Pentingnya Mempraktikkan Kata-Kata Motivasi
Segala macam hal nan penuh kata-kata motivasi biasanya menjadi favorit di negeri kita. Acara nan diasuh motivator handal dalam mengelola hidup, misalnya, baik on air maupun off air selalu dipadati peserta. Demikian pula dengan bacaan seperti novel inspirasi, nan memuat kata-kata motivasi .
Ketika membaca novel Laskar Pelangi misalnya, kita seolah terhanyut ke kehidupan di Belitong atau tergugah bagaimana Ikal dan kawan-kawan berjuang. Namun, tanpa bermaksud merendahkan dapat dipercaya para motivator atau novel-novel inspirasi di atas, layakkah kita mempercayai kata-kata motivasi dengan bulat?
Kata-Kata Motivasi - Jebakan Pola Pikir tentang Kata-Kata Motivasi
" Hidup tak semudah ucapan Mario Teguh, " demikian ucapan beberapa orang skeptis ketika melihat acara Mario Teguh Golden Ways di Metro TV. Padahal, dalam acara tersebut, Mario Teguh dengan cermat, cepat, dan cerdas, melayani pertanyaan demi pertanyaan audiens . Banyak pula nan mengakui seperti mendapatkan kesadaran tersendiri pasca menonton acara favorit seluruh rakyat Indonesia ini. Apalagi ketika Mario Teguh menyampaikan kata-kata motivasi nan membangkitkan semangat.
Lalu, mengapa ada orang nan sinis terhadap kata-kata motivasi tersebut? Apakah ia iri dengan popularitas para motivator handal di Indonesia nan dari hari ke hari semakin banyak menyelenggarakan seminar kata-kata motivasi? Ataukah si pencela ini termasuk orang nan sok kritis? Barangkali orang ini tak termasuk dalam kedua golongan tersebut. Ia mungkin justru tergabung dalam kelompok orang nan memiliki konsep pikiran bahwa sebuah warta atau sebuah kejadian harus 100% benar. Kata-kata motivasi nan disampaikan oleh para motivator, di dalam benak orang ini, harus sinkron dengan kenyataan.
Maka, ketika orang ini mempraktikkan kata-kata motivasi nan disampaikan, bahkan mungkin hingga menghafal, dalam logikanya, kata-kata motivasi ini harus langsung terbukti. Sebagai contoh, kata-kata motivasi Mario Teguh berikut ini, " Sebaik-baik manusia ialah nan bermanfaat bagi sesama; dan sebaik-baik pembayar ialah Tuhan. Maka, jiwa nan ikhlas hayati dan bekerja bagi kebahagiaan sesamanya, akan diurus bayarannya, secara langsung oleh Tuhan ". Kata-kata motivasi ini hendaknya tak ditafsirkan seenaknya sendiri. Misalnya, ada seseorang nan mendengar kata-kata motivasi ini, lantas langsung menerapkannya secara membabi buta. Ia menolong orang banyak, dan berharap, donasi Tuhan datang langsung kepadanya sekejap mata.
Pola pikir ini tentu saja rancu. Pertama, apa nan disebut donasi Tuhan tak dapat didefinisikan dengan tepat, melalui kata-kata motivasi saja. Ada kalanya, donasi Tuhan tersebut kadang begitu menyakitkan. Ada kalanya pula, donasi Tuhan itu menyenangkan. Sayangnya, kita sering menganggap donasi Tuhan hanya berupa kesenangan semata. Sebagai contoh, ada orang nan termotivasi oleh kata-kata motivasi Mario Teguh, lantas memberikan sedekah Rp 250.000,- ke sebuah loka ibadah. Tiba di rumah, ada saudara jauh nan tiba-tiba datang dan meminta dipinjami uang lebih dari Rp 1 juta. Orang tadi, cenderung akan mengeluh kepada Tuhan, mengapa sedekahnya tak berguna. Bahkan, ia malah harus "membuang uang" lagi demi sang saudara. Jika orang ini tak tahan banting ia tak hanya mempertanyakan keputusan Tuhan, tapi juga menyalahkan kata-kata motivasi di atas.
Mana buktinya, orang nan bekerja bagi kebahagiaan sesamanya, akan diurus langsung oleh Tuhan? Fenomena justru sebaliknya, ia seolah ditimpa berbagai kemalangan. Namun, bukankah ini hanyalah masalah perspektif? Apakah membuat seseorang benar-benar bergantung kepada Tuhan, tak lagi peduli dengan banyaknya harta duniawi, tak bisa dikategorikan sebagai bantuan? Bahkan, jika Tuhan langsung membayar orang tadi, misalnya begitu bersedekah, menemukan uang satu milyar di jalan, bukankah Tuhan justru membuatnya bergantung pada prasangka? Orang ini akan terbiasa menyusun pola pikir, " Memberi satu hal, mendapatkan ribuan hal nan sama " dan hal nan dimaksud, senantiasa berkaitan dengan kehidupan duniawi.
Jika Tuhan terus membantunya dengan memberi kenikmatan hidup, bukankah Tuhan justru seolah membawanya dalam kehancuran? Orang nan berpikir bahwa donasi Tuhan murni hanya berupa kesenangan, berarti tak adil pada dirinya sendiri. Apalagi jika ia kemudian menyalahkan kata-kata motivasi tadi. Seolah, ia sedang mencari pelampiasan kesalahan atas keputusan nan sudah dibuat, dengan menyebut sang pencetus kata-kata motivasi tadi hanya membual.
Pentingnya Mempraktikkan Kata-Kata Motivasi
Semua orang dapat berlomba menciptakan kata-kata motivasi. Siapa pun berhak menghafalkan ribuan kata motivasi tersebut. Mulai dari kata-kata motivasi dari pemuka agama, seorang miliuner, hingga kata-kata motivasi orang nan mencapai kesuksesan dengan kerja nan dimulai dari nol. Yang sering kita lupakan adalah, pentingnya mempraktikkan kata-kata motivasi itu sendiri. Mulut boleh sudah berbusa dengan mencetuskan kata-kata motivasi. Kita tahu pepatah " Hemat pangkal kaya ", tapi tak mau melakukannya. Kita terbiasa mengucapkan kata-kata motivasi, " Hargailah sesamamu, maka kamu akan dihormati ". Namun, kenyatannya justru terbalik. Kata-kata motivasi ini hanya diterapkan pada orang lain, tak pada diri sendiri.
Dalam bahasa lain, kita melakukan baku ganda. Misalnya, dari kata-kata motivasi tersebut, kita hanya meminta orang lain menghormati. Namun, sebaliknya, kita kurang mampu atau sungkan menghormati atau menyenangkan orang lain. Dengan cara ini, maka kita hanya pandai berteori tentang kata-kata motivasi, tapi penerapannya nol besar. Yang tidak kalah penting, janganlah mencari pembenaran atas kegagalan Anda dengan kata-kata motivasi. Di sinilah kata kata motivasi dapat menjadi bumerang. Sebagai contoh, kata-kata motivasi, " Kegagalan ialah keberhasilan nan tertunda ". Kalau kita termasuk orang nan bermental lemah, kata-kata ini akan selalu dipakai ketika ada hal jelek nan menimpa.
Misalnya, kita tak bisa meraih investor buat pengembangan usaha. Merasa sudah mentok, lantas dalam hati, langsung muncul kata-kata motivasi di atas disertai alasan-alasan lain, seperti " Toh aku sudah berusaha", "Ah, nanti juga berhasil", "Siapa tahu ada keajaiban baru", "Esok mungkin lebih baik" dan seterusnya. Sekali-dua kali, hal ini boleh terjadi. Namun, kalau kita berkali-kali gagal dan tak pernah menyalahkan diri sendiri, artinya kita melakukan blunder terfatal. Lebih baik senantiasa tidak puas pada kesalahan sendiri atau membiasakan hayati dengan sikap autocorrect , daripada senantiasa mengoreksi orang lain padahal kita sama buruknya dengan nan dikritik.
Demikian pula dengan kata-kata motivasi, " Doa orang teraniaya niscaya dikabulkan Tuhan " atau " Tuhan selalu membela orang nan lemah ". Kata-kata motivasi ini hanya layak muncul ketika kita benar-benar terdesak. Kalau tidak, justru berbahaya. Kita akan merasa, diri ini nan paling menderita di seluruh dunia. Hanya kita nan diuji bertubi-tubi oleh Tuhan. Padahal, tengoklah sekeliling. Berapa banyak orang nan lebih kesusahan daripada kita? Kata-kata motivasi ini malah dapat menjadi pengubur potensi kita buat belajar mempertahankan hidup. Sebagai contoh, sedikit saja dikritik, kita langsung kempis dan menyalahkan sang pengkritik sambil berkata dalam hati, " Awas, suatu saat nanti kau akan menyesal ". Tentu bukan mental demikian nan harus dibangun dari berbagai kata-kata motivasi nan semestinya benar-benar menjadi penyemangat hidup.
Hal nan patut disadari, hayati memang naik turun. Kadang kita membutuhkan kata-kata motivasi buat membangun diri nan rapuh. Namun, bukan berarti kita akan menggantungkan diri pada kata-kata motivasi tadi. Orang lain boleh berteori apa pun tentang hidup. Tapi, bukankah nan menjalani hayati 20, 40, hingga 80 tahun ke depan ialah Anda sendiri? Jangan percaya 100% pada kata-kata motivasi. Jadilah independen. Lakukan semuanya sebaik mungkin, jadilah diri sendiri, dan Anda akan menemukan kata-kata motivasi lain nan lebih sinkron dengan hayati Anda.