berjalan dalam debu
Tak tercium bekas mesiu
Tapi anak-anak mengeluh
Ledakan granat menyentuh jantung ibu
Seperti rintih serdadu di hatimu
Di bekas kamp, bangkai tank nan diam
Gerimis menghitam
Tiba-tiba langit legam
Dan musim hanya kelam
Anak-anak sembunyi dan arwah-arwah berlari:
Musa dan tongkatnya berdiri di Gurun Sinai
Matanya merah padam, menyiapkan api

1990-2001

***